Rapuhnya Indonesia Menghadapi Covid-19

Tiga provinsi yang menjadi pusat mobilitas penduduk dinilai paling rentan terhadap Covid-19. Di sisi lain, masih ada provinsi yang tidak didukung layanan kesehatan memadai. Kondisi ini berpotensi memicu ledakan pandemi corona di Indonesia pada bulan April hingga Mei nanti.

Tim Newslab Katadata


03/04/2020, 10.00 WIB


Hingga 2 April 2020, total kasus positif Covid-19 di Indonesia telah mencapai 1.790 orang yang tersebar di 31 provinsi. Angka ini diperkirakan akan terus bertambah ketika pandemi mencapai puncaknya dalam 1-2 bulan ke depan.

Salah satu sebabnya adalah banyak kasus yang tidak terlaporkan. Studi Centre for Mathematical Modelling of Infectious Diseases (CMMID) mencatat, hanya 4,5 persen kasus corona yang tercatat di Indonesia. Perhitungan lembaga riset yang berbasis di London itu memang masih akan diperbarui, tapi ini mengindikasikan kasus pandemi Covid-19 di tanah air masih jauh dari puncak.

Berdasarkan data Gugus Tugas Covid-19, mayoritas kasus positif virus corona berada di DKI Jakarta. Di provinsi ini terdapat 897 kasus yang terkonfirmasi positif, atau 50 persen dari total kasus nasional.

Sejumlah provinsi lain yang mencatatkan jumlah pasien positif Covid-19 terbanyak adalah Jawa Barat dan Banten. Dua provinsi yang juga berperan sebagai penyangga Ibu kota ini mencatatkan kasus positif sebanyak 223 dan 164 kasus. Selain itu, daerah Jawa Timur dan Jawa Tengah mempunyai kasus positif yang cukup tinggi.

Jumlah kasus ini dikhawatirkan akan terus bertambah karena adanya arus mudik masyarakat ke daerah-daerah sejak berkurangnya aktivitas kerja di Jakarta melalui program work from home hingga momen bulan Ramadan dan Lebaran akhir Mei mendatang.

Foto: ANTARA FOTO/Fauzan/foc.
Foto: ANTARA FOTO/FB Anggoro/aww.
Foto: Adi Maulana Ibrahim | KATADATA

Kerentanan Jakarta dan Daerah


Tingginya kasus di daerah sekitar Ibu Kota ini sejalan dengan Indeks Kerentanan Provinsi terhadap Covid-19 yang disusun oleh Katadata Insight Center (KIC). Indeks yang dirilis pada 3 April ini mengukur kerentanan daerah terhadap penyebaran corona melalui tiga indikator risiko.

Pertama, risiko terkait dengan karakteristik daerah seperti jumlah penduduk, kepadatan, hingga akses terhadap hunian yang layak. Kedua, risiko Kesehatan Penduduk seperti jumlah penduduk lanjut usia, hingga persentase penduduk yang merokok. Ketiga, risiko terkait mobilitas penduduk seperti jumlah penumpang pesawat dan mobilitas pekerja.

Hasilnya, DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat paling rentan terhadap pandemi Covid-19 dibandingkan provinsi-provinsi lain. Tiga provinsi itu menanggung risiko dari mobilitas penduduk yang tinggi, padat penduduk ditambah dengan kualitas udara yang buruk.

“Lalu lintas penduduk yang tinggi membuat tiga provinsi tersebut menjadi rentan terhadap penyebaran Covid-19 ,”  kata Mulya Amri, Direktur Riset Katadata, dalam acara Press Briefing “Siapkah Daerah Menghadapi Pandemi: Peluncuran Indeks Kerentanan Provinsi terhadap Covid-19” di Jakarta, Jumat (3/4).

Skor ketiga provinsi ini jauh lebih tinggi daripada provinsi yang paling rentan berikutnya, yaitu Kepulauan Riau. Urutan ke-4 hingga akhir mempunyai skor yang relatif landai dan seragam. Artinya, terdapat jarak lebar kerentanan antara DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat dengan 31 provinsi lain.

Ketiga provinsi itu memiliki skor kerentanan berdekatan karena terkait dalam kawasan megapolitan Jabodetabek. Kawasan ini menampung lebih 10% jumlah penduduk Indonesia dalam kepadatan mendekati 5.000 orang per km2. Untuk lebih detailnya, skor indeks dan sub-indeks ini bisa diakses melalui lamn website Databoks.

Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/wsj.
Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/wsj.

DKI Jakarta


DKI Jakarta paling rentan dengan skor 47,0. Risiko mobilitas penduduk dan karakteristik daerah Ibu Kota mempunyai skor masing-masing 59,5 dan 49,83. Kedua sub indeks ini menempati porisi teratas. Namun, risiko kesehatan penduduk DKI Jakarta terlihat sangat rendah, bahkan terendah dibandingkan provinsi-provinsi lain.

Sebagai pusat pemerintahan sekaligus pusat ekonomi dan bisnis, DKI menanggung beban besar, termasuk daerah penyangga di sekitarnya. Penggunaan transportasi yang padat juga berperan dalam cepatnya penyebaran Covid-19.

Banten


Sebagai salah satu penyangga Jakarta dengan beberapa kota metropolitan, Banten menempati posisi kedua dengan Indeks Kerentanan sebesar 45,5. Berbeda dengan Jakarta, risiko terbesar yang dihadapi Banten adalah kondisi kesehatan penduduk dengan skor sub indeks 54,4.

Meski bukan tertinggi, angka ini berada di atas nilai tengah provinsi-provinsi di Indonesia. Tingginya risiko kesehatan penduduk Banten karena besarnya penduduk yang merokok, ditambah minimnya penduduk yang memiliki jaminan kesehatan. Selain itu, angka kesakitan di provinsi ini terbilang tinggi dibanding provinsi lain.

Skor mobilitas penduduk dan karakteristik daerah juga tinggi. Besarnya pekerja yang bekerja di luar kota termasuk ke Jakarta, membuat provinsi ini rentan terhadap penyebaran corona. Selain itu, kualitas udara  menempati urutan terburuk kedua setelah DKI Jakarta.

Jawa Barat


Nilai Indeks Kerentanan provinsi ini sebesar 43,6. Serupa dengan Banten, risiko tertinggi yang dihadapi adalah kondisi kesehatan penduduk yaitu tingginya perokok dan minimnya penduduk yang memiliki jaminan kesehatan. Skor risiko kesehatan penduduk Jawa Barat termasuk 10 provinsi tertinggi.

Tingginya kerentanan Covid-19 di Jawa Barat juga disebabkan risiko karakteristik daerah, yaitu banyaknya jumlah penduduk dan kualitas udara yang tidak terlalu baik.

Sedangkan risiko mobilitas penduduk paling rendah dibandingkan sub indeks lain. Meskipun, persentase pekerja yang bekerja di luar kabupaten/kota tempat tinggalnya cukup tinggi sehingga rentan terhadap penyebaran Covid-19. Pekerja ini rata-rata berada pada daerah sekitar Ibu Kota, yakni Depok, Bekasi, hingga Bogor.

Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/aww.

Kondisi Layanan Kesehatan


Sebagai pembanding kerentanan dan kondisi risiko, Katadata Insight Center juga memetakan kondisi layanan kesehatan provinsi dalam menghadapi Covid-19. Dalam pemetaan ini, parameter yang digunakan yaitu keberadaan fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan per penduduk, serta ketersediaan anggaran kesehatan yaitu besarnya APBD untuk fungsi kesehatan per kapita.

Hasilnya, meski mempunyai kerentanan yang tinggi, DKI Jakarta memiliki kondisi layanan kesehatan paling memadai dibandingkan provinsi lain. Ibu Kota unggul pada semua parameter, baik ketersediaan fasilitas, tenaga medis, hingga anggaran sektor kesehatan.

Bahkan dengan skor 82, DKI Jakarta unggul jauh dibandingkan provinsi lain. Di bawahnya ada Sulwesi Utara dengan skor 59,6 dan diikuti provinsi lain yang nilainya tak terpaut jauh.

Namun, Jawa Barat dan Banten yang merupakan provinsi dengan kerentanan tinggi terhadap Covid-19, ternyata tidak didukung oleh layanan kesehatan memadai. Tingginya jumlah penduduk pada dua provinsi ini tak sebanding dengan kondisi layanan kesehatan yang relatif minim.

“Ini akan menjadi tantangan bagi provinsi-provinsi tersebut dalam menghadapi Covid-19,” kata Mulya. Ia menambahkan, adanya keunikan pada provinsi-provinsi dengan layanan kesehatan terendah adalah Jawa Barat, Lampung, dan Banten, yang notabene bukan provinsi miskin.

“Tapi, karena memiliki jumlah penduduk yang besar, provinsi-provinsi ini berpotensi mengalami tekanan pada anggaran kesehatan dan fasilitas kesehatan publik, terutama pada saat wabah Covid-19 ini,” ujar Mulya.

Jika disandingkan, DKI Jakarta paling rentan menghadapi Covid-19 namun memiliki dukungan layanan kesehatan yang memadai. Sebaliknya, Banten dan Jawa Barat yang memiliki kerentanan tinggi, belum mempunyai layanan kesehatan memadai. Sedangkan provinsi lain cenderung mengumpul pada titik dengan karakteristik yang serupa. 

Foto: Adi Maulana Ibrahim|Katadata

Pentingnya Jaga Jarak


Menurut Mulya, indeks kerentanan ini dapat menjadi referensi bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan untuk menekan penyebaran virus Covid-19 di tengah masyarakat. Untuk provinsi dengan tingkat mobilitas tinggi dan padat penduduk yaitu DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat, misalnya penanganannya lebih tepat dengan physical distancing (jaga jarak fisik) dan pembatasan aktivitas di luar rumah.

Menurut perhitungan asisten profesor di Fakultas Kedokteran Universitas California Robert Signer, satu orang positif Covid-19 yang tidak melakukan jaga jarak bisa menyebabkan 406 orang lain terinfeksi pada hari ke-30. Namun, jika dia mengurangi kontak fisik sebesar 50 persen, jumlah penularannya bisa turun menjadi 15 orang pada periode waktu yang sama.

Foto: Adi Maulana Ibrahim | Katadata
Foto: Adi Maulana Ibrahim | Katadata

Pada pertengahan pekan ini, Presiden Joko Widodo menetapkan status kedaruratan kesehatan masyarakat untuk mengatasi pandemi Covid-19 di Indonesia. Jokowi juga memutuskan berlakunya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Pemilihan Pembatasan Sosial Berskala Besar karena Indonesia sudah belajar dari pengalaman negara lain yang menetapkan lockdown atau karantina wilayah. Indonesia tidak bisa menerapkan kebijakan lockdown, karena setiap negara memiliki ciri khas masing-masing.

Namun, kebijakan pembatasan interaksi fisik tersebut perlu diimbangi dengan tes kesehatan secara massal. Hal ini untuk mengetahui jumlah orang yang terjangkit virus corona. Pemerintah pun perlu membuka data sebaran wilayah penderita sehingga orang yang tubuhnya sehat dapat menghindari kawasan-kawasan dengan kasus aktif yang tinggi.

Programmer

Bayu Mahdani, Donny Faturrachman

Managing EditorAria Wiratma
Data JournalistNazmi Haddyat Tamara, Andrea Lidwina
RisetKatadata Insight Center
IlustratorTimothy Adry Emanuel
Desain Web Firman Firdaus