Advertisement
Advertisement
Analisis | Denyut Pilkada 2020 di Tengah Pandemi Covid-19 - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Denyut Pilkada 2020 di Tengah Pandemi Covid-19

Foto: Joshua Siringo Ringo/Katadata
Tingkat partisipasi pemilih di Pilkada 2020 terancam rendah. Masyarakat takut datang ke TPS karena belum redanya pandemi Covid-19.
Dimas Jarot Bayu
9 Desember 2020, 14.06
Button AI Summarize

Pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020 berlangsung Rabu ini, 9 Desember 2020, di 270 daerah penyelenggara. Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arief Budiman menargetkan tingkat partisipasi pemilih sebanyak 77,5%. Namun, target tersebut berpotensi gagal tercapai.   

Target partisipasi pemilih Pilkada tahun ini lebih tinggi dari gelaran serupa sebelumnya. Pada Pilkada 2015, tingkat partisipasi pemilih mencapai 64%. Lalu, pada Pilkada 2017 mencapai 71,58%. Pada Pilkada 2018 mencapai 73,24%. Namun, target tersebut lebih rendah dari capaian pada Pemilu 2019 yang sebesar 82%.  

Akan tetapi, kasus Covid-19 yang terus meningkat hingga saat ini berpotensi membuat target KPU tak tercapai. Berdasarkan data Satuan Tugas Penanganan Covid-19, kasus corona di dalam negeri telah mencapai 569.707 orang per Minggu (6/12). Dari jumlah tersebut, 474.771 orang telah dinyatakan sembuh. Sebanyak 17.740 orang meninggal dunia. Sisanya masih menjalani perawatan.

Beberapa lembaga survei pun telah memprediksi tingkat partisipasi pemilih dalam Pilkada 2020 akan berada di bawah target KPU. Indikator Politik Indonesia, misalnya, mencatat jumlah pemilih di Indonesia yang kemungkinan besar datang ke tempat pemungutan suara (TPS) hanya sebanyak 40,7%. Sementara, 47,1% responden menyatakan kemungkinan mereka datang ke TPS kecil.

Khusus di wilayah penyelenggara Pilkada, hanya 43,9% responden yang kemungkinan besar datang ke TPS meski ada pandemi corona. Sedangkan, 42,7% lain kemungkinan kecil datang ke TPS.

Sementara itu, hasil survei SMRC per 18-21 November 2020 mencatat 91% warga Indonesia mengetahui di daerahnya akan ada Pilkada. Dari jumlah tersebut, sebanyak 92% responden menyatakan akan datang ke TPS.

Hanya 18% responden yang tahu ada Pilkada 2020 di daerahnya tak akan datang ke TPS. Jumlah ini menurun jika dibandingkan beberapa survei SMRC di periode sebelumnya.

Jumlah warga yang mengaku akan ikut serta dalam Pilkada 2020 melalui hasil survei SMRC tampak lebih tinggi ketimbang yang dilakukan Indikator. Kendati, berdasarkan pengalaman beberapa Pemilu sebelumnya, tingkat partisipasi pemilih secara riil selalu lebih rendah dari hasil survei SMRC.

Sebagai contoh, survei SMRC pada 2009 menyatakan bahwa orang yang akan berpartisipasi di pemilihan legislatif (Pileg) dan pemilihan presiden (Pilpres) 2009 sebanyak 98%. Kenyataannya, tingkat partisipasi pemilih dalam Pileg 2009 hanya sebesar 71%. Sementara, tingkat partisipasi pemilih dalam Pilpres 2009 hanya sebesar 72%.

Pada Pileg 2014, hasil survei SMRC mencatat bahwa 95% responden akan datang ke TPS. Sedangkan, orang yang akan memilih dalam Pilpres 2014 tercatat sebesar 98%. Faktanya, tingkat partisipasi pemilih dalam Pileg 2014 hanya sebesar 75%. Sedangkan, tingkat partisipasi pemilih dalam Pilpres 2014 cuma sebesar 71%.

Adapun, hasil survei SMRC mencatat orang yang akan berpartisipasi dalam Pemilu 2019 sebesar 99%. Kenyataannya, tingkat partisipasi pemilih dalam Pemilu 2019 hanya sebesar 82%.

Tingkat partisipasi pemilih dalam Pilkada 2020 berpotensi tak sesuai target lantaran masih banyak orang yang khawatir tertular corona. Berdasarkan hasil survei SMRC periode 18-21 November 2020, 77% warga merasa khawatir tertular corona saat hari pemungutan suara.

Sebanyak 18% responden mengaku kurang khawatir. Sementara, hanya 3% responden yang menyatakan tidak khawatir sama sekali.

Kekhawatiran tertular corona ini menjadi alasan paling banyak dipakai oleh orang yang tak mau mengikuti Pilkada 2020. Jumlahnya mencapai 38% dari total responden yang tak mau mengikuti Pilkada 2020.

Sebanyak 28% responden yang tak mau mengikuti Pilkada beralasan Pilkada 2020 tidak penting. Ada 27% responden tak mau ikut Pilkada 2020 karena nihil calon kepala daerah yang meyakinkan. Lalu, 5% responden tak mau ikut Pilkada 2020 karena alasan lainnya. Sedangkan, 2% sisanya menyatakan tidak tahu atau tidak menjawab.

Kekhawatiran masyarakat tertular corona saat mengikuti Pilkada 2020 cukup beralasan. Pasalnya, sembilan provinsi penyelenggara masuk dalam kategori kerawanan tinggi  pandemi corona.

Provinsi dengan kerawanan tertinggi dalam aspek pandemi corona adalah Kepulauan Riau dengan skor 95,4. Menyusul di posisi lebih bawah secara berurutan adalah Sumatera Barat (89,7), Jambi (87,4), Bengkulu (86,2), Kalimantan Tengah (79,3), Sulawesi Tengah (78,2), Kalimantan Selatan (73,6), Sulawesi Utara (73,6), dan Kalimantan Utara (67,8).

Adapun pada tingkat kabupaten/kota, ada 62 daerah yang memiliki kerawanan tinggi dalam aspek pandemi corona. Sisanya sebanyak 199 kabupaten/kota memiliki kerawanan sedang dalam aspek yang sama.

Selain itu, maraknya pelanggaran protokol kesehatan selama tahapan kampanye Pilkada 2020 turut melatarbelakangi kekhawatiran masyarakat datang ke TPS. Berdasarkan data Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), ada 2.584 pelanggaran protokol kesehatan selama masa kampanye sejak 26 September - 4 Desember 2020.

Halaman:

Editor: Muhammad Ahsan Ridhoi