Dikutip dari laman resmi Kemendikbud, pakaian adat merupakan simbol kebudayaan suatu daerah. Selain itu, pakaian adat juga bisa dijadikan simbol untuk menunjukkan nama daerah. Hal ini dikarenakan setiap daerah di Indonesia memiliki pakaian adat yang berbeda. Salah satu pakaian adat yang unik adalah pakaian adat Jawa Tengah.
Di Jawa Tengah, terdapat beberapa pakain adat yang masih digunakan hingga saat ini. Setiap pakaiannya pun bahkan memiliki makna dan filosofi yang sangat dalam. Pakaian adat Jawa Tengah biasanya dikenakan baik untuk keseharian maupun perayaan atau upacara adat tertentu.
Lantas, apa saja nama-nama pakaian adat Jawa Tengah? Berikut ini ulasan selengkapnya.
Pakaian Adat Jawa Tengah
Berikut ini ulasan empat pakaian adat dari Jawa Tengah yang dirangkum dari berbagai sumber
1. Solo Basahan
Dikutip dari buku berjudul "Kumpulan Istilah Penting dalam Dunia Batik" karya Ivone De Carlo, Solo Basahan adalah busana yang dipakai untuk upacara adat di keraton-keraton Jawa Tengah seperti upacara formal, pernikahan, dan lain-lain. Busana ini diberi nama dodot atau kampuh yang berupa kain panjang yang dibentuk.
Pakaian adat ini berwujud kain batik berukuran lebar kurang lebih 250 cm dan panjang kurang lebih 450 cm. Jenis pakaian ini muncul pada masa sebelum ada penjahit, sehingga hanya berupa kain yang dililit-lilit.
Cara pemakaiannya yaitu langsung di atas badan dengan bantuan jarum dan tali dan pada bagian bahunya terbuka atau seperti kemben. Pengantin pria juga terbuka pada bagian perut ke atas. Warna untuk dodot ada beberapa macam yaitu merah, hijau, biru, ungu, cokelat, hitam yang sudah divariasi sesuai permintaan pelanggan.
Motif kain ini lazimnya berupa flora dan fauna yang melambangkan kekayaan bumi Jawa. Dalam filosofi adat Jawa, Solo basahan memiliki makna untuk mengungkapkan kehidupan yang gemah ripah loh jinawi atau makmur sejahtera.
2. Jawi Jangkep
Dikutip dari laman resmi Kementerian Agama Kabupaten Wonosobo, Jawi Jangkep merupakan pakaian adat yang digunakan oleh kaum pria. Zaman dahulu pakaian jenis ini sering digunakan oleh abdi dalem kerajaan atau keraton, maupun untuk pakaian pernikahan adat Jawa Tengah.
Namun seiring dengan berkembangnya zaman, pakaian Jawi jangkep bisa digunakan dalam acara-acara formal seperti peringatan hari Kartini, hari lahir Pancasila, dan peringatan lainnya.
Penampakan dari baju jawi jangkep sekilas hampir sama dengan bekap, atasan polos berwarna hitam dan diselipkan keris di belakangnya, serta bawahan jarit atau kain batik, penutup kepala dengan blangkon dan untuk alas kaki menggunakan sandal selop atau sendak tertutup.
Pakaian Jawi Jangkep memiliki makna yang berkaitan dengan kehidupan. Filosofinya, pakaian ini dikenal dengan istilah Piwulang Sinandhi. Selain itu, kancing dalam pakaian adat beskap melambangkan semua tindakan yang diambil harus diperhitungkan sebelum kita bertindak.
3. Kebaya Jawa Tengah
Di Jawa Tengah, kebaya yang dikenakan untuk upacara pernikahan pada umumnya terbuat dari kain beludru. Namun ada juga yang lebih memilih kain sutra brokat. Sementara untuk dikenakan sehari-hari, wanita Jawa Tengah lebih memilih kain katun atau nilon.
Untuk mengenakan kebaya, wanita Jawa Tengah juga mengenakan kelengkapan lainnya, yaitu kemben untuk menutup bagian dada, tapih pinjung, dan stagen untuk mengencangkan bagian pinggang dan perut. Sementara untuk bagian bawahnya, wanita Jawa Tengah juga mengenakan kain jarik panjang.
Pada bagian rambut, wanita Jawa Tengah biasanya menata dan membentuknya menjadi konde yang rapi dengan dihiasi bunga melati di bagian atas. Tak lupa penggunaan perhiasan untuk mempercantik keseluruhan penampilan. Perhiasannya tersebut bisa berupa kalung, subang, cincin, dan gelang. Wanita Jawa Tengah juga suka membawa kipas.
4. Surjan
Dikutip dari laman resmi Kalurahan Karangsari, surjan adalah penutup badan dibuat oleh Sunan Kalijaga. Diketahui bahwa raja-raja Mataram selalu memakai Surjan hingga sekarang. Pakaian Surjan atau sirajan yang memiliki arti pepadhang atau pelita
Pakaian surjan memiliki bentuk lengan yang panjang, ujung baju runcing, leher dengan kancing 3 pasang yang berjumlah 6, dua kancing di dada kanan kiri, dan tiga buah kancing tertutup. Jenis pakaian atau baju ini bukan sekadar untuk fashion dan menutupi anggota tubuh supaya tidak kedinginan dan kepanasan serta untuk kepantasan saja.
Surjan menurut KRT Jatiningrat Tepas Dwarapura Keraton Yogyakarta, berasal dari istilah "siro" dan "jan", yang berarti pelita atau yang memberi terang. Surjan juga disebut pakaian takwa.
Oleh karena itu, Surjan memiliki makna filosofi yang cukup dalam, di antaranya bagian leher baju surjan memiliki kancing tiga pasang (enam biji kancing) yang kesemuanya itu menggambarkan rukun iman. Surjan juga memiliki dua buah kancing di bagian dada sebelah kiri dan kanan. Hal itu adalah simbol dua kalimat syahadat.
Ada pula tiga buah kancing di dalam bagian dada dekat perut yang letaknya tertutup dari luar yang menggambarkan tiga macam nafsu manusia yang harus diredam, dikendalikan, dan ditutup. Nafsu-nafsu tersebut adalah nafsu bahimah atau hewani, nafsu lauwamah atau nafsu makan dan minum, dan nafsu syaitoniah atau nafsu setan.
Terdapat lima kancing pada bagian lengan panjang kiri dan kanan. Angka 5 lazim berkaitan dengan rukun Islam yaitu syahadat, shalat, puasa, zakat, dan haji.