Bacaan sholawat nabi sesuai sunnah sangat dianjurkan oleh Allah SWT. Keutamaannya tercantum dalam berbagai riwayat hadis. Anjuran ini selaras dengan terjemahan pada Surat Al Ahzab ayat 56.
Sesuai terjemahan ini dapat diketahui ciri orang beriman adalah orang yang bershalawat untuk Rasulullah SAW. Berikut terjemahannya:
"Sungguh Allah dan malaikatNya bersholawat untuk Nabi Muhammad SAW. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian untuk nabi. Ucapkanlah salam penghormatan kepadanya". (Surat Al-Ahzab ayat 56).
Selain itu, terdapat pula hadis yang menjelaskan jika sholawat nabi sesuai sunnah disampaikan dan dilafalkan berkala, maka Allah SWT akan bershalawat kepadanya 10 kali. Hadis tersebut yakni, “Siapa saja yang bershalawat kepadaku sekali, niscaya Allah bershalawat kepadanya sepuluh kali,” (HR Muslim).
Berkaitan dengan hal tersebut, menarik membahas anjuran pelafalan bacaan sholawat nabi sesuai sunnah. Simak penjelasannya lengkap dalam ulasan berikut.
Pelafalan Sholawat Nabi sesuai Sunnah
Melafalkan sholawat nabi untuk dzikir sebaiknya dilakukan di waktu-waktu yang dianjurkan. Waktu-waktu tersebut yakni selesai dikumandangkan adzan, di awal doa, di tengah doa, di akhir doa, ketika masuk masjid, bertemu dengan sesama muslim, berkumpul di suatu majelis, menulis nama Rasulullah, setiap membuka ucapan tertentu, saat memberi nasehat, di pagi dan sore hari.
Lafal shalawat dan salam yang tepat yakni dapat dilafalkan dengan fi’il madhi atau fi’il amr. Berikut lafal penggunaan fi’il madhi:
وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ
Wa shallallāhu ‘alā sayyidinā Muhammadin wa ‘alā ālihī wa shahbihī wa sallama
Sementara itu lafal sholawat nabi sesuai sunnah dengan fi’il amr yakni sebagai berikut:
اللهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ
Allāhumma shalli wa sallim wa bārik ‘alā sayyidinā Muhammadin wa ‘alā ālihī wa shahbihī
Struktur tersebut tidak baku. Ada yang membaca shalawat, salam dan lafal berkah tetapi ada pula yang tidak menggunakannya. Ada pula yang menempatkan kata salam di awal dan ada pula yang di akhir.
Namun dalam berdoa, hanya boleh menggunakan shalawat dan salam dalam hal dua’iyyah kepada nabi dan rasul. Ada larangan menggunakan “rahimahullāh atau rahimahumullāh”, “radhiyallāh ‘anhu atau ‘anhum”, atau “karramallāhu wajhahū atau ‘anhum”.
Hal ini selaras dengan penjelasan Syekh M Nawawi Banten yakni sebagai berikut:
ولا يجوز الدعاء للنبي صلى الله عليه وسلم بغير الوارد كرحمه الله بل المناسب واللائق في حق الأنبياء الدعاء بالصلاة والسلام
Artinya, “Tidak boleh mendoakan Nabi Muhammad SAW dengan lafal yang tidak warid seperti lafal ‘Rahimahullāhu’. Tetapi lafal yang sesuai dan layak untuk para nabi dan rasul adalah lafal shalawat dan salam,” (Lihat Syekh M Nawawi Banten, Kasyifatus Saja, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah], halaman 4).
Namun, pada umumnyal lafal sholawat nabi sesuai sunnah yakni sebagai berikut:
اللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ بِعَدَدِ مَنْ صَلَّى عَلَيْهِ، وَصَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ بِعَدَدِ مَنْ لَمْ يُصَلِّ عَلَيْهِ، وَصَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ كَمَا أَمَرْتَ بِالصَّلَاةِ عَلَيْهِ، وَصَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ كَمَا تُحِبُّ أَنْ يُصَلَّى عَلَيْهِ، وَصَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ كَمَا تَنْبَغِي الصَّلَاةُ عَلَيْهِ
Allâhumma shalli ‘alâ muḫammadin bi ‘adadi man shalla ‘alaih. Wa shalli ‘alâ muḫammadin bi ‘adadi man lam yushalli ‘alaih. Wa shalli ‘alâ muḫammadin kamâ amarta bish shalâti ‘alaih. Wa shalli ‘alâ muḫammadin kamâ tuḫibbu an yushallâ ‘alaih. Wa shalli ‘alâ muḫammadin kamâ tanbaghish shalâtu ‘alaih
Artinya, “Ya Allah, limpahkanlah shalawat (rahmat) kepada Nabi Muhammad ﷺ sebanyak jumlah orang yang bershalawat kepadanya. Limpahkanlah shalawat kepada Nabi Muhammad ﷺ sebanyak jumlah orang yang tidak bershalawat kepadanya. Limpahkanlah shalawat kepada Nabi Muhammad ﷺ sebagaimana Engkau perintahkan untuk bershalawat kepadanya. Limpahkanlah shalawat kepada Nabi Muhammad ﷺ sebagaimana Engkau suka dibacakannya shalawat atasnya. Limpahkanlah pula shalawat kepada Nabi Muhammad ﷺ sebagaimana selayaknya ucapan shalawat atasnya.”
Terkadang ada tambahan “Sayyidinia” di depan lafal “Muhammad”. Berkaitan dengan itu, Syekh Hasan al-‘Adawi asy-Syadzili dalam kitab Bulughul Masarrat Syarah Dala’ilul Khairat yakni sebagai berikut:
"Imam Syafi’i datang dalam mimpi seseorang dan ia ditanya, “Apa yang telah Allah perbuat padamu?” Imam Syafi’i menjawab, “Allah telah mengampuniku.” “Dengan apa?” “Dengan lima kalimat yang dulu aku bacakan untuk bershalawat kepada Nabi Muhammad ﷺ.” “Kalimat apakah itu?” “Dulu aku membaca, Allâhumma shalli ‘alâ muḫammadin bi ‘adadi man shalla ‘alaih. Wa shalli ‘alâ muḫammadin bi ‘adadi man lam yusholli ‘alaih. Wa shalli ‘alâ muḫammadin kamâ amarta bish shalâti ‘alaih. Wa shalli ‘alâ muḫammadin kamâ tuḫibbu an yushallâ ‘alaih. Wa shalli ‘alâ muḫammadin kamâ tanbaghish shalâtu ‘alaih.” (Syekh Hasan al-‘Adawi asy-Syadzili, Bulûghul Masarrât Syarah Dalâ’ilul Khairât).
Selain itu, lafal sholawat nabi sesuai sunnah berikutnya yakni sebagai berikut:
صَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ كُلَّمَا ذَكَرَهُ الذَّاكِرُوْنَ وَغَفَلَ عَنْ ذِكْرِهِ الْغَافِلُوْنَ
Shallahu ‘alâ nabiyyinâ muḫammadin kullamâ dzakarahudz dzâkirûna wa ghafala ‘an dzikrihil ghâfilûn(a)
Artinya, “Ya Allah, limpahkanlah shalawat atas nabi kami, Nabi Muhammad ﷺ, selama orang-orang yang ingat menyebut-Mu dan orang-orang yang lalai lupa untuk menyebut-Mu.”
Demikianlah, lafal sholawat nabi sesuai sunnah yang dianjurkan.