Proklamasi dikenal sebagai peristiwa sejarah bagi bangsa Indonesia. Tepatnya ketika Ir. Soekarno membacakan kemerdekaan yang menjadi tanda merdekanya Tanah Air dari belenggu penjajah.
Ujaran yang disampaikan Ir. Soekarno dikenal sebagai teks proklamasi yang sengaja dirumuskan pada hari kemerdekaan. Di balik itu, terdapat tokoh sejarah lain yang memiliki perannya masing-masing.
Tak terkecuali sosok yang mengetik teks proklamasi. Meski tidak merumuskan, ia menjadi saksi digagasnya ideologi yang tertuang di dalam secarik kertas dan kemudian dibacakan di depan banyak perwakilan bangsa Indonesia.
Kali ini, kami akan membahas tentang siapa yang mengetik teks proklamasi. Lengkap dengan profil dan sejarah hidupnya, simak tulisan di bawah ini.
Siapa yang Mengetik Teks Proklamasi?
Siapa yang mengetik teks proklamasi? Tidak lain adalah tokoh sejarah bernama Sayuti Melik. Diketahui bahwa pria kelahiran 1908 ini merupakan anak dari Abdul Mu’in atau Paroprawito yang kala itu menjabat sebagai kepala desa di Sleman, DIY. Sementara Ibunya bernama Sumilah.
Sayuti Melik memiliki nama lengkap Mohamad Ibnu Sayuti. Selain mengetik teks proklamasi, sosoknya juga sempat menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPRD RI) untuk wilayah Jakarta pada tahun 1971-1982.
Perannya dalam kemerdekaan Indonesia dimulai ketika dijadikan salah satu anggota baru Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Diketahui bahwa tanpa sepengetahuan Jepang, pihaknya menambah enam orang.
Awal dari peran Sayuti Melik menjadi pengetik teks proklamasi adalah keterlibatannya dalam peristiwa Rengasdengklok. Singkatnya, sejarah tentang Rengasdengklok ialah ketika Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta yang sengaja disandera agar tidak terpengaruh intervensi Jepang menjelang kemerdekaan Indonesia.
Bersama yang lain, Sayuti Melik turut hadir di kediaman Laksamana Maeda. Sementara teks proklamasi dirumuskan oleh Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, dan Achmad Soebardjo, Sayuti bersama anggota sisanya duduk di ruang depan.
Patut diketahui bahwa pada saat itu, Sayuti merupakan perwakilan dari Golongan Muda. Menjelang kemerdekaan, pihaknya dengan Golongan Tua tengah berdiskusi tentang proses hingga penyusunan naskah proklamasi.
Setelah naskah proklamasi tuntas ditulis tangan, Sayuti Melik diperintahkan untuk mengetiknya. Kala itu, ia menggunakan mesin tik milik kantor pangkalan militer Jerman.
Diketahui bahwa teks proklamasi tidak langsung diterima oleh Masyarakat. Lantaran kalimatnya yang dianggap buatan Jepang.
Sebagai penutup, Sayuti Melik menyarankan agar kertas tersebut ditandatangani oleh Soekarno dan Mohammad Hatta. Lengkap dengan “Atas nama bangsa Indonesia.” Sebelumnya, kalimat tersebut berbunyi “Wakil-wakil bangsa Indonesia.
Di lain sisi, ia juga didampingi oleh B. M. Diah yang merupakan wartawan. Sosoknyalah yang menyiarkan berita tentang kemerdekaan Indonesia.
Akhirnya teks proklamasi dibacakan di depan Masyarakat luas pada tanggal 17 Agustus 194. Tepatnya di Pegangsaan, Jakarta Timur. Hingga sekarang, momen tersebut diabadikan sebagai sejarah merdekanya Indonesia dari Jepang.
Profil Sayuti Melik
Sayuti Melik atau Mohamad Ibnu Sayuti merupakan pemuda dari Sleman, Yogyakarta. Lahir pada 22 November 1908, sosoknya sangat dikenang sebagai salah satu orang yang berperan dalam kemerdekaan Indonesia
Dibesarkan di Yogyakarta, ia menempuh pendidikan di Kota Pelajar tersebut. Kemudian, ia bersekolah di sekolah guru di Kota Solo, Jawa Tengah.
Diketahui bahwa sosoknya mempelajari banyak tentang nasionalisme dari H. A. Zurink, guru sejarahnya yang merupakan warga negara Belanda. Minatnya di bidang ini juga terlihat dari ketertarikan dengan membaca majalah Islam Bergerak sejak remaja.
Sayuti menikah dengan perempuan bernama Soerastri Karma Trimurti yang merupakan seorang jurnalis. Selain itu, ia juga dikenal sebagai aktivis perempuan di zaman setelah kemerdekaan.
Pasca Indonesia merdeka, Sayuti masih aktif menjadi politisi. Diketahui bahwa ia digaet oleh Partai Golongan Karya dan maju pada pemilihan Anggota DPRD.
Pada Oktober 1971-1977, Sayuti menjadi anggota DPRD untuk wilayah Jakarta. Kemudian pada 1977-1982, ia kembali naik jabatan di Provinsi Bali.
Selain itu, Sayuti Melik juga sempat aktif menjadi wartawan pada zamannya. Ia juga menjadi aktivis yang melek tentang hal berbau nasionalis. Itulah yang membawanya menjadi anggota Golongan Muda dan PPKI.
Sayuti terpapar beberapa ideologi dari beberapa tokoh pada masa itu. Termasuk buku, guru akademik dan spiritual.
Ia belajar banyak tentang ideologi Marxisme Kiai Misbach atau Haji Merah yang aktif melakukan syiar di Solo, Jawa Tenga. Ia bermukim di kawasan Kauman.
Sayuti juga aktif menulis tentang politik pada masa itu. Hal tersebut membuat beberapa kali ditahan oleh Belanda. Bahkan pernah dianggap membantu PKI dan diasingkan ke Boven Digul, Papua Selatan pada tahun 1926.
Pada tahun yang sama, Sayuti berkenalan dengan Ir. Soekarno di Bandung. Setelah kembali bertugas, ia lebih aktif di pergerakan bersama S. K. Trimurti, yakni perempuan yang dijadikan istri olehnya.
Keduanya bahkan membangun Koran Pesat di Semarang. Sama-sama berprofesi sebagai wartawan, Sayuti dan Trimurti melakukan berbagai tugas seperti menyusun redaksi, jasa percetakan, hingga pendistribusian.
Kerap dikenang sebagai tokoh sejarah, Sayuti Melik tutup usia pada 27 Februari 1989 di Kota Jakarta. Diketahui bahwa ia memiliki dua orang anak bernama Moesafir Karma Boediman dan Heru Baskoro.