Isu dinasti politik keluarga Presiden Joko Widodo menyeruak wacana publik. Isu ini semakin hangat setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan perubahan syarat pendaftaran calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). Di undang-undang Pemilu, batas usia calon minimal 40 tahun, MK kemudian menambahkan frasa pernah atau sedang menduduki jabatan kepala daerah.
Perubahan tersebut membuka peluang Gibran Rakabuming Raka, anak sulung Jokowi—panggilan akrab Presiden Joko Widodo—yang saat ini menjabat sebagai Wali Kota Surakarta. Meski baru berusia 36 tahun pada 1 Oktober lalu, dia dapat berkompetisi di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 dengan persyaratan yang baru.
Prabowo Subianto, capres dari Partai Gerindra, dikabarkan segera mengumumkan Gibran sebagai pendampingnya pada pilpres mendatang. Kabar ini menguatkan dugaan banyak pihak bahwa keputusan MK dibuat khusus untuk memuluskan jalan Gibran.
Anak bungsu Jokowi, Kaesang Pangarep, juga mengikuti jejak ayah dan kakaknya. Dia ditetapkan sebagai Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) pada 25 September 2023. Penetapannya berselang dua hari dia bergabung dengan partai yang mengidentikkan diri dengan anak muda itu, meski tidak berpengalaman di dunia politik sebelumnya.
Sementara putri Jokowi, Kahiyang Ayu tidak menempuh jalan politik. Namun suaminya, Bobby Nasution, terpilih sebagai Wali Kota Medan pada Pilkada 2020.
Dengan anak-menantunya yang terjun ke dunia politik, Jokowi dinilai sedang membangun dinasti politik selama menjabat sebagai presiden.
Jauh sebelumnya, Jokowi pada 2018 pernah mengatakan anak-anaknya tidak berminat berpolitik. Dia juga tidak pernah menyiapkan ketiga anaknya terjun di dunia politik. “Wong saya paksa untuk memegang pabrik saya saja pada nggak mau semuanya,” kata Jokowi pada 20 April 2018.
Dalam kurun setahun, pernyataan Jokowi berubah. Gibran menjadi kader PDI Perjuangan dan berniat maju sebagai calon wali kota Solo. Dia tidak menampik dirinya yang sempat antipolitik. Namun, pendiriannya berubah karena merasa anak muda harus terjun dalam politik untuk mengubah.
“Ini momennya anak muda untuk jadi penggerak, bukan jadi objek yang digerakkan,” kata Gibran dalam sebuah gelar wicara di Jakarta pada 10 November 2019.
Kentalnya aroma dinasti politik Jokowi semakin kuat lantaran Ketua MK Anwar Usman yang mengetok perubahan syarat capres/ cawapres adalah iparnya. Anwar menikah dengan Idayati, adik kandung Jokowi. Artinya, Anwar adalah paman Gibran.
Hendardi, Ketua Dewan Nasional SETARA Institute, mengatakan putusan MK memang ditujukan untuk mempermudah anak Jokowi melanjutkan kepemimpinan bapaknya. Putusan tersebut juga meneguhkan dinasti Jokowi dalam perpolitikan Indonesia.
“Tidak ada presiden yang sesibuk Jokowi dalam mempersiapkan penggantinya, kecuali Jokowi,” kata Hendardi dalam keterangan tertulis pada Senin, 16 Oktober 2023. (Baca juga: Politik Dinasti Kepala Daerah Milenial: Muda, Kaya Raya, dan Berkuasa)
Kenormalan Baru
“Dinasti politik adalah kenormalan baru dalam demokrasi Indonesia,” kata kandidat doktor ilmu politik Northwestern University, Yoes Kenawas dalam artikelnya di University of Melbourne pada 2020 lalu.
Yoes sudah meneliti dinasti politik Indonesia sejak 2013. Dia menemukan praktik ini lazim ditemukan di lembaga eksekutif tingkat daerah. Trennya pun terus meningkat.
Pada 2013, dia mencatat terdapat 39 politikus daerah yang menjadi bagian dari dinasti. Jumlah ini naik menjadi 117 politikus daerah dalam rentang 2015 - 2018. Pada Pilkada serentak 2020, ada 146 calon kepala daerah berlatar belakang dinasti politik.
Dinasti politik yang terlibat dalam pilkada tidak hanya dinasti lokal. Elite politik nasional seperti Jokowi pun ikut cawe-cawe yang ditunjukkan dengan mudahnya Gibran dan Bobby ikut pilkada, lalu memenangkan pemilihan wali kota Solo dan Medan pada 2020.
Karier politik anak-anak presiden sebenarnya bukan hal baru di Indonesia. Penelusuran Katadata menemukan Joko Widodo bukan presiden pertama yang garis keturunannya berkarier politik. Soekarno, Soeharto, Gus Dur, dan SBY pun punya anak yang terjun ke politik praktis.
Anak Soekarno, Megawati Soekarnoputri bahkan menjadi presiden Indonesia kelima. Namun, anak-anak Soekarno baru berpolitik ketika dia sudah meninggal.
Pengasingan politik Soekarno pada masa Orde Baru menyebabkan anak-anaknya sulit terlibat dalam politik. Penetapan Soekarno sebagai pahlawan proklamasi pada 1986, membuka jalan anak-anaknya berpolitik, tepatnya Megawati dan Guruh.
Soeharto adalah presiden yang pertama kali melibatkan anaknya dalam politik praktis saat menjabat. Pada 1992, Soeharto mengangkat tiga anaknya sekaligus, Siti Hardiyanti Rukmana (Tutut), Bambang Trihatmodjo, dan Hutomo Mandala Putra (Tommy) sebagai anggota MPR. Pada 1998, Soeharto mengangkat Tutut sebagai Menteri Sosial.
Setelahnya, tidak ada anak presiden yang menduduki jabatan politik ketika orang tuanya menjabat. Ini berlaku untuk B. J. Habibie, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, dan Megawati.
Zannuba Ariffah Chafsoh alias Yenny Wahid memang sempat menjadi Sekjen PKB, tapi ini setelah Gus Dur turun dari kursi presiden. Puan Maharani yang kini menjabat Ketua DPR juga karier politiknya menanjak setelah Megawati lengser. Puan pertama kali menjadi anggota DPR periode 2009-2014.
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) adalah presiden pertama pasca-Reformasi yang anaknya memiliki jabatan politik. Pada Pemilu 2009, ketika SBY untuk kedua kalinya bertarung di pilpres, Edhie Baskoro alias Ibas Yudhoyono mendaftar sebagai calon legislatif. Ibas bahkan menjadi caleg dengan suara tertinggi yaitu 327.097 di daerah pemilihan Jawa Timur VII.
Jokowi melanjutkan praktik ini di periode kedua pemerintahannya. Bedanya, anak dan menantu Jokowi tidak menjadi calon legislatif, melainkan kepala pemerintahan di daerah. Gibran bahkan menang telak di Solo dengan perolehan suara 87,15% pada 2020.
Yoes Kenawas mengatakan, ada perbedaan antara Soeharto, SBY, dan Jokowi meski anak-anak mereka memiliki jabatan politik pada saat menjabat presiden. Menurutnya, kasus Gibran merupakan kali pertama dalam sejarah, anak presiden aktif yang menjadi kepala daerah. Begitupula wacana menjadikan Gibran cawapres, ini baru pertama kali terjadi kerabat presiden ikut dalam bursa.
Dia mencontohkan ketika Ibas yang menjadi anggota parlemen saat SBY menjabat bukan contoh pertama saat itu. Sebelumnya, anak-anak Soeharto pernah menduduki kursi yang sama. Meski sama-sama politik dinasti, tingkat krusialnya berbeda dengan jabatan wakil presiden.
“Ini bisa jadi preseden buruk. Selama ini praktik seperti ini biasanya terjadi di Pilkada, kali ini terjadi di tingkat tertinggi pemerintahan Indonesia,” kata Yoes kepada Katadata.co.id, Kamis, 19 Oktober 2023.
Editor: Aria W. Yudhistira