Istilah Orde Lama dalam kemerdekaan Indonesia merujuk pada suatu fase sistem pemerintahan yang dianut. Termasuk tokoh-tokoh yang berperan di dalamnya.
Secara harfiah, orde berasal dari kata Ordo yang memiliki arti deretan, susunan, kelas, aturan, dan ketertiban. Sesuai dengan yang disebutkan sebelumnya, orde bisa diartikan sebagai bagian dari beberapa unsur yang diatur berdasarkan prinsip dan nilai tertentu.
Perlu diketahui bahwa sebutan orde lama digunakan untuk menyebutkan masa pemerintahan negara Indonesia saat dipimpin oleh Soekarno, yakni presiden pertama. Tepatnya sejak tahun 1945 hingga 1966.
Dalam fase ini, pemerintahan Indonesia banyak menggagas berbagai hal untuk kemajuan. Termasuk dari segi politik, ekonomi, maupun sosial dan budaya.
Masa Orde Lama juga bisa disebut sebagai kelahiran Indonesia. Maka dari itu, kali ini Katadata.co.id akan membahasnya lebih lanjut. Simak tulisan di bawah ini.
Peristiwa Masa Orde Lama
1. Pembangunan Gelora Bung Karno
Peristiwa yang terjadi di masa orde lama salah satunya adalah pembangunan Gelora Bung Karno yang tujuan awalnya untuk penyelenggaraan Asian Games IV tahun 1962. Tak hanya itu, bangunan ini juga digunakan saat perhelatan Games of the New Emerging Forces (Ganefo) pada tahun setelahnya.
Pembangunan GBK diatur dalam Surat Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2001. Diketahui juga bahwa GBK pernah berganti nama menjadi Gelora Senayan. GBK kerap melakukan renovasi untuk pembaharuan dan menjaga kualitasnya. Salah satunya saat 2018, ketika akan digunakan untuk Asian Games dan Asian Para Games 2018.
2. Pemilu Tahun 1955
Pada masa orde lama, peristiwa penting lainnya yaitu penyelenggaraan pemilihan umum untuk pertama kali. Tepatnya saat kepemimpinan Kabinet Burhanudin. Diketahui bahwa kala itu, sistem pemerintahan dipimpin oleh Perdana Menteri. Sementara itu, kepala negara tetap dipegang oleh Presiden.
Sebelum itu, pencanangan pemilu sudah digodok terlebih dahulu pada masa Kabinet Ali Sastroamidjojo. Lalu, baru sempat dilaksanakan pada Burhanudin Harahap menjadi Perdana Menteri, tepatnya pada tahun 1955. Saat inilah, terdapat peran banyak dari partai politik yang berasal dari komunitas masyarakat sebagai bentuk penggagas demokrasi yang lebih konkret.
3. Perjanjian Linggarjati
Pada masa orde lama, sempat diadakan perjanjian Linggarjati yang berangkat dari konflik tak berkesudahan antara Indonesia dan Belanda. Pertemuan ini dilaksanakan di Cirebon, tepatnya pada 10 November 1946. Satu tahun setelahnya, kedua pihak kembali berunding.
Pada tahun 1947, perjanjian Linggarjati menghasilkan keputusan bahwa Belanda mengakui sejumlah wilayah Indonesia secara de facto. Di antaranya yaitu Sumatera, Jawa, dan Madura. Maka dari itu, Belanda harus meninggalkan wilayah tersebut paling lambat dua tahun setelahnya.
4. Perjanjian Renville
Pada tahun 1947, perjanjian Renville merupakan perundingan antara Indonesia dan Belanda yang membahas tentang sistem pemerintahan. Adapun hasil dari pertemuan tersebut adalah terbentuknya Republik Indonesia Serikat (RIS). Namun, ditekankan bahwa Belanda tetap menguasai seluruh wilayah Indonesia sebelum RIS terbentuk.
Maka dari itu, RIS harus dibentuk sesegera mungkin. Diketahui bahwa penyebab diadakannya perjanjian Renville adalah ketidakpatuhan Belanda terhadap isi perjanjian Linggarjati.
5. Perjanjian Roem Royen
Tak sampat di dua perjanjian tersebut, masa orde lama juga sempat diadakan perjanjian Roem Royen pada tahun 1949 yang berlangsung di Kota Jakarta. Diketahui bahwa latar belakangnya adalah keinginan mempersatukan pihak Indonesia dan Belanda.
Perjanjian Roem Royen berisi tentang pemberhentian kegiatan perang antara Belanda dan Indonesia. Selain itu, pihak Belanda harus menyerahkan kedaulatan secara utuh kepada Indonesia.
6. Pemberontakan PKI
Pada 1948, Partai Komunis Indonesia (PKI) sempat memberontak. Peristiwa ini berlangsung di Madiun. Diketahui bahwa pihaknya memiliki keinginan agar pemerintahan Republik Indonesia mengganti landasan negara. Kala itu, PKI dipimpin oleh Amir Sjarifuddin dan Muso.
Sebagai informasi, Amir Sjarifuddin sempat memimpin kabinet dan turun jabatan tepat setelah ditandatanganinya perjanjian Renville. Lantaran isi perjanjian tersebut hanya mengakui Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sumatera yang diterima kedaulatannya oleh Belanda.
7. Proklamasi Republik Maluku Selatan (RMS)
Proklamasi RMS dilaksanakan pada 26 April 1950. Pemberontakan ini sempat ditandatangani oleh jaksa agung Negara Indonesia Timur, yakni Dr. Christian Robert Steven Soumokil. Diketahui bahwa peristiwa ini dilaksanakan oleh gerakan separatis yang ingin NIT terpisah dengan Republik Indonesia Serikat (RIS).
Diketahui bahwa pemberontakan ini bermula pasca Konferensi Meja Bundar. Berhasil menimbulkan reaksi kurang baik dari masyarakat Ambon, proklamasi akhirnya dilakukan oleh kepala Daerah Maluku Selatan, yaitu J. Manuhutu.
8. Konferensi Meja Bundar (KMB)
Konferensi Meja Bundar (KMB) dilaksanakan saat bentuk pemerintahan Republik Indonesia Serikat (RIS). Perhelatan ini diikuti oleh 15 negara bagian yang dibentuk oleh Belanda. Hampir serupa dengan pertemuan sebelumnya, KMB dilaksanakan untuk mengakhiri perselisihan antara Indonesia dan Belanda.
Dilaksanakan pada tahun 1949, KMB menghasilkan kedaulatan Indonesia yang diakui oleh Belanda. Sejumlah tokoh yang terlibat di dalamnya yaitu Prof. Dr. Soepomo, Ali Sastroamidjojo, Suyono Hadinoto, Kolonel TB Simatupang, Dr. Johannes Leimena, Abdul Karim Pringgodigdo, dan Dr. Sumitro Djojohadikusumo.