Masa orde baru (orba) terjadi sejak tahun 1960-an. Tepatnya ketika Soekarno lengser dari jabatan Presiden.
Mengutip dari buku Sejarah: Untuk SMA/MA Kelas XII Program IPA (2009), Mustofa menjelaskan bahwa masa orde baru berlangsung dari tahun 1699 hingga 1998. Hingga orba berakhir, Indonesia dipimpin oleh rezim Soeharto.
Setelah kemerdekaan hingga tahun 60-an, pemerintah masih berkutat dengan pertentangan Belanda terhadap kedaulatan Indonesia. Pasalnya, Belanda kerap melanggar hasil perjanjian yang sudah ditetapkan.
Tak hanya itu, Indonesia juga memiliki keadaan ekonomi yang belum stabil. Pemerintah cenderung fokus mengurusi hal-hal kenegaraan secara administrasi.
Sementara itu, pergolakan dari masyarakat tak bisa terhindarkan. Salah satunya ketika Soekarno memutuskan untuk mengganti sistem parlemen dengan Demokrasi Terpimpin.
Hal tersebut mendapatkan pertentangan dari Partai Komunis Indonesia (PKI). Bahkan, terjadi peristiwa bengis yang hingga sekarang dikenal dengan sebutan tragedi G30S PKI pada masa kepemimpinan Soekarno.
Supersemar
Salah satu penanda bahwa masa orde baru sudah tiba, adalah munculnya Surat Perintah Sebelas Maret alias Supersemar pada 1966, yang ditandatangani Soekarno.
Terdapat mandat untuk Soeharto yang saat itu berpangkat Letnan Jenderal di Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat. Soekarno tertulis memberikan kewenangan kepadanya untuk mengambil segala tindakan yang “dianggap perlu.”
Penyebab lain kelahiran Supersemar diawali oleh penyerangan G30S PKI, terhadap enam jenderal dan satu perwira Angkatan Darat yang ditemukan terbunuh. Tiga hari setelah peristiwa tersebut, Soekarno mempercayakan Soeharto untuk mengambil langkah selanjutnya, dengan tujuan memulihkan keadaan.
Selanjutnya, Soeharto bergegas membentuk Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib). Diketahui bahwa satuan operasi tersebut bertugas untuk memberantas PKI di berbagai daerah. Supersemar kemudian tersemat menjadi Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (Ketetapan MPRS), di mana bahwa surat perintah berlaku hingga Pemilihan Umum berikutnya.
Dalam MPRS, Soekarno tidak lagi memegang kekuasaan. Lalu, posisi tersebut dipercayakan kepada Soeharto.
Kepemimpinan Orde Baru
Masa orde baru dipimpin oleh Presiden Soeharto yang menjabat kurang lebih 30 tahun. Model pemerintahan yang diterapkannya mengundang pro dan kontra dari masyarakat.
Selama menjabat, Soeharto sempat menerapkan beberapa kebijakan, salah satunya di bidang ekonomi, dengan Repelita atau Rencana Pembangunan Lima Tahun. Kebijakan tersebut berangkat dari keadaan ekonomi yang merosot pada awal masa orde baru.
Masih mengutip buku Sejarah karya Mustofa (2009), hal tersebut ditandai dengan pendapatan perkapita dan inflasi terhadap dolar Amerika. Pada periode Repelita I, pemerintah berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi yang sebelumnya 3% menjadi 6,7% per tahun. Demikian juga dengan pendapatan perkapita yang naik menjadi 170 dolar Amerika.
Pada awal kepemimpinan orba, pemerintah memilih untuk fokus dengan pengembangan sektor pertanian. Salah satunya dengan program Swasembada beras sejak 1968 hingga 1992. Rezim juga berhasil membubarkan Partai Komunis Indonesia. Bahkan, hal itu diatur dalam Ketetapan MPRS No IX/MPRS/1966.
Penyebab Runtuhnya Rezim Orde Baru
Pemerintahan Terpusat
Penyebab reformasi yang paling utama adalah ketidakpuasan masyarakat terhadap rezim sebelumnya. Hal tersebut diakibatkan oleh praktik pemerintahan yang dianggap tidak ideal.
Salah satunya adalah sistem pemerintahan terpusat. Pemicu ini menyebabkan pembangunan yang tidak merata. Sementara itu, daerah-daerah tidak memiliki fungsi otonominya seperti sekarang.
Hal ini juga menyebabkan pengerukkan sumber daya alam berlebih dari daerah yang sudah maju dari daerah berkembang. Maka dari itu, sangat rawan terhadap ketimpangan pengembangan daerah di Indonesia.
Krisis Moneter
Tak hanya itu, pada 1998, penyebab lain yang membuat masyarakat bergejolak adalah terjadinya krisis moneter. Sudah merambah sektor ekonomi, rakyat mendesak pemerintah untuk segera melakukan sesuatu agar tidak kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup.
Diketahui bahwa penyebab krisis moneter di Indonesia adalah hutang luar negeri. Hal tersebut menyebabkan rupiah semakin melemah terhadap dolar Amerika.
Ujung dari permasalahan tersebut yaitu naiknya kebutuhan pokok yang membuat masyarakat terhambat. Tak hanya itu, hutang luar negeri juga dimiliki oleh pihak swasta dalam negeri.
Praktik KKN
Termuat di dalam tuntutan reformasi 1998, masyarakat menekan rezim untuk memberantas praktik kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN). Hal ini membuat simpati masyarakat menipis terhadap pemerintah.
Salah satu kasus KKN pada Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang berupa program pinjaman kepada bank lain. Diketahui bahwa hal ini dilaksanakan untuk menangani likuiditas saat krisis moneter 1998.
Program tersebut justru menurigat negara. Lantaran pihak BLBI memberikan Surat Keterangan Lunas sebelum bank-bank melunasinya. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat bahwa saat itu, Indonesia rugi sekitar Rp 3,7 triliun.
Tak hanya itu, pada masa orde baru juga rentan terhadap monopoli bisnis yang dilakukan oleh keluarga Soeharto yang biasa disebut ‘Keluarga Cendana.’
Diwartakan Kompas, sejumlah aset yang dimiliki Keluarga Cendana ada yang disita oleh negara. Beberapa di antaranya yaitu Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Gedung Granadi, villa di Megamendung hingga sejumlah uang di rekening.
- Penyimpangan UUD 1945
Penyebab terjadinya reformasi juga disebabkan oleh penyimpangan pelaksanaan UUD 1945 sebagai landasan dalam bernegara. Termasuk dalam melakukan demokrasi ekonomi yang tidak sesuai.
Alih-alih terlaksana sebagaimana seharusnya, monopoli di sektor ekonomi justru rentan terjadi. Hal ini merupakan peluang yang dapat merugikan masyarakat secara menyeluruh serta membuka peluang untuk kapitalisme.