Hari Buruh atau May Day selalu diperingati tanggal 1 Mei setiap tahunnya. Adapunn tujuan dari peringatan ini yaitu untuk mengenang dan menghargai perjuangan para pekerja dalam mencapai hak-hak mereka yang adil dan layak.
Hari Buruh sendiri bermula dari abad ke-19 dimana saat itu para buruh di Amerika Serikat menuntut jam kerja yang lebih manusiawi, yaitu maksimal 8 jam per hari.
Puncaknya, tahun 1886, terjadi peristiwa Haymarket di Chicago yang menjadi pemicu penetapan 1 Mei sebagai Hari Buruh Internasional.
Di Indonesia, Hari Buruh mulai rutin dirayakan sejak masa reformasi. Namun, sejak 1 Mei 2013, Hari Buruh ditetapkan sebagai Hari Libur Nasional.
Ada banyak cara untuk memeriahkan Hari Buruh 2024 pada 1 Mei yang akan datang. Salah satunya yaitu dengan membagikan puisi yang inspiratif di media sosial.
Berikut di bawah ini beberapa puisi yang bisa dibagikan.
Puisi Hari Buruh
Berikut ini lima puisi inspiratif dari berbagai penulis yang bisa dibagikan di media sosial bila ingin turut serta dalam memperingati Hari Buruh 2024 pada 1 Mei mendatang.
Buruh
Karya: Mas Tomo
Jiwamu ada di setiap jengkal kehidupan
Merana dalam tetes keringat yang tak mapan
Keluh kesah tanpa kepastian
Hanyut dalam kehidupan
Buruh!
Selalu andil mengantarkan perputaran rupiah dan dolar
Mengembangkan usaha yang tak pernah kelar
Berpacu waktu tanpa henti
Dengan kulit terbakar
Buruh!
Jiwamu hampa
Penuh keluh kesah
Yang tak pernah cukup sampai bumi ini terbelah.
Buruh!
Tertekan dalam dinamika kehidupan
Tertekan dalam kerja yang tak mapan
Keringat belum kering tuntutan sudah di depan mata
Buruh!
Datang lebih awal
Berkeringat tiada henti
Dan pulang paling akhir
Buruh!
Statusmu menghujam sampai jantung tidak berdenyut
Mengharu biru tiada henti
Memberikan Hasil yang tak pasti
Buruh!
Membuat hari semakin jauh
Jauh dari kemapanan jiwa dan rumah tangga
Jauh dari kehidupan semestinya
Buruh!
Hidupmu tanpa kepastian
Meregang nyawa setiap harinya
Membabi buta untuk bertahan hidup sampai ajal menghampirinya.
Buruh Bercerita
Oleh: Gusti Addi
Kau tahu siapa yang terhimpit
Dalam kefanaan yang sempit?
Dia yang menciptakan gedung-gedung tinggi
Menjalankan roda-roda gerigi pabrik industri
Tak kenal lelah demi sesuap nasi
Mereka para buruh yang jadi tiang pancang
Peradaban yang semakin pincang
Memaksa para buruh merayakan sayuh dan peluh
Dengan gaji picisan tanpa boleh mengeluh
Beberapa tak anggap mereka manusia
Dipaksa bekerja walau hamil tua
Dipaksa bekerja walau lembur tak dibayar jua
Gaung ancaman kemiskinan
Boleh jadi sebab rubuhnya para buruh
yang jadi tiang pancang peradaban
dan matinya harapan atas kesejahteraan
Tapi mereka ialah kesatria abadi
Tak lelah berjuang melepaskan diri dari ironi
Demi kebahagiaan anak serta istri Dengan puisi buruh bercerita
Maka siapa pula yang berani membungkamnya?
Nasib Buruk Buruh
Oleh: Sartika
Buruh
Masukmu dibatasi waktu tak bertoleransi
Disiplinmu harga mati tiada henti
Tenagamu menjadi saksi bisu berkurangnya umurmu
Buruh
Semua yang ada dihadapanmu
Menjadi tantangan akan hari esok
Entah selamat atau binasa dimakan waktu
Buruh
Terbatas penghasilanmu
Sesuai dengan keahlian tubuhmu
Tak mungkin melebihi bosmu
Buruh
Salah menjadi modal untuk ditegur
Benar menjadi investasi loyalitas
Semua itu tak akan merubah derajatmu
Buruh
Hari esok tidak tahu
Terbatas umur dan waktu
Menyatu menjadi satu dalam statusmu
Buruh
Sangat terbatas waktumu
Menjadi satu dalam genggaman hasil tak tentu
Setiap hari dan setiap waktu
Buruh
Terkunci mulut untuk bicara
Bagaikan robot yang bernyawa
Bagaikan sapi perahan di zaman serba ada
Seorang Buruh Masuk Toko
Karya: Wji Thukul
Masuk toko yang pertama kurasa adalah cahaya yang terang benderang
tak seperti jalan-jalan sempit di kampungku yang gelap sorot mata para penjaga
dan lampu-lampu yang mengitariku seperti sengaja hendak menunjukkan
dari mana asalku aku melihat kakiku - jari-jarinya bergerak
Aku melihat sandal jepitku aku menoleh ke kiri ke kanan - bau-bau harum
aku menatap betis-betis dan sepatu bulu tubuhku berdiri merasakan desir
Kipas angin yang berputar-putar halus lembut badanku makin mingkup
aku melihat barang-barang yang dipajang aku menghitung-hitung
aku menghitung upahku aku menghitung harga tenagaku yang menggerakkan mesin-mesin di pabrik
aku melihat harga-harga kebutuhan di etalase aku melihat bayanganku makin letih
dan terus diisap (10 september 1991)
Peringatan
Karya: Wji Thukul
Jika rakyat pergi
ketika penguasa pidato
kita harus hati-hati
Barangkali mereka putus asa
Kalau rakyat bersembunyi
dan berbisik-bisik
ketika membicarakan masalahnya sendiri
penguasa harus waspada dan belajar mendengar
Penguasa harus waspada dan belajar mendengar
Bila rakyat berani mengeluh
itu artinya sudah gawat
dan bila omongan penguasa
tidak boleh dibantah
kebenaran pasti terancam
Apabila usul ditolak tanpa ditimbang
suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan
dituduh subversif dan mengganggu keamanan
maka hanya ada satu kata, lawan!
Itulah lima puisi Hari Buruh inspiratif dari berbagai penulis termasuk dari Wiji Thukul yang bisa dijadikan dibagikan di media sosial.