5 Puisi Hari Buruh 2024 Inspiratif untuk Dibagikan di Media Sosial

Freepik
Ilustrasi, poster peringatan Hari Buruh.
Editor: Agung
30/4/2024, 10.00 WIB

Hari Buruh atau May Day selalu diperingati tanggal 1 Mei setiap tahunnya. Adapunn tujuan dari peringatan ini yaitu untuk mengenang dan menghargai perjuangan para pekerja dalam mencapai hak-hak mereka yang adil dan layak.

Hari Buruh sendiri bermula dari abad ke-19 dimana saat itu para buruh di Amerika Serikat menuntut jam kerja yang lebih manusiawi, yaitu maksimal 8 jam per hari.

Puncaknya, tahun 1886, terjadi peristiwa Haymarket di Chicago yang menjadi pemicu penetapan 1 Mei sebagai Hari Buruh Internasional.

Di Indonesia, Hari Buruh mulai rutin dirayakan sejak masa reformasi. Namun,  sejak 1 Mei 2013, Hari Buruh ditetapkan sebagai Hari Libur Nasional.

Ada banyak cara untuk memeriahkan Hari Buruh 2024 pada 1 Mei yang akan datang. Salah satunya yaitu dengan membagikan puisi yang inspiratif di media sosial.

Berikut di bawah ini beberapa puisi yang bisa dibagikan.

Puisi Hari Buruh

Berikut ini lima puisi inspiratif dari berbagai penulis yang bisa dibagikan di media sosial bila ingin turut serta dalam memperingati Hari Buruh 2024 pada 1 Mei mendatang.

Puisi Hari Buruh (Freepik) 

Buruh

Karya: Mas Tomo 

Jiwamu ada di setiap jengkal kehidupan

Merana dalam tetes keringat yang tak mapan

Keluh kesah tanpa kepastian

Hanyut dalam kehidupan 

Buruh!

Selalu andil mengantarkan perputaran rupiah dan dolar

Mengembangkan usaha yang tak pernah kelar

Berpacu waktu tanpa henti

Dengan kulit terbakar 

Buruh!

Jiwamu hampa

Penuh keluh kesah

Yang tak pernah cukup sampai bumi ini terbelah. 

Buruh!

Tertekan dalam dinamika kehidupan

Tertekan dalam kerja yang tak mapan

Keringat belum kering tuntutan sudah di depan mata 

Buruh!

Datang lebih awal

Berkeringat tiada henti

Dan pulang paling akhir 

Buruh!

Statusmu menghujam sampai jantung tidak berdenyut

Mengharu biru tiada henti

Memberikan Hasil yang tak pasti 

Buruh!

Membuat hari semakin jauh

Jauh dari kemapanan jiwa dan rumah tangga

Jauh dari kehidupan semestinya 

Buruh!

Hidupmu tanpa kepastian

Meregang nyawa setiap harinya

Membabi buta untuk bertahan hidup sampai ajal menghampirinya. 

Buruh Bercerita

Oleh: Gusti Addi 

Kau tahu siapa yang terhimpit

Dalam kefanaan yang sempit?

Dia yang menciptakan gedung-gedung tinggi

Menjalankan roda-roda gerigi pabrik industri

Tak kenal lelah demi sesuap nasi 

Mereka para buruh yang jadi tiang pancang

Peradaban yang semakin pincang

Memaksa para buruh merayakan sayuh dan peluh

Dengan gaji picisan tanpa boleh mengeluh

Beberapa tak anggap mereka manusia

Dipaksa bekerja walau hamil tua

Dipaksa bekerja walau lembur tak dibayar jua 

Gaung ancaman kemiskinan

Boleh jadi sebab rubuhnya para buruh

yang jadi tiang pancang peradaban

dan matinya harapan atas kesejahteraan 

Tapi mereka ialah kesatria abadi

Tak lelah berjuang melepaskan diri dari ironi

Demi kebahagiaan anak serta istri Dengan puisi buruh bercerita

Maka siapa pula yang berani membungkamnya? 

Nasib Buruk Buruh

Oleh: Sartika 

Buruh

Masukmu dibatasi waktu tak bertoleransi

Disiplinmu harga mati tiada henti

Tenagamu menjadi saksi bisu berkurangnya umurmu 

Buruh

Semua yang ada dihadapanmu

Menjadi tantangan akan hari esok

Entah selamat atau binasa dimakan waktu 

Buruh

Terbatas penghasilanmu

Sesuai dengan keahlian tubuhmu

Tak mungkin melebihi bosmu 

Buruh

Salah menjadi modal untuk ditegur

Benar menjadi investasi loyalitas

Semua itu tak akan merubah derajatmu 

Buruh

Hari esok tidak tahu

Terbatas umur dan waktu

Menyatu menjadi satu dalam statusmu 

Buruh

Sangat terbatas waktumu

Menjadi satu dalam genggaman hasil tak tentu

Setiap hari dan setiap waktu 

Buruh

Terkunci mulut untuk bicara

Bagaikan robot yang bernyawa

Bagaikan sapi perahan di zaman serba ada 

Seorang Buruh Masuk Toko

Karya: Wji Thukul 

Masuk toko yang pertama kurasa adalah cahaya yang terang benderang

tak seperti jalan-jalan sempit di kampungku yang gelap sorot mata para penjaga

dan lampu-lampu yang mengitariku seperti sengaja hendak menunjukkan

dari mana asalku aku melihat kakiku - jari-jarinya bergerak 

Aku melihat sandal jepitku aku menoleh ke kiri ke kanan - bau-bau harum

aku menatap betis-betis dan sepatu bulu tubuhku berdiri merasakan desir 

Kipas angin yang berputar-putar halus lembut badanku makin mingkup

aku melihat barang-barang yang dipajang aku menghitung-hitung

aku menghitung upahku aku menghitung harga tenagaku yang menggerakkan mesin-mesin di pabrik

aku melihat harga-harga kebutuhan di etalase aku melihat bayanganku makin letih

dan terus diisap (10 september 1991)

Peringatan

Karya: Wji Thukul 

Jika rakyat pergi

ketika penguasa pidato

kita harus hati-hati

Barangkali mereka putus asa 

Kalau rakyat bersembunyi

dan berbisik-bisik

ketika membicarakan masalahnya sendiri

penguasa harus waspada dan belajar mendengar

Penguasa harus waspada dan belajar mendengar 

Bila rakyat berani mengeluh

itu artinya sudah gawat

dan bila omongan penguasa

tidak boleh dibantah

kebenaran pasti terancam 

Apabila usul ditolak tanpa ditimbang

suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan

dituduh subversif dan mengganggu keamanan

maka hanya ada satu kata, lawan!

Itulah lima puisi Hari Buruh inspiratif dari berbagai penulis termasuk dari Wiji Thukul yang bisa dijadikan dibagikan di media sosial.