Hari Buruh Sedunia atau May Day selalu diperingati tanggal 1 Mei setiap tahunnya. Hari tersebut merupakan hari libur tahunan yang diperingati dengan tujuan untuk menghargai jasa para buruh yang berperan penting
Hari Buruh Sedunia sendiri berasal dari aksi demonstrasi besar-besaran serikat buruh di Amerika Serikat pada 1 Mei 1886 dimana mereka menuntut pemberlakuan sistem kerja 8 jam per harinya.
Ada banyak cara untuk memeriahkan Hari Buruh. Sedunia Salah satunya yaitu membuat puisi tentang Hari Buruh untuk kemudian diupload di media sosial. Berikut rangkuman kumpulan puisi Hari Buruh Sedunia yang bisa dijadikan inspirasi.
Kumpulan Puisi Hari Buruh Sedunia 1 Mei 2023
Berikut ini kumpulan puisi dari berbagai sumber yang bisa dijadikan inspirasi bila ingin memperingati Hari Buruh Sedunia dalam bentuk karya sastra ini.
Untuk Kita Buruh
Karya: Laksanak Rida
Puisi Aku buruh kau buruh.
Setiap orang buruh
Buruh bagi diri sendiri dan keluarga
Ada yang jadi buruh di desa sendiri, kabupaten sendiri, provinsi sendiri, negeri sendiri bahkan di segeri orang.
Di Tanah Negeri Ini Milikmu Cuma Tanah Air
Karya: Wiji Thukul
Bulan malam membuka mataku
Merambati wuwungan rumah-rumah bambu
Yang rendah dan yang miring
Di muka parit yang suka banjir
Membayanglah masa depanmu
Rumah-rumah bambu
Yang rendah dan yang miring
Lentera minyak gemetar merabamu
Pengembara o pengembara yang nyenyak
Bulan malam menggigit batinku
Mulutnya lembut seperti pendeta tua
Mengulurkan lontaran nasibmu
O tanah-tanah yang segera rata
Berubahlah menjadi pabrik-pabriknya
Kita pun lalu kembali bergerak seperti jamur
Liar di pinggir-pinggir kali
Menjarah tanah-tanah kosong
Mencari tanah permukiman di sini
Beranak-cucu melahirkan anak suku-suku terasing
Yang akrab dengan peluh dan matahari
Di tanah negeri ini milikmu cuma tanah air.
Puisi Kepada Buruh Pabrikku
Karya: Chairil Steven
Besok kamu gajian
Sore aku di parkiran
Kalau tidak hujan
Kita pun tertawa
Di tangga nada kehdiupan
Berkerudung mendung
Bermata rembulan
Oh ternyata langit April begitu benderang
Tembangnya mengumandang
Jauh, menyentuh setiap pundak dan punggung
Oh malam bertabur bintang
Patuhmu kepada Tuhan
Tak jadikan aku bapak rumah tangga
Pergi pagi pulang petangmu demi tiga anak
Kami, semakin mahal hidupnya
Sementara lusa
Bulan ini tak lagi purnama
Tanggal sudah mulai tua
Puisi Buruh Pabrik
Karya: NN
Keringat-keringat bercucuran
Peluh-peluh deleweran
Badan kecapekan
Memikul beban kerjaan
Tiap hari dikejar target
Supaya produksi meningkat
Untuk kirim tak telat
Gajian agar tak lambat
Kadang hati menangis
Tapi segera di tepis
Ingat keluarga sudah menanti
Yang mesti di hidupi
Upah tak sepadan
Dengan berat kerjaan
Tapi inilah kenyataan
Tak kan berubah dengan keluhan
Buruh
Karya: Mas Tomo
Jiwamu ada di setiap jengkal kehidupan
Merana dalam tetes keringat yang tak mapan
Keluh kesah tanpa kepastian
Hanyut dalam kehidupan
Buruh!
Selalu andil mengantarkan perputaran rupiah dan dolar
Mengembangkan usaha yang tak pernah kelar
Berpacu waktu tanpa henti
Dengan kulit terbakar
Buruh!
Jiwamu hampa
Penuh keluh kesah
Yang tak pernah cukup sampai bumi ini terbelah.
Buruh!
Tertekan dalam dinamika kehidupan
Tertekan dalam kerja yang tak mapan
Keringat belum kering tuntutan sudah di depan mata
Buruh!
Datang lebih awal
Berkeringat tiada henti
Dan pulang paling akhir
Buruh!
Statusmu menghujam sampai jantung tidak berdenyut
Mengharu biru tiada henti
Memberikan Hasil yang tak pasti
Buruh!
Membuat hari semakin jauh
Jauh dari kemapanan jiwa dan rumah tangga
Jauh dari kehidupan semestinya
Buruh!
Hidupmu tanpa kepastian
Meregang nyawa setiap harinya
Membabi buta untuk bertahan hidup sampai ajal menghampirinya.
Puisi Buruh Industri Nasibmu Kini
Karya: Aan Wahyudinta
Berangkat pagi pulang senja
Untuk penuhi kebutuhan rumah saja
Rasanya lelah
Usaha seakan lelah
Hari demi hari terlewati
Impian seakan tak pernah terbeli
Nampak sengsara
Duka tiada muara
Upah majikan sarat perhitungan
Semua hanya untuk menopang keseharian
Tabah menerima
Rupiah tak berlama
Ingin sesuatu musti menunggu
Nikmati hidup terkadang dalam dungu
Alangkah malang
Surga sebatas layang
Iringi gemuruh deru mesin
Betapa tiada pilihan yang lain
Merenda rasa
Untuk mengisi masa
Kisah hidupnya semakin gundah
Indikasi harga kerja yang rendah
Nilai bisnis
Iming – iming janji manis
Peringatan
Karya: Widji Thukul
Jika rakyat pergi
ketika penguasa pidato
kita harus hati-hati
Barangkali mereka putus asa
Kalau rakyat bersembunyi
dan berbisik-bisik
ketika membicarakan masalahnya sendiri
penguasa harus waspada dan belajar mendengar
Penguasa harus waspada dan belajar mendengar
Bila rakyat berani mengeluh
itu artinya sudah gawat
dan bila omongan penguasa
tidak boleh dibantah
kebenaran pasti terancam
Apabila usul ditolak tanpa ditimbang
suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan
dituduh subversif dan mengganggu keamanan
maka hanya ada satu kata, lawan!
Harapan dan Kenyataan
Akhir bulan jadi harapan
Untuk menerima bayaran
Namun mesti lihat kenyataan
Gajian banyak yang dipotong
Bayar hutang jadi kewajiban
Cicilan masuk antrian
Rentenir minta di dahulukan
Sisanya bayar kontrakan
Keluarga tak dapat bagian
Tiap hari uring – uringan
Jangankan beli perhiasan
Makanpun masih kesusahan
Tanggal muda nyari utangan
Ditambah kerja serabutan
Tak peduli dapat celaan
Penting hidup terus berjalan
Jangan pernah tanya tentang masa depan
Jangan tanya berapa uang tabungan
Hidup layak pun hanya jadi impian
Cukup bagi kami tiap hari bisa makan
Buruh-buruh
Karya : Widji Thukul
Di batas desa
pagi-pagi
dijemput truk
dihitung seperti pesakitan
diangkut ke pabrik
begitu seterusnya
Mesin terus berputar
pabrik harus berproduksi
pulang malam
badan loyo
nasi dingin
Bagaimana kalau anak sakit
bagaimana obat
bagaimana dokter
bagaimana rumah sakit
bagaimana uang
bagaimana gaji
bagaimana pabrik? mogok?
pecat! mesin tak boleh berhenti
maka mengalirlah tenaga murah
mbak ayu kakang dari desa