Indonesia punya rencana vaksinasi Covid-19 yang terbilang ambisius. Negara ini akan memvaksinasi 181,5 juta penduduk dalam janga waktu 15 bulan dari Januari 2021-Maret 2022. Jumlah itu setara dengan 70% populasi Indonesia, ambang batas yang dibutuhkan untuk mencapai kekebalan kelompok atau herd immunity.
Target jangka sangat pendeknya adalah memvaksinasi sekitar 1,5 juta sumber daya manusia kesehatan (SDMK) sampai akhir Februari 2021. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, sebanyak 596.260 orang telah menerima dosis pertama vaksin virus corona per 2 Februari, atau 20 hari sejak vaksinasi dimulai. Kemudian, sebanyak 51.999 orang sudah mendapatkan dosis kedua.
Total orang yang divaksin tersebut baru mencapai 42,3% dari target jangka pendek dengan rata-rata terhadap terhadap 50 ribu orang per hari. Mengacu kepada rata-rata tersebut, Indonesia butuh lebih kurang 10 tahun untuk mampu mencapai target 70% herd immunity. Itu pun dengan catatan vaksin terus disuntikkan setiap hari tanpa libur.
Presiden Joko Widodo pun berharap vaksinasi bisa dilakukan pada 900 ribu hingga satu juta orang setiap hari. Angka tersebut memang paling realistis untuk mencapai target pemerintah mencapai herd immunity dalam 15 bulan. Bila setiap 900 ribu orang divaksin setiap hari tanpa jeda libur, maka butuh lebih kurang setengah tahun untuk mampu mencapai target 181,5 juta orang tervaksin.
Akan tetapi, seluruh perhitungan tersebut dengan asumsi Indonesia sudah memiliki jumlah vaksin cukup untuk 181,5 juta orang. Saat ini, stok vaksin siap suntik Indonesia sebanyak 3 juta dosis dari pengiriman tahap pertama dan kedua Sinovac yang diperuntukkan untuk 1,5 juta tenaga kesehatan.
Indonesia juga baru menerima vaksin tahap ketiga dan keempat dalam bentuk bulk setotal 25 juta dosis. Kementerian Kesehatan menyatakan, stok vaksin ini untuk mengamankan vaksinasi 17,5 juta pejabat publik. Artinya, kecepatan vaksinasi di Indonesia juga bergantung pada waktu kedatangan vaksin dari produsen. Bila telat, maka target herd immunity 70% dalam 15 bulan bisa molor.
Melihat lebih dalam, terdapat sejumlah tantangan lain dalam proses vaksinasi Covid-19 Indonesia. Terkait vaksinasi Covid-19 terhadap tenaga kesehatan di Indonesia, misalnya, ada dua sebab yang membuatnya berjalan lambat. Pertama, belum semua SDMK terdaftar dalam program vaksinasi.
Juru Bicara Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Halik Malik mengatakan, jalur yang ada saat ini baru mengakomodasi tenaga kesehatan yang perlu mendaftar ulang untuk mendapatkan jadwal dan lokasi pemberian vaksin, seperti dikutip dari BBC Indonesia. Namun, masih ada yang belum tercatat sebagai peserta vaksinasi dan mengalami kesulitan untuk mendaftarkan diri.
Menjawab persoalan tersebut, Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kemenkes Siti Nadia Tarmizi menyatakan pendaftaran vaksin saat ini secara manual. "Jadi secara dua arah. Kami minta update data sistem informasi SDM Kesehatan dan dikirimkan ke Kemenkes," katanya pada 24 Januari 2021 lalu.
Kedua, SDMK memiliki penyakit penyerta sehingga tidak bisa menerima vaksin. Pada pekan pertama vaksinasi, misalnya, sekitar 11% tenaga kesehatan batal disuntik vaksin karena menderita darah tinggi.
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) merekomendasikan vaksin Sinovac tidak diberikan pada beberapa kelompok masyarakat, salah satunya orang dengan penyakit kronis. Karena itu, para tenaga kesehatan diminta berobat dan memperbaiki gaya hidup terlebih dahulu.
“Vaksinasi (untuk penderita hipertensi) ditunda pada tahap berikutnya. Tidak harus Februari, tetapi sampai penyakit komorbid terkontrol,” kata Siti Nadia Tarmizi pada 26 Januari lalu.
Tantangan lain juga menanti Indonesia ketika nanti memasuki tahap vaksinasi masyarakat umum. Vaksin perlu lebih banyak didistribusikan ke semua wilayah Indonesia yang luas, tersebar antarpulau, bahkan beberapa di antaranya terpencil untuk menjangkau seluruh masyarakat.
Sementara, kapasitas rantai dingin (cold chain)—terdiri dari lemari es dan termos untuk menyimpan dan menjaga kualitas vaksin—belum mencukupi. Sebab, menurut Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, rantai tersebut digunakan pula untuk menyimpan vaksin lain. Sebanyak 9.951 puskesmas tercatat memiliki cold chain pada 2018.
Tantangan selanjutnya, adalah jumlah petugas yang menyuntikkan vaksin atau vaksinator masih kurang. Melansir Antara, Jawa Barat, misalnya, menyiapkan 11 ribu vaksinator. Namun, dengan jumlah itu, program vaksinasi Covid-19 di provinsi ini baru akan selesai dalam 15 bulan.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil pun akan menambah jumlah vaksinator karena “butuh 30 ribuan penyuntik untuk selesai di 6-8 bulan vaksinasi.”
Terlepas dari infrastuktur dan sumber daya, masyarakat Indonesia yang akan membantu tercapainya herd immunity melalui vaksin juga jadi tantangan tersendiri. Berdasarkan hasil survei Kementerian Kesehatan yang dilakukan pada Oktober 2020, baru 65% responden yang setuju divaksin. Sisanya belum menentukan (27,6%), bahkan menolak (7,5%).
Di tengah program vaksinasi yang masih menemui kendala, pemerintah memberikan sambutan positif terhadap usulan pengusaha untuk membuka jalur mandiri. Rencananya, perusahaan akan membeli vaksin yang telah diizinkan dan diberikan secara gratis bagi karyawan. Hal ini bertujuan mempercepat tercapainya herd immunity dan pemulihan ekonomi.
Akan tetapi, rencana itu berpotensi menyebabkan ketidakadilan sosial. Co-Leader LaporCovid-19 Irma Hidayana berpendapat jalur mandiri akan membuat akses terhadap vaksin ditentukan sesuai kemampuan finansial. Lalu, opsi ini juga bisa mengganggu program vaksinasi gratis. Chief Strategist Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) Yurdhina Meilisa mengatakan jumlah vaksinator akan terbatas dan kelompok rentan kemungkinan tidak memperoleh vaksin lebih dulu.
Sementara itu, dalam wawancara dengan Katadata.co.id, Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan pembentukan kekebalan kelompok merupakan suatu proses. Dengan begitu, meski vaksin berhasil diberikan pada 70% populasi Indonesia pada awal tahun depan, kekebalan tersebut tidak langsung terjadi.
Namun, vaksin akan membuat penduduk memiliki antibodi dalam tubuhnya sehingga mengurangi risiko tertular maupun menularkan virus corona pada orang lain.
Kepala Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Tri Yunis Miko Wahyono mengatakan hal serupa. Menurutnya, pandemi tidak akan mungkin hilang dalam satu tahun dengan hanya mengandalkan vaksin.
“Harus dilakukan tes yang banyak, kemudian isolasi dan karantina yang benar,” katanya.
Indonesia masih perlu menempuh jalan panjang untuk mencapai herd immunity Covid-19. Tidak ada jalan pintas, sekali pun dengan vaksin. Tes dan pelacakan harus dilakukan lebih masif guna mengetahui seberapa besar penyebaran virus dan menekan penyebaran itu. Bahkan, dalam program vaksinasi pun tidak boleh ada jalan pintas, sebab semua rakyat berhak atas akses layanan kesehatan.
Editor: Muhammad Ahsan Ridhoi