3 Contoh Cerita Rakyat Nusantara Populer yang Sarat Pesan Moral

Freepik
Ilustrasi, cerita rakyat Nusantara.
Editor: Agung
14/9/2023, 11.57 WIB

Indonesia memiliki banyak cerita rakyat populer yang tersebar di berbagai daerah. Cerita rakyat sendiri merupakan salah satu sastra lisan yang berasal dari masyarakat dan diceritakan turun temurun untuk menyampaikan pesan moral.

Selain itu, cerita rakyat juga biasanya disampaikan dari mulut ke mulut yang membuat pengarangnya sulit diketahui. Hingga saat ini, cerita rakyat telah menjadi warisan budaya dan harus dilestarikan agar pesan moral di dalmnya bisa terus berlanjut ke generasi setelahnya. Berikut ini beberapa pilihan cerita rakyat nusantara populer yang  bisa dibaca, dilansir dari berbagai sumber.

Cerita Rakyat Nusantara

Berikut ini tiga contoh cerita rakyat nusantara terpopuler dari berbagai daerah.

1. Jaka Tarub (Jawa Tengah)

Cerita Rakyat Nusantara (Mbludus)

Sumber: buku Cerita Rakyat Nusantara oleh Sumbi Sambangsari

Dikisahkan, pada zaman dahulu hidup seorang pemuda bernama Jaka Tarub di sebuah desa di Jawa Tengah. Jaka tinggal bersama ibunya bernama mbok Milah. Ayah Jaka telah lama meninggal dan untuk menyambung hidup, Jaka dan ibunya bertani setiap hari.

Jaka Tarub gemar sekali berburu. Suatu hari ia berburu burung di tengah hutan.

Selama di hutan, ia tidak kunjung mendapatkan burung buruan. Ia terus mencari hingga tiba-tiba ia mendengar suara beberapa wanita berbincang.

Jaka Tarub penasaran dan terus mencari dimana asal suaranya karena beriringan dengan suara gemericik air. Setelah menemukannya, ia terkejut karena terdapat sekelompok bidadari sedang mandi di sebuah mata air. Bidadari tersebut memiliki paras yang sangat cantik dan muncullah ide untuk mengambil salah satu selendang dan pakaian dari para bidadari tersebut.

Sore hari setelah selesai mandi, para bidadari hendak kembali ke kayangan. Namun, salah satu bidadari tidak bisa kembali ke kayangan karena kehilangan selendang dan pakaiannya. Bidadari tersebut bernama Nawang Wulan. Lalu, Jaka Tarub yang mencurinya tiba-tiba muncul dan meminjamkan kain Jaka Tarub sendiri dan mengajak Nawang Wulan pulang ke rumahnya.

Tak kunjung kembali ke kayangan, Nawang Wulan pun menikah dengan Jaka Tarub dan beraktivitas layaknya manusia yang melakukan pekerjaan rumah tangga, seperti memasak dan mencuci. Ternyata, Nawang Wulan memiliki kesaktian yaitu ia bisa memasak nasi untuk sekeluarga hanya dengan sehelai padi ke dalam periuk. Namun kesaktian ini akan hilang jika seseorang membuka periuknya. Maka ia berpesan ke Jaka Tarub untuk tidak membuka periuk itu.

Hingga suatu hari, saat Nawang Wulan hendak mencuci pakaian dan meminta Jaka Tarub menjaga anaknya, Nawangsih. Muncul rasa penasaran Jaka Tarub dan ia membuka masakan dalam periuk.

Jaka Tarub terkejut karena selama ini Nawang Wulan memasak untuk keluarganya dengan sehelai padi. Karena inilah kesaktian Nawang Wulan pun lenyap dan ia harus memasak beras yang banyak sehingga perlahan persediaan berasnya berkurang.

Saat persediaan beras semakin menipis betapa terkejutnya Nawang Wulan karena menemukan selendang dan pakaiannya yang hilang dulu di lumbung tersebut. Nawang Wulan pun sadar bahwa selama ini selendang dan pakaiannya dicuri oleh Jaka Tarub.

Nawang pun berpesan kepada Jaka Tarub untuk merawat Nawangsih, anak mereka, karena Nawang Wulan hendak kembali pulang ke kayangan.

2. Malin Kundang (Sumatera Barat)

Cerita Rakyat Nusantara (Pinterest)

Sumber: buku Cerita Rakyat Nusantara 34 Provinsi oleh Penerbit Ruang Kata Imprint Kawan Pustaka (2017).

Alkisah di wilayah pesisir pantai wilayah Sumatera, hiduplah Ibu Rubayah dan anaknya bernama Malin Kundang. Suami Ibu Rubayah sudah lama meninggalkan mereka dan tak pernah kembali sejak itu.

Malin Kundang dan ibunya hidup sederhana berbekal berjualan kue di pasar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

“Kelak jika sudah besar aku ingin merantau. Aku harus mengubah nasib!” kata Malin Kundang suatu hari.

Ketika menginjak remaja, sebuah kapal besar merapat di pantai. Malin terkagum-kagum memandangnya. Hari itu juga ia pamit pada ibunya untuk ikut dalam kapal itu.

Ibu Rubayah semula melarangnya. “Ini kesempatan baik bagi saya, Ibu!” ujar Malin Kundang. “Belum tentu setahun sekali ada kapal besar singgah di sini.” Lanjutnya.

Akhirnya dengan berat hati, Ibu Rubayah mengizinkannya. Air matanya berlinang saat mengantarkan Malin Kundang menaiki kapal itu. Tak lupa ia membekali tiga bungkus nasi untuk bekal di perjalanan.

Ketika kapal berangkat, Ibu Rubayah hanya bisa melambaikan tangannya sambil menangis hingga kapal itu menghilang di kejauhan.

Bertahun-tahun berlalu dengan cepatnya. Setiap hari Ibu Rubayah memandang ke laut berharap anaknya pulang. Tapi tak ada kapal besar merapat ke pantai.

Kabar Malin Kundang pun tak jelas, Ibu Rubayah pun semakin tua.

Tapi dengan setia, ia tetap datang ke pantai setiap hari menantikan anaknya pulang.

Hingga suatu hari tersiar kabar dari seorang nakhoda kapal bahwa Malin Kundang telah kaya raya dan menikah dengan gadis cantik putri seorang bangsawan. Betapa bahagianya hati Ibu Rubayah mendengar hal tersebut.

Kemudian tak lama setelah itu, sebuah kapal besar dan mewah merapat di pantai. Orang-orang ramai menyambut, itulah kapal Malin Kundang.

Di anjungan kapal, Malin Kundang menggandeng tangan wanita cantik berpakaian gemerlapan.

Ibu Rubayah menguak keramaian dan berusaha menemui anaknya. “Malin, anakku!” serunya.

Namun Malin Kundang tak menggubrisnya, istrinya bahkan meludah melihat Ibu Rubayah. “Cuih! Perempuan buruk inikah ibumu? Mengapa kau bohong padaku? Bukankah kau dulu berkata bahwa ibumu bangsawan sederajat dengan kami?”

Betapa malunya Malin Kundang mendengar perkataan istrinya itu. Apalagi setelah melihat pakaian Ibu Rubayah yang dekil dan compang-camping.

Untuk menutupi rasa malunya, ia berkata “Bukan, dia bukan ibukku!” lalu diusirnya Ibu Rubayah dengan kasar.

“Hei, perempuan dekil! Enyah kau dariku! Ibuku tidak melarat sepertimu!” bahkan Malin Kundang sampai menendang ibunya.

Setelah itu, Malin Kundang memerintahkan anak buahnya agar kembali berlayar. Betapa sedih hati Ibu Rubayah. Ia menangis sambil meratap, “Ya tuhan, kalau dia memang anakku, aku mohon keadilan-Mu!”

Tak lama kemudian, tiba-tiba turunlah hujan badai amat dahsyatnya. Kapal Malin Kundang disambar petir dan pecah dihantam gelombang besar.

Pecahan kapalnya menyebar ke tepi. Setelah terang, tampak sebongkah batu menyerupai manusia terdampar di pinggir pantai. Itulah tubuh Malin Kundang yang dikutuk menjadi batu. 

3. Keong Mas (Jawa Timur)

Cerita Rakyat Nusantara (HaiBunda/Mia Kurnia Sari)

 

Sumber: Buku Dongeng Mini Nusantara Keong Mas, penerbit Bhuana Ilmu Populer (2013).

Dahulu kala di Kerajaan Daha, ada dua putri bernama Galuh Ajeng dan Candra Kirana. Galuh Ajeng iri pada Candra Kirana yang bertunangan dengan Pangeran Inu Kertapati.

Disuruhnya nenek sihir jahat untuk mengutuk saudaranya menjadi keong mas.

Suatu hari, seorang nenek tua mencari ikan di sungai. Bukannya ikan yang ditangkap, justru seekor keong mas yang didapat. Keong mas itu lantas dibawa pulang dan dipelihara dengan aman.

Esok harinya si nenek mencari ikan lagi. Nasib baik belum datang, si nenek pulang ke rumah dalam keadaan lapar. Namun alangkah terkejutnya ia, ketika melihat banyak makanan telah terjadi di meja makan.

Berkali-kali keajaiban ini terjadi. Hingga suatu si nenek berpura-pura pergi, lalu ia kembali dan mengintip. Ternyata, keong mas yang didapatkan itu berubah wujud menjadi seorang putri yang cantik.

Di sisi lain, Pangeran Inu Kertapati bingung karena tunangannya telah hilang. Ia lantas menyamar menjadi seorang rakyat jelat untuk mencari Putri Candra Kirana. Kakek Sakti kemudian memberitahu sang pangeran bahwa sang putri berada di Desa Dadapan.

Pangeran Inu Kertapati akhirnya berhasil menemukan sang pujaan hati. Begitu mereka bertemu, kekuatan sihir pun hilang. Pangeran lantas memboyong Putri Candra Kirani ke istana dan mereka hidup bahagia selamanya.