Sedihnya Lebaran di Perantauan

Tak ada ngabuburit, tak ada tarawih di masjid, tak ada syawalan di kampung halaman. Survei Katadata Insight Center memotret Ramadan dan Lebaran di tengah pandemi Covid-19.

foto : 123RF.com

Tim Publikasi Katadata

04/05/2020, 14.00 WIB


Lina dan suaminya baru menikah pada pengujung 2019, artinya kali ini adalah Ramadan dan Idul Fitri pertama mereka sebagai pasutri. Selain lebaran pertama, kata Lina, sekaligus hari raya yang terberat karena batal pulang ke kampung halaman di Ponorogo, Jawa Timur.

“Harus menahan rindu sanak saudara di kampung halaman. Tiket mudik terpaksa kami batalkan. Momen (Ramadan dan lebaran) ini menjadi hambar, sehambar-hambarnya,” ujar perempuan yang bekerja di salah satu perusahaan riset di Jakarta tersebut.

Katadata Insight Center (KIC) melakukan survei khusus pada bulan puasa salah satunya untuk mengetahui perasaan masyarakat saat menjalani Ramadan dan menyambut Lebaran tahun ini. Sebagian besar (55,1 persen) responden beragama Islam menyatakan sedih karena harus melewati Ramadan dan Idul Fitri di tengah pandemi Covid-19.

Survei tersebut melibatkan sekitar 484 reponden di 27 provinsi. Penelitian secara daring ini berlangsung pada 29 April - 1 Mei 2020. Tujuannya, di antaranya untuk melihat persepsi aktivitas saat Ramadan di rumah, serta mengetahui pemahaman publik tentang larangan mudik.

Perasaan sedih seorang muslim karena menjalani Ramadan bersamaan dengan pandemi virus tentu berbeda-beda penyebabnya. Mungkin dia bersedih karena aktivitas ibadah di luar rumah menjadi terbatas, atau menyayangkan ketiadaan kesempatan berkumpul dengan keluarga di kampung halaman pada hari raya.

(Baca juga : Manisnya Sirup Asli Indonesia untuk Teman Buka Puasa)

Yang pasti, Ramadan adalah bulan istimewa bagi umat Islam. Tak heran jika muslim berlomba-lomba memperbanyak ibadah selama bulan puasa ini. Sebutan ‘bulan puasa’ sendiri karena Ramadan identik dengan berpuasa pada pagi hingga sore hari. Seseorang muslim yang berakal dan baligh wajib menjalankan ibadah puasa.

Namun demikian, keistimewaan Ramadan bukan cuma karena di dalamnya ada ibadah puasa sebulan penuh. Tapi juga lantaran bulan ini merupakan waktu bersejarah sekaligus momen terbaik terkait turunnya wahyu pertama Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu, selama Ramadan, umat muslim bersemangat melakukan sejumlah rangkaian ibadah yang khusus hanya ada pada bulan ini saja, seperti tarawih, zakat fitrah, dan iktikaf.

Di Indonesia, Ramadan dan Idul Fitri tidak hanya sebatas perkara keimanan di dalam diri seseorang. Bagi sekitar 209,12 juta jiwa umat muslim Tanah Air, bulan puasa dan Lebaran juga menyangkut aktivitas sosial budaya. Artinya, masyarakat Indonesia memiliki sejumlah tradisi khas yang mungkin tak ditemukan di negara lain, misalnya ngabuburit, berburu takjil, pesantren kilat, dan berbuka puasa bersama.

Takjil dan Menu Sahur

Ramadan #dirumahaja

Ramadan tahun ini mungkin terasa begitu berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Pandemi Covid-19 membuat masyarakat lebih banyak melewatkan waktu di rumah. Masjid yang biasanya begitu hidup saat Ramadan, terpaksa ditutup. Ibadah dan aneka kegiatan khas, seperti ngabuburit, berbuka puasa bersama di luar rumah, serta mudik, minim dilakukan bahkan dilarang. Pasalnya, pandemi virus mengharuskan kita menghindari interaksi fisik.

Sejauh ini, virus corona alias Covid-19 belum menunjukkan tanda-tanda akan mereda. Virus ini dapat menular dengan mudah melalui kontak antar manusia. Oleh karena itu, poros ibadah masyarakat selama Ramadan dialihkan ke rumah masing-masing karena perlu mengurangi kerumunan massa.

Mengutip laman Islami.co, secara ringkas ada tips dari WHO untuk menjalankan Ramadan di tengah pandemi Covid-19, antara lain meniadakan aktivitas berkumpul di masjid sementara waktu, beradaptasi dengan budaya dan keseharian yang baru, menjaga kebersihan di fasilitas umum, termasuk tempat ibadah, beribadah dan beraktivitas di rumah saja, serta menjaga kondisi mental dan interaksi harmonis keluarga.

Di Indonesia, pemerintah memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang intinya membatasi ruang gerak setiap individu untuk beraktivitas di luar rumah. Tercatat, setidaknya sudah 24 wilayah yang menerapkan PSBB. Artinya, pulang kampung untuk berlebaran juga tak diperkenankan.

(Baca juga: Jangan Kecewa Karena Tak Bisa Mudik, Coba Sungkem Online Saja)

Penerapan pembatasan kegiatan dan pergerakan semacam PSBB bukan tanpa konsekuensi. Psikolog Kasandra Putranto menjelaskan, ada risiko meningkatnya gangguan mental akibat seseorang terpenjara secara sosial.

"Dalam berbagai penelitian, peran kesehatan mental sangat penting dalam upaya menahan penyebaran virus dalam sebuah pandemi. Kondisi depresi adalah faktor potensi risiko yang perlu diwaspadai selama pandemi Covid-19," ujarnya kepada Antara.

Selain itu, sebaran informasi yang semakin deras terkait perkembangan corona juga bisa berbahaya. Informasi yang kurang akurat atau berlebihan berpotensi menyebabkan kecemasan, takut, dan panik. Hal ini bisa memacu reaksi berlebihan bahkan mengganggu kapasitas daya pikir sehingga berujung pada penurunan daya tahan tubuh.

Saatnya Beradaptasi

Banyak penyesuaian yang harus kita lakukan pada Ramadan tahun ini akibat mewabahnya Covid-19. Berbagai aktivitas sosial dibatasi guna mencegah penularan. Intinya mencegah kerumunan orang.

Banyak kegiatan yang bisa dilakukan di rumah untuk menghilangkan bosan selama Ramadan #dirumahaja, salah satunya adalah berkebun. Tren ini cukup popular akhir-akhir ini di kalangan pemuda perkotaan atau yang lebih dikenal dengan istilah urban farming. Metode berkebun ini memanfaatkan lahan sempit khas perkotaan agar tetap produktif menghasilkan bahan makanan seperti sayur-sayuran, buah-buahan, hingga tanaman apotek hidup seperti kunyit, jahe, dan kencur.

Mengutip Kompas.com, menurut Komunitas Indonesia Against Covid-19 (IAC-19), urban farming dapat menjadi alternatif ketahanan pangan masyarakat perkotaan. Selain itu, manfaatnya juga dapat mengurangi stress. Menurut Carla Manly, seorang psikolog klinis dan penulis, seperti dikutip Tempo mengatakan berkebun di rumah dapat menjadi kegiatan menenangkan diri ala meditasi.

Menurut hasil survei Katadata Insight Center (KIC), nyatanya berkebun juga menjadi salah satu pilihan aktivitas saat di rumah saja.

Aktivitas saat di rumah saja

Data di atas menunjukka bahwa aktivitas berkebun berada di urutan ke lima paling banyak dilakukan setelah memasak, bekerja, berbenah rumah, dan mengikuti kursus online. Hal ini semakin menegaskan bahwa berkebun bisa menjadi alternatif kegiatan yang bermanfaat bagi kesehatan mental di samping menjalankan ibadah Ramadan.

Adapun kegiatan nonreligius lain yang dapat dilakukan saat di rumah selama bulan puasa adalah memasak. Berdasarkan survei KIC, memasak menjadi aktivitas di rumah paling digemari dengan menduduki persentase teratas. Berbagai menu resep dapat Anda coba selama bulan Ramadan ini. Serupa berkebun, memasak ternyata juga memiliki manfaat tersendiri untuk kesehatan mental.

Keranjingan Jajal Resep

Selain berkebun dan memasak, tradisi unik yang dapat dilakukan saat ramadan di rumah adalah tadarus bersama keluarga di rumah. Tadarus kini bukan lagi hal sulit dengan semakin berkembangnya teknologi. Berbagai aplikasi Al-qur’an telah tersedia di gawai dan dapat memudahkan untuk belajar tajwid dan mengaji. Berikut adalah rekomendasi aplikasi pendukung mengaji berdasarkan yang paling sering digunakan menurut survei KIC .

Aplikasi

Bekerja dan Belajar dari rumah

Banyak perusahaan kini harus melakukan penyesuaian akibat mewabahnya pandemi Covid-19. Di tengah ketidakpastian bisnis, perusahaan harus memutar otak agar tetap mendapatkan keuntungan sekaligus memastikan agar para karyawan tetap terpenuhi hak-haknya.

Menurut Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), banyak perusahaan bernegosiasi dengan para karyawannya terkait pemotongan gaji karyawan. Perusahaan juga meminta karyawan untuk mengambil cuti di luar tanggungan atau unpaid leave dalam waktu yang tak ditentukan.

Meski demikian, sejumlah perusahaan mengeluarkan kebijakan work from home (WFH) sebagai salah satu upaya agar roda produksi tetap berputar sembari tetap mengikuti protokol pencegahan penularan virus Corona. Di Jakarta, lebih dari 3000 perusahaan telah menerapkan kebijakan WFH per akhir April 2020.

Work From Home

Selain WFH, pemerintah juga menerapkan kebijakan belajar dari rumah. Hal ini tertuang dalam Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pendidikan Dalam Masa Darurat Coronavirus Disease (Covid-19). Lewat surat tersebut, siswa dianjurkan untuk belajar dari rumah melalui perangkat daring masing-masing. Berdasarkan data Kemendikbud, tercatat sebanyak 28 juta lebih pelajar SD melakukan aktivitas pendidikan jarak jauh (PJJ).

Tapi ada satu masalah. Demi mendukung kelancaran kegiatan belajar mengajar ini, perlu dukungan pemerintah. Salah satunya adalah memperkuat infrastruktur pembelajaran daring. Hal ini ditegaskan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dalam hasil surveinya yang menemukan masih timpangnya akses internet bagi siswa. Sebesar 42,2 persen siswa mengaku tidak memiliki kuota internet yang memadai untuk mendukung aktivitas belajar daring.

Dilarang Mudik

Apa boleh buat, tidak ada acara pulang kampung tahun ini. Selain belajar dan bekerja yang harus beradaptasi dengan virus corona, mudik Lebaran puna demikian. Larangan mudik sudah digaungkan pemerintah sejak 24 April lalu. Larangan pulang kampung ini terutama berlaku bagi pemudik dari Jabodetabek.

Menurut Survei Aktivitas Selama Pandemi & Ramadhan oleh KIC diketahui, 73 persen responden sangat setuju adanya pelarangan mudik oleh pemerintah guna mencegah penyebaran virus Corona. Sehingga masyarakat lebih memilih berdiam di rumah saat Lebaran tiba.

Walau tak bisa pulang kampung, masih banyak cara untuk tetap menebus rasa rindu dan silaturahmi dengan keluarga dan kerabat. Saat ingin menanyakan kabar keluarga dan teman, menghubungi mereka lewat telepon dapat jadi jawaban. Terdapat beragam aplikasi gawai untuk fitur telpon dan video call tanpa pulsa. Aplikasi Whatsapp menjadi pilihan bagi 74,8 persen responden survei KIC untuk menghubungi kerabat via kirim pesan, telepon, dan panggilan video.

Tak hanya menelepon, kreativitas juga bertambah dalam bersilaturahmi melalui gawai. Kita dapat mengedit video dan foto sebagai ucapan selamat hari Lebaran untuk dikirimkan ke kerabat dan keluarga. Banyak aplikasi gawai yang dapat digunakan, salah satunya adalah Canva.

Ketika hendak mengirimkan hadiah, layanan kirim paket dan ojek daring dapat jadi solusi. Tak perlu pergi ke kantor layanan kirim paket, kita dapat mengirimnya dari rumah. Walaupun berLebaran di rumah, tradisi seperti membagi angpao Lebaran dan kirim makanan tetap berjalan. Salam tempel Lebaran tetap terkirim dengan transfer uang melalui bank atau dompet digital. Makanan juga tetap dapat dipesan dengan layanan pesan antar.

Berdasarkan Survei KIC, 81,2 persen responden memilih untuk silaturahmi daring. Untuk merayakan Lebaran, mereka memilih menonton film (52 persen) dan memasak kue (31 persen). Kegiatan di rumah juga dapat lebih seru dengan melakukan kegiatan bersama lainnya seperti bermain gim dan memasak hidangan makan malam dengan keluarga inti di rumah.

Koordinator

Dini Hariyanti

Editor

Sapto Pradityo, Dini Hariyanti

Penulis

Anshar Dwi Wibowo, Hanna Farah Vania, Arofatin Maulina Ulfa, Melati Kristina Andriarsi, Alfons Hartanto K

Konten Kreatif

Muhammad Yana, Cicilia Sri Bintang Lestari, Aris Luhur Setiawan

Executive Producer

Desi Dwi Jayanti

Produser

Richard Lioe

Editor Foto

Arief Kamaludin

Desain Web

Firman Firdaus, Christine Sani

Programmer

Donny Faturrachman, Maulana, Heri Nurwanto