Advertisement
Analisis | Kapan Waktunya Membuka Lagi Pintu Turis Asing ke Bali? - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Kapan Waktunya Membuka Lagi Pintu Turis Asing ke Bali?

Foto: Joshua Siringo Ringo/Katadata
Rencana pemerintah membuka kembali pintu kunjungan wisatawan mancanegara ke Bali belum tentu mengerek sektor pariwisata. Sebaliknya, berpotensi meningkatkan lagi penularan kasus Covid-19.
Andrea Lidwina
8 Maret 2021, 09.59
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Pariwisata Bali masih terpuruk akibat pandemi Covid-19.  Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi lapangan usaha di sektor pariwisata di Bali terkontraksi pada 2020. Misalnya, transportasi dan pergudangan -31,79%, kemudian penyediaan akomodasi dan makan-minum -27,52%. Ekonomi provinsi ini pun terkontraksi 9,31% (YoY) pada tahun lalu.

Salah satu penyebabnya adalah pembatasan pergerakan masyarakat yang belum kunjung longgar di pelbagai wilayah dunia. Kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke destinasi wisata utama Indonesia tersebut menurun drastis.   

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat hanya ada 10 kunjungan wisman ke Bali pada Januari 2021. Jumlah itu merupakan yang terendah sepanjang pandemi berlangsung di Indonesia. Hal ini lantaran pemerintah menutup semua pintu masuk bagi warga negara asing pada bulan itu.

Kunjungan wisman ke Bali sudah anjlok di kisaran 50-100 kunjungan per bulan sepanjang 2020 lalu. Padahal, jumlahnya bisa mencapai 400-500 ribu kunjungan per bulan pada 2019, bahkan hingga 600 ribu kunjungan per bulan pada musim liburan.

Rata-rata lama menginap wisman di Bali juga masih rendah. Pada Januari 2021, mereka  rata-rata menginap selama 5,7 hari di hotel berbintang dan 5,92 hari di hotel non-bintang. Durasi tersebut hanya meningkat tipis dari selama 2020 yang rata-rata tiga hari. 

Demi memulihkan keterpurukan tersebut, pemerintah berencana membuka kembali pariwisata di Bali bagi turis asing. Melansir Antara, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan pada 25 Februari lalu mengatakan rencana itu sejalan dengan penurunan kasus Covid-19 di Pulau Dewata dalam beberapa minggu terakhir.

Berdasarkan data Pemerintah Provinsi Bali, total kasus virus corona rerata bertambah sebanyak 265 kasus per hari dalam satu pekan terakhir pada 28 Februari. Angka itu memang menurun dibandingkan akhir bulan sebelumnya yang sebesar 373 kasus per hari, tetapi belum mencapai rata-rata pada awal Januari lalu yang hanya 130 kasus per hari.

Sementara itu, sebanyak 2.117 orang masih menjalani perawatan Covid-19 di Bali hingga Senin (1/3), atau setara dengan 6,1% dari total kasus positif. Denpasar pun memiliki jumlah paling banyak, yakni 830 orang, diikuti Badung (390 orang), Tabanan (173 orang), dan Buleleng (152 orang).

Pertimbangan lain pemerintah untuk membuka pariwisata adalah vaksinasi bagi pekerja wisata di Bali yang sudah berlangsung. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif serta Kementerian Kesehatan, bekerja sama dengan Grab dan Good Doctor, melaksanakan vaksinasi secara drive thru di Bali Nusa Dua Convention Center, Badung. Program ini menyasar lima ribu orang dalam sepekan, yang terdiri dari pelaku pariwisata dan mitra transportasi online.

“Kami ingin pekerja wisata yang hadir mendapatkan vaksin bisa memulai satu langkah yang kolosal dalam pemulihan pariwisata dan ekonomi kreatif,” kata Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno dalam jumpa pers daring pada Minggu (28/2).

Karena itu, pemerintah mulai merumuskan aturan dan program pariwisata di Bali. Misalnya, penalty for health protocol yang memungkinkan wisman dikenai sanksi administratif hingga deportasi apabila melanggar protokol kesehatan. Gubernur Bali I Wayan Koster juga tengah menyiapkan dua zona hijau, yakni Nusa Dua dan Ubud, yang minim risiko penularan virus corona dan boleh dikunjungi wisatawan.

Selanjutnya, program Free Covid Corridor yang masih dimatangkan. Melansir Antara, program ini akan membuka pintu masuk Bali untuk wisman dari beberapa negara pasar yang punya risiko penularan virus corona rendah, seperti Tiongkok dan Singapura.

Meski demikian, Bali belum bisa bergantung sepenuhnya pada kunjungan wisman. Alasannya, Guru Besar Ilmu Pariwisata Universitas Udayana I Gede Pitana mengatakan turis asing masih menghadapi sejumlah hambatan untuk datang ke Bali, seperti dikutip dari Kompas.com. Salah satunya, belum banyak negara yang mengizinkan warganya bepergian ke negara lain sehingga belum banyak pula penerbangan internasional ke pulau ini.

Dia menambahkan, kemampuan masyarakat dunia untuk berlibur pun masih terbatas karena kondisi ekonomi yang sulit. Mereka juga harus membayar sendiri kebutuhan tes Covid-19 dan karantina jika bepergian ke luar negeri.

Karena itu, Pitana menyarankan pemerintah mengutamakan pemulihan pariwisata melalui kunjungan wisatawan domestik. Hal ini sejalan dengan hasil survei GlobalWebIndex yang menunjukkan sebanyak 49% responden secara global lebih memilih destinasi liburan di dalam negeri ketika pandemi berakhir.

Selain itu, berdasarkan data BPS Bali, Kunjungan wisman hanya menyumbang 19% dari total kunjungan wisatawan ke Bali sepanjang 2020 yang sebanyak 5,7 juta orang. Sisanya adalah wisatawan domestik yang lebih berpotensi menyumbang perekonomian.

Kunjungan wisman ke Bali pun berpotensi meningkatkan lagi penularan Covid-19. Hal ini lantaran, berdasarkan data Kawal Covid-19, rasio lacak isolasi (RLi) di Bali hanya nol atau tak dasa sama sekali kasus terlacak. Dari data ini, pun bisa dikatakan bahwa penurunan kasus di Bali yang menjadi dasar pemerintah membuka kunjungan wisatawan semu belaka. 

Pemulihan pariwisata di Bali tak bisa dilakukan dalam sekejap. Setiap aturan dan program wisata perlu mempertimbangkan pandemi agar tidak mengembalikan Bali, bahkan Indonesia, pada kondisi yang semakin terpuruk. Dengan begitu, pariwisata Bali pun akan bisa bangkit perlahan, kembali mengisi jajaran destinasi internasional.

Editor: Muhammad Ahsan Ridhoi