ANALISIS DATA
Digitalisasi, Strategi UMKM Selamat dari Krisis
Krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19 telah berdampak terhadap kelangsungan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Data Kementerian Koperasi dan UKM menyebutkan, sekurangnya ada 37 ribu pelaku UMKM yang terpukul selama pandemi.
Padahal UMKM merupakan penggerak utama perekonomian Indonesia. Pada 2018, sektor ini berkontribusi 60,34% terhadap produk domestik bruto (PDB). Tak hanya itu, ada 116 juta orang atau 97,02% dari total pekerja di tanah air terserap di sektor UMKM.
Pandemi menerbitkan kecemasan para pelaku UMKM. Turunnya daya beli menyebabkan omzet mereka turun. Fenomena ini tergambar dalam survei Katadata Insight Center (KIC) terhadap pelaku UMKM di Jabodetabek pada medio Juni lalu.
Hasil survei menunjukkan hanya 5,9% UMKM yang mampu memetik untung ditengah pandemi. Namun di sisi lain, ada 82,9% pelaku usaha yang terkena dampak negatif pandemi. Bahkan 63,9% mengalami penurunan omzet lebih dari 30%.
Situasi ini menyebabkan kondisi usaha memburuk dari sebelum masa pandemi. Survei KIC mencatat ada 56,8% UMKM yang kondisi usahanya sangat buruk/ buruk. Sementara hanya 14,1% yang mengaku bisnisnya dalam keadaan sangat baik/baik.
KIC pun menemukan ada 62,6% UMKM yang masih sanggup bertahan hingga di atas Maret 2021. Namun ada sekitar 18,5% yang mengaku hanya dapat bertahan sampai enam bulan ke depan. Sementara 6% UMKM menyatakan hanya bisa bertahan kurang dari tiga bulan dan terpaksa harus gulung tikar jika kondisi masih belum membaik.
Namun ada UMKM yang memilih cara lain untuk bertahan. KIC menemukan 29% UMKM justru berekspansi dengan menambah jenis saluran penjualan dan pemasaran. Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang dilakukan selama pandemi, dilihat sebagai peluang untuk berdagang secara daring. Apalagi sebanyak 80,6% pelaku UMKM merasa terbantu dengan penggunaan internet.
Hal ini sekaligus menjadi momentum UMKM melakukan transformasi ke dalam ekosistem digital. Memang belum semua dapat memanfaatkan teknologi untuk bertahan di tengah krisis saat ini. Namun mayoritas sudah beralih, bahkan dapat mengombinasikan antara pemasaran daring dan luring.
Bagi yang melek internet, teknologi digital dimanfaatkan untuk memasarkan produk. Bisa melalui media sosial atau marketplace. Tak hanya itu, internet juga digunakan untuk mencari informasi pengembangan usaha serta bahan baku.
UMKM yang memanfaatkan internet pun terbukti lebih mampu menahan tekanan krisis. Hasil survei menunjukkan, UMKM yang telah melakukan transaksi secara daring lebih sedikit terkena dampak negatif pandemi dibandingkan yang masih berjualan secara langsung.
Kendati demikian, transformasi digital tak selamanya mulus karena tidak semua UMKM siap menjalankan usaha secara digital. Dalam Indeks Kesiapan Digital yang disusun Katadata Insight Center (KIC) diketahui, digitalisasi UMKM sangat dipengaruhi persepsi tentang optimisme dan kompetensi dalam menggunakan internet. Di samping itu tingkat kenyamanan dan keamanan juga belum terlalu tinggi.
Namun semakin besar omzet yang dihasilkan, UMKM lebih siap dalam transformasi digital. Hal ini terbukti dengan semakin besar omzet yang dihasilkan maka semakin tinggi nilai indeksnya.
Belum siapnya UMKM melakukan transformasi digital bukan tanpa alasan. Ada beberapa kendala yang mereka hadapi dalam peralihan ke platform digital. Misalnya, ada 34% konsumen yang ternyata belum mampu menggunakan internet. Kemudian ada 18,4% yang mengeluhkan buruknya infrastruktur telekomunikasi yang mereka gunakan.
Sementara secara internal, kendala utama adalah pengetahuan menjalankan usaha daring sebesar 23,8% dan ketidaksiapan tenaga kerja untuk menggunakan internet sebanyak 19,9%.
Hasil temuan KIC tersebut diamini Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki. Menurutnya, perlu edukasi yang lebih gencar kepada pengusaha kecil mengenai tata cara berjualan secara daring.
Dia mengatakan, tingkat kesuksesan UMKM menjual produknya melalui platform digital masih rendah, yakni hanya 4%-10%. “Saya kira kondisi ini cukup berat dan perlu ada upaya edukasi,“ kata dia dalam diskusi daring Katadata Insight Center bertajuk “Kebangkitan UMKM di Era Pandemi Covid-19“ pada Jumat 26 Juni lalu.
Teten menilai, tanpa inovasi dan transformasi bisnis, UMKM akan kesulitan untuk pulih dari krisis saat ini. Apalagi di ekosistem digital, banyak perubahan yang berlangsung cepat terutama dari tren produk terbaru. “Pentingnya pelatihan agar mereka tidak gagap teknologi,“ ujar dia.
***