Pajak merupakan salah satu kewajiban yang harus dilakukan warga negara. Tidak hanya di Indonesia, pajak juga berlaku di negara-negara lain.
Pajak harus dibayarkan, karena akan digunakan dan bermanfaat besar bagi negara. Itu karena, pajak merupakan salah satu sumber keuangan untuk membangun bangsa dan mensejahterakan kehidupan masyarakat.
Apa Itu PPh?
Pajak dibagi menjadi beberapa jenis yang dibayarkan sesuai sektor masing-masing. Jenis pajak antara lain PPh,PPN,PPnBM, bea materai dan PBB.
Salah satu jenis pajak yang harus dibayarkan oleh setiap warga negara berpenghasilan adalah PPh. Dikutip dari laman Pajak.go.id, PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam satu tahun pajak.
Penghasilan yang dikenakan PPh tidak hanya penghasilan berasal dari gaji bulanan saja, tetapi juga dari laba usaha, honorarium, hadiah, dan penghasilan lainnya.
Jenis-jenis PPh
Terdapat lima jenis pajak PPh yang berlaku di Indonesia yang dibagi berdasarkan sumber pendapatannya yaitu PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 25, dan PPh Pasal 29. Berikut penjelasan jenis-jenis PPh:
PPh 21
PPh 21 atau PPh pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun yang sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi subjek pajak dalam negeri.
PPh 22
PPh 22 atau PPh pasal 22 adalah pajak dikenakan kepada badan-badan usaha tertentu, baik milik pemerintah maupun swasta yang melakukan kegiatan perdagangan ekspor, impor dan re-impor.
PPh 23
PPh 23 atau PPh pasal 23 adalah pajak yang dikenakan pada penghasilan atas modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.
PPh 24
PPh 24 atau PPh pasal 24 adalah pengaturan pajak bagi wajib pajak untuk memanfaatkan kredit pajak mereka di luar negeri, untuk mengurangi nilai pajak terhutang yang dimiliki di Indonesia.
PPh 25
PPh 25 atau PPh pasal 25 adalah pajak penghasilan yang pembayarannya bisa dilakukan dengan sistem angsuran demi meringankan Wajib Pajak.
PPh 29
PPh Pasal 29 adalah PPh kurang bayar yang biasanya tercantum dalam SPT Tahunan.
Perlu diingat, pajak penghasilan ini tak berlaku untuk badan perwakilan asing, pejabat diplomatik, organisasi internasional, dan pejabat perwakilan organisasi internasional.
Cara Menghitung PPh
Pajak penghasilan dibebankan kepada seseorang yang sudah memiliki penghasilan yang diatur dalam undang-undang tentang pajak. Penghasilan yang dimaksud adalah termasuk upah, gaji, tunjangan, honorarium, atau pembayaran lain yang berhubungan dengan jasa, kegiatan, jabatan atau pekerjaan.
Perhitungan pajak penghasilan sendiri dihitung berdasarkan besaran upah yang diterima. Semakin besar upah maka semakin tinggi pajak yang dikenakan.
Terkait perhitungannya, antara wajib pajak orang pribadi dan badan usaha tentu memiliki perbedaan. Berikut ini perincian terkait cara menghitung PPh terutang untuk wajib pajak orang pribadi dan untuk wajib pajak badan.
Cara Menghitung PPh Perseorangan
Cara menghitung PPh perseorangan atau pribadi didasarkan atas jumlah penghasilan yang didapatkan. Penentuan tarifnya diatur dalam Pasal 17 UU PPh. Adapun, tarif yang dikenakan, adalah sebagai berikut:
- 5% bagi penghasilan 0-Rp 50.000 per tahun
- 15% bagi penghasilan Rp 50.000.000 sampai Rp 250.000.000 per tahun
- 25% bagi penghasilan Rp 250.000.000 sampai Rp 500.000.000 per tahun
- 30% bagi penghasilan Rp 500.000.000 sampai Rp 5.000.000.000 per tahun
- 35% bagi penghasilan lebih dari Rp 5.000.000.000 per tahun
Sebagai informasi, bagi wajib pajak yang tidak memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP), akan dikenakan tarif 20% lebih tinggi dibandingkan wajib pajak yang memiliki NPWP.
Selain tarif yang telah disebutkan, wajib pajak orang pribadi juga dikenakan PPh terutang lain di luar penghasilan dari pekerjaan. Penghasilan yang diterima seorang wajib pajak di luar pendapatan dari kegiatan pekerjaan, juga dikenakan PPh.
Hal ini karena penghasilan diartikan sebagai objek pajak itu sendiri, yakni setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak. Baik berasal dari dalam maupun luar negeri, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
Misalnya, tambahan uang yang diterima ketika seorang wajib pajak menerima pesangon kala terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Meski demikian, pengenaan tarif pajak atas uang pensiun ini tidak seperti tarif PPh pada umumnya.
Terhadap uang pesangon, tarif PPh terutang yang dibebankan adalah bersifat final. Hal ini telah diatur dalam PMK 16/PMK.03/2010.
Sedangkan, untuk uang pesangon diatur dalam Pasal 3 Ayat (1) PMK 16/PMK.03/2010 menyebutkan tarif PPh ditetapkan sebesar:
- 0% atas penghasilan bruto sampai dengan Rp 50 juta.
- 5% atas penghasilan bruto di atas Rp 50 juta sampai dengan Rp 100 juta.
- 15% atas penghasilan bruto di atas Rp 100 juta sampai dengan Rp 500 juta.
- 25% atas penghasilan bruto di atas Rp 500 juta.
Aturan besaran tarif PPh terutang ini juga berlaku terhadap tambahan penghasilan berupa uang pensiun. Selain itu, apabila wajib pajak berhenti kerja dan memutuskan untuk menarik uang jaminan hari tua (JHT) yang terdapat dalam Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, juga dikenakan PPh.
Terkait uang manfaat JHT, besaran tarif PPh Pasal 21 yang dikenakan, tercantum dalam Pasal 4 Ayat (1) PMK 16/PMK.03/2010. Dalam pasal tersebut, tarif PPh Pasal 21 untuk JHT dibagi menjadi dua, sesuai penghasilan bruto (manfaat JHT) yang diterima.
Atas penghasilan bruto sampai dengan Rp 50 juta, tarif PPh Pasal 21 yang dikenakan adalah sebesar 0%. Sementara, untuk penghasilan bruto di atas Rp 50 juta, tarif PPh Pasal 21 ditetapkan sebesar 5%.
Tak hanya itu, PPh terutang juga dikenakan apabila wajib pajak orang pribadi juga mendapatkan penghasilan dari aktivitas perdagangan saham, perdagangan aset kripto, serta menerima pembagian laba dari investasi atau dividen. Atas beberapa aktivitas ini, PPh terutang yang dikenakan bersifat final.
Sementara itu, penghasilan yang diterima dari aktivitas perdagangan saham dan aset kripto, tarif PPh terutang yang dikenakan adalah 0,1% dari jumlah bruto nilai transaksi yang dilakukan. Selain itu, penghasilan yang diperoleh dari dividen, tarif PPh terutang yang dikenakan adalah 10%.