ANALISIS DATA

Asal Usul Virus Corona Masuk ke Indonesia

Dwi Hadya Jayani

22/05/2020, 08.00 WIB

Ilustrasi: Joshua Siringoringo

Pada 3 Mei, pemerintah baru menyetorkan informasi 13 sampel hasil urutan genom SARS COV-2 ke GISAID. Langkah berbagi data informasi Covid-19 ini dianggap terlambat untuk mengurai jejaring virus ini di dunia dan lebih cepat menekan penyebarannya di Indonesia.


  • Line Chats

Menelusuri jejak pasien yang terinfeksi Covid-19 sejak dini merupakan salah satu upaya untuk menekan penyebaran pandemi tersebut. Selain itu, identifikasi jenis atau tipe virus mematikan ini dapat membantu penelitian untuk penemuan vaksinnya. Langkah ini yang dilakukan oleh sejumlah negara, seperti Tiongkok dan Thailand. Bagaimana dengan Indonesia?

Seorang pria berusia 55 tahun penduduk Kota Wuhan, Tiongkok tiba-tiba menderita demam tinggi berkepanjangan pada akhir Desember 2019. Tak diketahui penyakit yang dideritanya, tapi demam berlangsung hingga lebih dari dua pekan dengan disertai gangguan pernafasan.

Pria yang juga pedagang di pasar hewan liar di ibu kota Provinsi Hubei itu kemudian diketahui terinfeksi virus corona, sekaligus disebut sebagai orang pertama yang menderita Covid-19. Belum jelas bagaimana dia bisa tertular virus tersebut. Dia diduga tertular dari hewan liar yang diperdagangkan di pasar tempatnya berjualan.

Sejumlah peneliti kemudian menyimpulkan, virus baru ini masih satu keluarga dengan virus corona yang pernah mewabah, yakni SARS pada 2003 dan MERS pada 2012. WHO pun secara resmi menamakan virus baru ini sebagai Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus (SARS-CoV-2) penyebab penyakit Covid-19.

Selain pasien pertama, terdapat beberapa orang lagi di Wuhan yang mengalami gejala serupa. Virus yang diambil dari pasien-pasien tersebut kemudian diidentifikasi berdasarkan urutan molekul asam amino tunggal atau ribonucleic acid (RNA sequence).

Hasilnya dapat dilihat dalam jurnal yang dipublikasikan bioRxiv. Dari 17 pasien yang dijadikan sampel, ternyata memiliki urutan RNA sama, dan lalu diberi nama subtipe O.

Virus itu kemudian menyebar keluar Hubei, termasuk ke negara lain. Seperti Thailand yang pertama kali mendaftarkan virusnya ke GISAID pada 8 Januari 2020. Dalam artikel yang ditulis Chandrika Bhattacharyya et.al dari National Institute of Biomedical Genomics tersebut, virus subtipe O bermutasi menjadi B dan B2 pada dua pekan pertama Januari 2020. Kemudian berevolusi lagi menjadi subtipe B1, B4, A2a, dan A3.

Berdasarkan data Nextstrain.org yang didapatkan dari Global Initiative on Sharing All Influenza Data (GISAID), perbedaan tipe virus di luar Wuhan pertama kali ditemukan di Shenzen dan Guangdong. Di dua wilayah itu virus bermutasi menjadi tipe B2 pada 11 dan 15 Januari 2020.  Sementara di luar Tiongkok, terdapat di Amerika Serikat (AS) dengan tipe B1 pada 19 Januari 2020. Virus di AS ini tercatat bertransmisi langsung dari Tiongkok.

Mutasi merupakan siklus alamiah yang terjadi pada virus, sekaligus sebagai bentuk adaptasi terhadap lingkungan. Virus berkembangbiak dengan membuat replikasi diri. Saat membuat replika, seringkali virus mengalami kesalahan. Kesalahan tersebut disebut sebagai mutasi, yaitu perubahan material genetik antara virus baru dan induknya.

Nextstrain.org membagi tipe kelompok (clade) virus menjadi 10 jenis. Namun, ada juga virus yang tidak teridentifikasi ke dalam 10 jenis kelompok tersebut. Hingga 11 Mei 2020, terdapat 5.056 informasi sampel yang dihimpun oleh GISAID. Kelompok virus di dunia didominasi oleh kelompok A2a, B, dan B1.

Kelompok A2a paling banyak menyebar di wilayah Eropa dan Amerika Utara. Hal ini sejalan dengan hasil riset Chandrika Bhattacharyya et.al. “Sejak pertama kali dilaporkan di Tiongkok pada 24 Januari 2020, tipe A2a menyebar cepat dan meluas di Eropa dan Amerika Utara empat bulan setelah induk virus (tipe O) dilaporkan kali pertama pada Desember 2019.”

Selain itu, kelompok virus B mayoritas tersebar di Asia dan Amerika Utara. Adapun kelompok B1 dominan berada di Amerika Utara dan Oseania.

Perjalanan Virus ke Indonesia

 

Foto: ANTARA FOTO/Maulana Surya/hp..

Indonesia terlambat berpartisipasi dalam berbagi data informasi Covid-19. Hal ini karena baru pada 3 Mei mulai menyetorkan informasi 13 sampel hasil urutan genom SARS COV-2 ke GISAID. Rinciannya, tujuh sampel berasal dari laboratorium Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman dan enam dari Lembaga Penyakit Tropis, Universitas Airlangga.

Kepala LBM Eijkman Amin Soebandrio mengatakan, keterlambatan tersebut lantaran proses sekuensing atau pengurutan genom virus (RNA sequence) dan diagnosis penyakit adalah proses yang berbeda. Jadi meskipun uji polymerase chain reaction (PCR) berhasil menemukan kasus positif, tetapi tidak secara otomatis urutan genomnya bisa diperoleh.

“Sekuensing baru dilakukan mulai pertengahan atau akhir April. Setelah divalidasi, kemudian di-submit ke GISAID,” ujar dia kepada Katadata.co.id, Minggu 17 Mei 2020.

Menurutnya, dengan mengirimkan sampel ke GISAID, Indonesia akan memperoleh sejumlah keuntungan. Para peneliti akan lebih mudah memahami pola penyebaran dan dapat memonitor evolusi virus. Hal ini penting jika ingin mendesain metode pengobatan dan pembuatan vaksin.

“Dari sini kita juga bisa bersiap menghadapi ancaman (pandemi) berikutnya,“ kata guru besar ilmu mikrobiologi klinik FKUI tersebut.

Dari 13 data sampel yang diserahkan, kemudian dikelompokkan berdasarkan tipe atau jenisnya. Ternyata, hasil dari urutan genom virus Indonesia berbeda dengan kelompok dominan global  yang sudah diidentifikasi.

“Sementara ini Indonesia tidak termasuk kelompok yang sudah ada. Mungkin ada kelompok baru, misalnya kelompok Asia Tenggara. Tapi belum final karena yang di-submit Indonesia baru sedikit,” kata Amin Soebandrio.

Sementara jika berdasarkan 10 tipe yang dikelompokkan oleh Nextstrain.org, hanya satu sampel dari Indonesia yang masuk ke dalam kelompok A2a per-11 Mei 2020.

Dari 13 sampel dari Indonesia, Nextstrain.org telah melacak asal usul sembilan sampel. Kesembilan sampel tersebut seluruhnya berinduk pada virus di Tiongkok. Ada yang bertransmisi langsung dari sana, ada pula yang datang melalui beberapa negara seperti Hong Kong, Australia, Jerman, Singapura, dan Arab Saudi.

Misalnya virus nomor identitas ITD3590NT yang kasusnya ditemukan pada 14 April di Surabaya. Riwayat perjalanannya bermula dari Tiongkok lalu ke Jerman, Arab Saudi, baru kemudian masuk Indonesia. Subtipe virus pun diketahui masuk dalam kelompok A2a yang umum tersebar di Eropa dan Amerika Utara.