Rusia gagal membayar utang sebesar US$ 100 juta atau sekitar Rp 1,5 triliun setelah melewatkan tenggat pada Minggu (26/6). Kejadian ini merupakan yang pertama kalinya sejak 1998.
Masalah tersebut bukan perkara Rusia kesulitan keuangan. Namun, Kremlin tidak bisa melakukan pembayaran karena terkena sanksi ekonomi.
Sanksi itu merupakan aksi balasan dari negara-negara Barat karena Rusia menginvasi Ukraina. Negara Beruang Merah menjadi tak punya akses ke jaringan perbankan internasional.
Melansir dari BBC, utang sebesar US$ 100 juta sebenarnya jatuh tempo pada 27 Mei lalu. Uangnya telah dikirim ke Euroclear, bank yang mendistribusikan pembayaran kepada investor.
Namun, pembayaran itu terhenti karena Rusia terkena sanksi ekonomi. Dampaknya, kreditur sampai kini belum menerima uang tersebut hingga tenggat pada Minggu malam.
Default atau gagal bayar utang tampaknya tak terelakkan ketika Departemen Keuangan AS memutuskan tidak memberikan pengecualian khusus untuk sanksi ke Rusia. Investor asing juga dilarang menerima pembayaran dari negara tersebut.
Dengan kondisi tersebut, Kremlin telah mengeluarkan dekrit pada 23 Juni lalu. Semua pembayaran utang di masa depan akan dilakukan dalam rubel melalui bank Rusia. Kebijakan ini berlaku bahkan ketika uangnya dalam dolar atau mata uang lainnya.
Menteri Keuangan Anton Siluanov mengatakan situasi tersebut bukan murni default. Pemerintahnya bukan menolak membayar atau perekonomiannya yang lemah. “Seluruh situasi ini terlihat seperti lelucon,” katanya.