Sudah lebih enam bulan lamanya Vina (27) sembuh dari Covid-19. Ia menderita Covid-19 setelah pada Juni 2020 mengalami gejala awal batuk dan sesak napas setiap hari. Perempuan asal Jakarta ini lantas melakukan isolasi mandiri di rumahnya selama lebih dari dua pekan.
Setelah isolasi mandiri, Vina negatif Covid-19 dalam dua kali tes polymerase chain reaction (PCR). Ia sembuh. Namun, kondisinya belum dapat kembali seperti sebelum menderita Covid-19. Sampai saat ini, ia masih sering merasa lelah. Ia pun kerap batuk dan sesak napas ketika kelelahan.
“Sekarang suka sesak, napasnya jadi pendek, karena sebelumnya sudah ada riwayat bronkitis. Jadi sudah tidak bisa melakukan aktivitas yang berat-berat,” kata Vina kepada reporter Katadata.co.id, Senin (18/1), melalui telepon.
Efek lain dari Covid-19 terhadap Vina, adalah berkurangnya indera perasa. Membuat selera makannya menurun. “Itu sampai sekarang,” katanya. (Baca: Mengukur Efikasi vs Efektivitas Vaksin Covid-19)
Nasib serupa menimpa Putri (25), seorang perempuan kelahiran Sumatera Utara. Ia, yang menderita Covid-19 pada 11 Desember 2020 dan akhirnya sembuh sebulan kemudian, belum mampu pulih ke kondisi semula. Ia sesekali masih batuk dan sesak napas, seperti halnya ketika menderita Covid-19.
“Tapi gejala itu seperti berangsur-angsur membaik seiring waktu,” kata Putri.
Pengalaman Vina dan Putri jamak terjadi pada para penyintas Covid-19. Kondisi tersebut dikenal dengan istilah Long Covid-19.
Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Agus Dwi Susanto mengatakan, Long Covid-19 adalah kondisi munculnya variasi gejala seperti kelelahan kronik, sesak napas, jantung berdebar, nyeri sendi, nyeri otot, sampai gangguan psikologis pada pasien yang telah sembuh.
“Ini bukan karena virus yang tersisa. Gejala ini terjadi akibat proses ketika sakit menimbulkan kelainan yang menetap secara anatomik yang akhirnya mempengaruhi secara fungsional,” kata Agus dalam diskusi virtual pada Desember 2020 lalu. (Infografik: Bagaimana Vaksin Bekerja?)
Hingga saat ini di Indonesia belum ada data khusus pasien yang mengalami Long Covid-19. Namun, sejumlah riset di pelbagai negara lain telah membahasnya dan bisa menjadi rujukan untuk melihat gambarannya bagi penanganan Covid-19 di dalam negeri.
Sebuah hasil penelitian di Wuhan, Tiongkok yang terbit di Jurnal Lancet pada Jumat (15/1) lalu menunjukkan, tiga dari empat pasien (76%) Covid-19 masih mengalami satu gejala hingga enam bulan pasca-sembuh. Sampel penelitian ini adalah 1.733 pasien dengan rata-rata usia 57 tahun yang keluar dari Rumah Sakit Jin Yin-Tan, Wuhan, Tiongkok pada Januari dan Mei 2020.
Penelitian tersebut menemukan pasien tebanyak mengalami gejala kelelahan atau kelemahan otot (63%) usai sembuh. Gejala lain adalah susah tidur (26%), kecemasan atau depresi (23%), rambut rontok (22%), masalah penciuman (11%), palpitasi (9%), nyeri sendi (9%), nafsu makan berkurang (8%), masalah indera perasa (7%), pusing (6%), diare (5%), dan sakit tenggorokan (4%).
Temuan lainnya adalah penyintas Covid-19 yang mengalami sakit lebih parah cenderung memilki bukti kerusakan paru-paru pada sinar X. Beberapa pasien sembuh pun tercatat bermasalah pada fungsi ginjal. Lalu, sejumlah pasien sembuh lainnya menderita diabetes atau mengalami pembekuan darah yang memengaruhi jantung dan otak.
Berdasarkan hasil riset Angelo Carfi dan koleganya yang terbit di Jama Network pada Juli 2020, bahkan menunjukkan hanya 12,6% dari 143 pasien di Italia yang menjadi sampel penelitian mampu pulih seutuhnya setelah sembuh dan keluar dari rumah sakit.
Riset Angelo mencatat 32% pasien mengaku masih memiliki satu atau dua gejala setelah sembuh. Sementara, 55% pasien masih merasakan tiga gejala atau lebih setelah sembuh.
Pasien paling umum mengalami gejala kelelahan (53,1%) setelah sembuh. Gejala lain adalah sesak napas atau dyspnea (43,4%), nyeri sendi (27,3%), dan nyeri dada (21,7%).
Sindrom Long Covid-19 dapat terjadi pada pasien sembuh Covid-19 di seluruh usia, sebagaimana analisis dari peneliti dari King’s College London dan perusahaan ilmu kesehatan ZOE melalui aplikasi Covid Symptom Study pada Oktober 2020.
Walau demikian, data menunjukkan orang tua lebih rentan mengalami Long Covid-19 dibandingkan anak muda. Hanya 10% dari pasien berusia 18-49 tahun mengalami Long Covid-19. Angkanya meningkat menjadi 22% untuk orang berusia di atas 70 tahun.
Riset yang dipublikasikan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat pada Juli 2020 menunjukkan hal serupa. Sebanyak 47% pasien sembuh Covid-19 berusia di atas 50 tahun yang mengalami Long Covid-19. Sedangkan, 26% pasien sembuh Covid-19 berusia 18-34 tahun yang mengalaminya.
Pasien dengan komorbid atau penyakit penyerta juga lebih rentang mengalami Long Covid-19. Organisai Kesehatan Dunia (WHO) dalam laporannya pada Oktober 2020 menyatakan, gejala Covid-19 bertahan lebih lama di tubuh pasien pengidap tekanan darah tinggi, obesitas, dan memiliki gangguan kesehatan mental.
Berdasarkan jenis kelamin, perempuan lebih banyak menderita Long Covid-19. Hasil analisis peneliti dari King’s College London dan perusahaan ilmu kesehatan ZOE menemukan 14,5% perempuan menderita sindrom tersebut berbanding 9,5% laki-laki. Namun, perbandingan ini hanya terjadi di kelompok usia muda.
Sementara, riset CDC menyatakan 39% perempuan dan 31% laki-laki yang telah sembuh dari Covid-19 menderita Long Covid-19. Melansir The Conversation, perempuan lebih rentan terkena sindrom Long Covid-19 karena status hormon yang berbeda atau berubah.
Reseptor ACE2 yang digunakan virus corona menginfeksi tubuh tidak hanya hadir di permukaan sel pernapasan, tapi juga di sel-sel dari banyak organ yang menghasilkan hormon, termasuk tiroid, kelenjar adrenal, dan ovarium. (Baca: Wabah Pernikahan Dini di Tengah Pandemi dan Dampak Buruknya)
Lantas, berapa lama pasien yang telah sembuh akan menderita Long Covid-19? Analisis peneliti dari King’s College London dan ZOE menyatakan, pasien bisa menderita sindrom tersebut di rentang empat sampai 12 pekan setelah sembuh.
Kendati, masih butuh penelitian lebih lanjut terkait jangka waktu Long Covid-19 dapat bertahan dalam tubuh pasien. Belajar dari pengalaman jenis virus corona terdahulu, seperti SARS dan MERS, gejala bisa bertahan hingga menahun.
Laporan WHO menyebut gejala SARS bisa bertahan di tubuh pasien selama lebih dari 24 bulan. Sementara, sebuah penelitian di Korea Selatan menyatakan bahwa gejala Mers bisa bertahan di tubuh pasien hingga lebih dari 12 bulan.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat 745.935 pasien Covid-19 di Indonesia telah sembuh. Angka tersebut setara dengan 81,34% total kasus Covid-19 nasional. Mengacu kepada penelitian-penelitian terkait Long Covid-19, tentu angka kesembuhan tersebut tak lantas menjadi alasan mengendurkan penanganan Covid-19.
Para pasien sembuh tersebut sangat berpotensi mengalami Long Covid-19 dan membutuhkan perawatan lebih lanjut. Para pasien tersebut akan membutuhkan fasilitas kesehatan, sebagaimana saran Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Agus Dwi Susanto agar mereka memeriksakan diri ke dokter ketika gejala sangat berat.
Tanpa pengendalian penyebaran Covid-19 yang efektif, rumah sakit akan mendapat beban ganda dari pasien positif dan penderita Long Covid-19.
Dengan adanya sindrom Long Covid-19 ini, para penyintas corona disarankan untuk melakukan pemulihan kondisinya secara bertahap. Hal tersebut dapat dimulai dengan melakukan aktivitas yang ringan terlebih dahulu setelah dinyatakan sembuh.
“Sehingga itu juga melatih otot-otot pernafasan, melatih jantung secara lebih cepat,” kata Agus.
Editor: Muhammad Ahsan Ridhoi