Pada tanggal 7 Desember 2023, Google Doodle menampilkan gambar kapal pinisi, sebuah kapal layar tradisional Indonesia. Doodle ini dibuat untuk merayakan sejarah dan budaya kapal pinisi yang telah menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat Indonesia selama berabad-abad.
Kapal pinisi merupakan simbol kebanggaan dan kejayaan bangsa Indonesia di bidang maritim, sekaligus menjadi saksi sejarah perjalanan bangsa ini dari masa ke masa. Kapal ini sudah ada sejak tahun 1500-an di Indonesia, dan sering digunakan oleh pelaut Konjo, Bugis, dan Mandar asal Sulawesi Selatan untuk mengangkut barang.
Untuk dapat mengenal sejarah tentang kapal pinisi, simak penjelasan lengkapnya di bawah ini.
Asal-usul Nama Pinisi
Mengutip dari laman Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya, terdapat dua teori mengenai asal-usul penamaan pinisi. Teori pertama menyatakan bahwa pinisi berasal dari kata venecia, sebuah kota pelabuhan di Italia.
Diduga dari kata venecia inilah kemudian berubah menjadi penisi menurut dialek Konjo yang selanjutnya mengalami proses fonemik menjadi pinisi.
Pengambilan nama kota tersebut diperkirakan didasari atas kebiasaan orang Bugis Makassar mengabadikan nama tempat terkenal atau mempunyai kesan istimewa kepada benda kesayangannya, termasuk perahu.
Sementara teori kedua berpendapat bahwa nama pinisi berasal dari kata panisi yang memiliki arti sisip. Mappanisi (menyisip) yaitu menyumbat semua persambungan papan, dinding, dan lantai perahu dengan bahan tertentu agar tidak kemasukan air.
Dugaan tersebut berdasar pada pendapat yang menyatakan bahwa orang Bugis yang pertama menggunakan perahu pinisi. Lopi dipanisi’ (Bugis) artinya perahu yang disisip. Diduga dari kata pinisi mengalami proses fonemik menjadi pinisi.
Sejarah Kapal Pinisi
Kapal pinisi diperkirakan sudah ada sejak tahun 1500-an oleh masyarakat Bugis dan Makassar di Sulawesi Selatan. Kapal ini digunakan sebagai kapal kargo, kapal perang, kapal penjelajah, dan kapal perdagangan yang mampu mengarungi tujuh samudera di dunia.
Kapal pinisi memiliki bentuk yang aerodinamis, kuat, dan stabil, sehingga mampu menghadapi berbagai kondisi cuaca dan ombak. Kapal ini juga memiliki kapasitas muatan yang besar, sehingga dapat mengangkut berbagai komoditas, seperti rempah-rempah, garam, kopi, kayu, dan lain-lain.
Pada masa kini, kapal pinisi masih digunakan sebagai kapal kargo, namun juga telah berkembang menjadi kapal wisata, kapal penelitian, dan kapal pendidikan. Kapal pinisi juga telah mendapatkan pengakuan internasional sebagai warisan budaya dunia.
Pada tanggal 7 Desember 2017, UNESCO menetapkan seni pembuatan kapal pinisi sebagai Karya Agung Warisan Manusia yang Lisan dan Takbenda.
Karakteristik Kapal Pinisi
Kapal pinisi ini mudah untuk dikenali. Berikut ini beberapa karakteristik umumnya:
- Memiliki 7 hingga 8 layar (tiga di depan, dua di tengah, dan dua atau tiga di bagian belakang)
- Memiliki 2 tiang utama pada bagian tengah dan belakang kapal
- Terbuat dari beberapa jenis kayu seperti besi, bitti, kandole, suryan, ulin, kesambi, dan jati
Berdasar informasi dari laman Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kemenkumham, kapal pinisi terdiri dari enam bagian, sebagai berikut:
- Anjong (segitiga penyeimbang), terletak di bagian depan kapal
- Sombala (layar utama), berukuran besar hingga 200 meter persegi
- Tanpasere (layar kecil), berbentuk segitiga dan ada di setiap tiang utama
- Cocoro pantara (layar bantu depan)
- Cocoro tangnga (layar bantu tengah)
- Tarengke (layar bantu belakang)
Kapal pinisi merupakan salah satu kekayaan budaya Indonesia yang patut dilestarikan. Kapal ini merupakan simbol dari kekuatan, kemandirian, dan kreativitas bangsa Indonesia.