Peristiwa bunuh diri seorang sopir taksi di Mampang Prapatan, Jakarta Selatan beberapa hari lalu masih menjadi bahan perbincangan. Sebab, Zulfandi, 35 tahun, diduga mengakhiri hidupnya akibat terjerat fintech.
Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hendrikus Passagi menyayangkan kejadian itu. Menurutnya, fintech (financial technology) pinjam meminjam semestinya tidak mempersulit penggunanya.
(Baca: Cegah Bunuh Diri Nasabah Fintech, OJK Atur Bunga hingga Asuransi)
Otoritas pun telah membuat beberapa ketentuan untuk melindungi pengguna. Misalnya, untuk pengajuan izin, OJK kini mewajibkan fintech bekerja sama dengan perusahaan asuransi untuk penjaminan kredit.
Dengan begitu, jika ada tunggakan lebih dari tiga bulan, perusahaan asuransi akan menanggung kerugian atas kredit macet. Maka, perusahaan fintech terkait tak boleh lagi menagih ke pengguna. “Kalau masih ditagih, lapor ke OJK. Kami batalkan tanda daftarnya,” ujar Hendrikus di Jakarta, Kamis (14/2).
(Baca: Musim Penutupan Fintech Ilegal)
Selain itu, untuk kredit konsumtif, ada batasan bunga hingga jumlahnya tak boleh melebihi utang pokok. Rinciannya, besaran bunga dibatasi 0,8 persen per hari dan batas maksimal pinjaman 90 hari. Dengan begitu, bunga dan biaya lainnya tidak lebih dari 100 persen.