Hari Bumi, Sejarah Kemunculan dan Perkembangannya

Dok. Konservasi Indonesia/Arief Indrawan
Konservasi Indonesia, Prilly Latuconsina, dan Generasi Peduli Bumi melakukan aksi damai untuk menyambut Hari Bumi. Aksi tersebut mengangkat pesan "Rayakan Hari Bumi, Lestarikan Ibu Pertiwi", di Jakarta, Minggu (21/4).
Penulis: Agung Jatmiko
22/4/2024, 09.10 WIB

Setiap tahun, pada 22 April masyarakat dunia memperingati Hari Bumi atau Earth Day sebagai pengingat akan pentingnya kesadaran dan kepekaan terhadap perubahan iklim. Tanggal ini dipilih, karena 22 April adalah hari kemunculan gerakan lingkungan modern pada 1970.

Tahun ini, tema yang diusung adalah 'Planet vs Plastic'. Tema ini bertujuan untuk memberikan perhatian pada masalah serius polusi plastik dan dampaknya terhadap alam.

Melalui tema ini, Earth Day Organization mendorong komunitas global untuk mengakhiri penggunaan plastik demi kelestarian Bumi, serta menuntut pengurangan 60% produksi semua plastik pada 2040.

Earth Day adalah peringatan global yang diadakan setiap tahun untuk mengadvokasi pelestarian lingkungan. Ini menjadi pengingat akan pentingnya melestarikan dan melestarikan lingkungan, serta mendorong individu di seluruh dunia untuk bersatu dalam upaya demi bumi yang lebih sehat dan masa depan yang lebih baik.

Seperti apa sejarah kemunculan peringatan global ini, dan bagaimana perkembangannya sejak awal dicetuskan hingga abad ke-21? Simak ulasan berikut ini.

Sejarah Peringatan dan Perkembangan Hari Bumi

Aksi memperingati Hari Bumi (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/wpa)

Mengutip www.earthday.org, Earth Day pertama kali dicetuskan oleh Gaylord Nelson, seorang Senator dari Negara Bagian Wisconsin, yang telah lama mengkawatirkan kerusakan lingkungan yang makin memburuk di Amerika Serikat (AS).

Pada dekade 1960-an, AS merupakan negara yang mengonsumsi sumber daya berbasis fosil terbesar di dunia. Industrialisme yang berkembang pesat memang mampu memakmurkan negara tersebut. Namun, di sisi lain masalah lingkungan semakin merebak dan mengancam ekosistem.

Kesadaran akan isu lingkungan semakin meningkat, dengan munculnya buku 'Silent Spring' karya Rachel Carson. Buku yang terbit pada 1962 ini berhasil terjual hingga 500.000 eksemplar di 24 negara.

Buku tersebut mewakili momen penting, karena meningkatkan kesadaran publik dan kepedulian terhadap organisme hidup, lingkungan dan hubungan yang tidak dapat dipisahkan antara polusi dan kesehatan masyarakat.

Kemudian, pada 1969 terjadi bencana tumpahan minyak di Santa Barbara, California. Melihat ancaman terhadap lingkungan yang semakin besar, Nelson ingin memunculkan kesadaran publik tentang polusi udara dan air.

Dengan mengadopsi semangat anti-perang, Nelson mengumumkan gagasan untuk mengajar di kampus-kampus dan ke media nasional. Ia kemudian membujuk Pete McCloskey, seorang anggota Kongres Partai Republik yang peduli akan lingkungan dan pentingnya konservasi.

Mereka akhirnya merekrut Denis Hayes, seorang aktivis muda, untuk mengatur pengajaran di kampus. Tanggal 22 April kemudian dipilih untuk menjalankan program pengajaran perdana tersebut. Tanggal ini dipilih, karena merupakan hari kerja yang jatuh antara liburan musim semi dan ujian akhir, untuk memaksimalkan partisipasi mahasiswa.

Periode Awal Gerakan Hari Bumi

Menyadari pentingnya isu lingkungan, Hayes membangun organisasi beranggotakan 85 staf untuk mempromosikan isu kerusakan lingkungan di seluruh AS. Tujuannya adalah, untuk memberikan awareness kepada masyarakat AS dan menginspirasi mereka untuk aktif dalam upaya-upaya menangani krisis lingkungan.

Upaya tersebut kemudian diperluas, dengan mencakup berbagai organisasi, kelompok agama, dan lain-lain. Hayes bersama organisasinya kemudian mengubah nama menjadi 'Hari Bumi', yang segera memicu perhatian media nasional, dan tertangkap di seluruh negeri.

Hari Bumi menginspirasi 20 juta orang Amerika, yang pada saat itu mencakup 10% dari total populasi AS, untuk turun ke jalan, taman, dan auditorium. Mereka berdemonstrasi menentang dampak 150 tahun pembangunan industri yang telah meninggalkan warisan manusia yang serius, yaitu kerusakan lingkungan.

Tak hanya itu, ribuan perguruan tinggi dan universitas juga mengorganisir protes terhadap kerusakan lingkungan. Pada tahun ini, terjadi demonstrasi besar-besaran dari pantai ke pantai di kota-kota besar, kota kecil, dan komunitas.

Gerakan yang diinisiasi Hayes ini menyatukan berbagai kelompok, yang sebelumnya telah berjuang secara individu melawan tumpahan minyak, polusi pabrik dan pembangkit listrik, limbah mentah, pembuangan racun, pestisida, jalan raya, hilangnya hutan belantara dan kepunahan satwa liar.

Kemunculan Hari Bumi pada 1970 mencapai keselarasan politik yang langka, di mana mendapatkan dukungan dari Partai Republik dan Demokrat AS. Selain itu, gerakan ini mendapatkan dukungan dari semua kalangan, baik kaya maupun miskin, penduduk kota dan pedesaan, pemimpin bisnis dan kaum buruh.

Pada akhir 1970, gerakan ini membuahkan hasil, dengan dibentuknya Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat atau Environmental Protection Agency (EPA). Selain itu, Kongres AS juga mengesahkan beberapa Undang-undang (UU) lingkungan yang sangat penting.

UU yang dimaksud antara lain, UU Pendidikan Lingkungan Nasional (National Environmental Education Act), UU Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Occupational Safety and Health Act), dan UU Lingkungan Hidup Bersih (Clean Air Act). UU Udara. Dua tahun kemudian, Kongres AS mengesahkan UU Air Bersih (Clean Water Act).

Satu tahun kemudian, Kongres AS mengesahkan UU Spesies yang Terancam Punah (Endangered Species Act), diikuti UU Insektisida, Fungisida, dan Rodentisida (Federal Insecticide, Fungicide, and Rodenticide Act). Beberapa UU ini telah melindungi jutaan pria, wanita dan anak-anak dari penyakit dan kematian, serta mampu melindungi ratusan spesies dari kepunahan.

Periode 1990-2000: Hari Bumi Menjadi Gerakan Global

Aksi Hari Bumi (Dok.Konservasi Indonesia/Arief Indrawan)

Meski menghasilkan dampak yang nyata terhadap upaya pelestarian lingkungan dan ekosistem di dalamnya, gerakan Hari Bumi selama dua dekade sejak kemunculannya belum menjadi gerakan global. Hari Bumi masih berpusat di AS, dan belum menjadi gerakan menyeluruh di seluruh dunia.

Baru memasuki 1990, Hari Bumi menjadi gerakan global. Ini ditandai dengan upaya sekelompok pemimpin lingkungan mendekati Hayes untuk sekali lagi mengatur kampanye besar lainnya. Kali ini, Hari Bumi mengglobal, dengan sukses memobilisasi 200 juta orang di 141 negara dan mengangkat isu lingkungan ke panggung dunia.

Hari Bumi 1990 memberikan dorongan besar untuk upaya peningkatan kesadaran akan kerusakan lingkungan dan pentingnya upaya pelestarian di seluruh dunia. Gerakan Hari Bumi pada 1990 membuka jalan terselenggaranya KTT Bumi Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations Earth Summit) yang diselenggarakan di Rio de Janeiro, Brazil pada 1992.

Hal ini juga mendorong Presiden AS Bill Clinton untuk memberikan Senator Nelson penghargaan Presidential Medal of Freedom untuk perannya sebagai pencetus Hari Bumi. Ini merupakan penghargaan tertinggi yang diberikan kepada warga sipil di AS.

Menjelang akhir abad ke-20, gerakan Hari Bumi semakin mengglobal, dan tak hanya mengangkat isu lingkungan sebagai dampak dari industrialisme. Menyambut masuknya dunia menuju abad ke-21, isu Hari Bumi meluas ke masalah pemanasan global dan mendorong pemanfaatan energi bersih secara luas.

Tepat memasuki millenium abad ke-21, gerakan Hari Bumi semakin mengglobal, dengan diikuti 5.000 kelompok lingkungan di 184 negara dan menjangkau ratusan juta orang. Memanfaatkan internet yang sudah menjelma sebagai infrastruktur global, Hari Bumi berhasil menyatukan berbagai organisasi lingkungan dan mengorganisasi aktivis di seluruh dunia.

30 tahun sejak kemunculannya, Hari Bumi 2000 mengirimkan pesan yang lantang dan jelas kepada para pemimpin dunia. Bahwa masyarakat global menginginkan tindakan yang tegas untuk menangani masalah pemanasan global dan mendorong penggunaan energi bersih.

Perkembangan Hari Bumi 2010 hingga Kini

Selama satu dekade sejak Hari Bumi semakin mengglobal, gerakan ini masih menghadapi tantangan besar. Sama seperti saat kemunculannya hingga perjalanannya selama tiga dekade lebih, Hari Bumi menghadapi penentangan sinisme penyangkal perubahan iklim, pelobi perusahaan minyak, politisi yang diam, publik yang tidak tertarik atau pasif, dan komunitas lingkungan yang terpecah.

Namun, menghadapi tantangan-tantangan ini, Hari Bumi tetap mengglobal dan makin menjangkau banyak orang. Selama satu dekade hingga 2020 Hari Bumi berhasil membangkitkan kesadaran di 193 negara. Hari Bumi akhirnya berhasil melibatkan 1 miliar orang setiap tahunnya dan menjadi batu loncatan utama di sepanjang jalur keterlibatan seputar perlindungan lingkungan.

Aksi memperingati Hari Bumi (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/wpa)

Memasuki dekade 2020, Hari Bumi secara luas diakui sebagai salah satu perayaan besar dunia, yang ditandai oleh lebih dari satu miliar orang setiap tahun. Earth Day diperingati sebagai hari aksi untuk mengubah perilaku manusia dan menciptakan perubahan kebijakan global, nasional, dan lokal.

Saat ini, perjuangan untuk lingkungan yang bersih berlanjut dengan urgensi yang meningkat, karena kerusakan akibat perubahan iklim menjadi semakin nyata setiap hari. Seiring dengan tumbuhnya kesadaran akan krisis iklim, begitu pula mobilisasi masyarakat, yang mencapai puncaknya di seluruh dunia saat ini.

Semakin besarnya gerakan untuk menciptakan lingkungan yang bersih ini, berangkat dari rasa kecewa dengan rendahnya ambisi setelah adopsi Perjanjian Paris pada 2015. Dipicu oleh rasa frustrasi dengan lambannya pemerintahan negara-negara di dunia, komunitas pun bangkit menuntut tindakan yang jauh lebih besar bagi kelestarian Bumi.

Earth Day Organization mengemukakan, kesadaran lingkungan yang terlihat pada 1970 bangkit kembali saat ini. Ini ditandai dengan munculnya generasi muda yang penuh ide-ide segar, dan frustrasi dengan keadaan, yang menolak untuk menerima basa-basi dan menuntut jalan baru ke depan.

Peringatan Hari Bumi semakin menyebar luas dengan masifnya penggunaan media sosial, yang berperan besar mendorong kesadaran generasi muda akan lingkungan. Media sosial mampu mendorong diskusi, protes, pemogokan, dan mobilisasi mengenai isu lingkungan kepada audiens global, menyatukan warga yang peduli yang belum pernah ada sebelumnya dan mengkatalisasi antar generasi untuk bergabung bersama menghadapi tantangan terbesar yang dihadapi umat manusia.