Advertisement
Advertisement
Analisis | Efektifkah Blokir Media Sosial X untuk Membendung Pornografi? - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Efektifkah Blokir Media Sosial X untuk Membendung Pornografi?

Foto: Katadata/ Bintan Insani/ AI
Kementerian Komunikasi dan Informatika berencana memblokir X (Twitter) karena mengizinkan konten pornografi. Alasannya, X mengizinkan distribusi konten dewasa dalam kebijakan kontennya. Apakah rencana pemblokiran X di Indonesia merupakan solusi membendung distribusi konten pornografi?
Puja Pratama
5 Juli 2024, 07.55
Button AI Summarize

Media sosial X, sebelumnya bernama Twitter, pada Mei 2024 lalu resmi mengizinkan distribusi konten dewasa pada platform yang dulunya berlogo burung biru itu. Seperti tertulis pada bagian rules and policies X, konten dewasa boleh dibagikan atas dasar suka-sama suka, diberikan label dengan benar, dan tidak ditampilkan secara mencolok.

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) merespons kebijakan tersebut dengan mengancam bakal memblokir platform medsos milik Elon Musk tersebut. Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi menyatakan sudah melayangkan surat ancaman pemblokiran kepada X.

“Saya sudah kirim surat ke X, kalau mereka tetap mengizinkan konten pornografi di Indonesia, maka akan kami tutup. Masa kami diatur oleh perusahaan di negara lain,” kata Budi saat rapat kerja dengan Komisi I DPR di Jakarta pada Senin, 10 Juni lalu.

Marak Distribusi Konten Negatif dan Pornografi

Dalam laporan Kominfo terkait rekapitulasi hasil aduan konten negatif yang terakhir pada 2018, Twitter merupakan media sosial dengan konten negatif terbanyak. 

Jumlah aduan konten negatif di Twitter pada waktu itu mencapai 531 ribu aduan. Sedangkan aduan konten negatif dari gabungan Instagram dan Facebook hanya 11.740 aduan. Artinya, 97% dari aduan konten negatif berasal dari Twitter. 

Penelitian Afif Ghani, dkk (2023) dalam “Analysis of the Twitter Social Media as Means of Cyber Pornography” menemukan bahwa Twitter merupakan media sosial yang paling banyak mendistribusikan pornografi. Sebesar 80,9% dari 115 responden menganggap Twitter alat paling mudah menyebarkan pornografi. 

Citra Eka Putri, dkk (2023) dalam “Cybersex Phenomenon of Digital Erotism on Social Media Twitter” menyebut Twitter lebih mudah digunakan untuk mencari konten dewasa dibandingkan media sosial lainnya. Hanya dengan memasukan kata atau kalimat yang merepresentasikan pornografi, Twitter akan memunculkan konten yang relevan bahkan memberikan referensi konten lain. 

Penelitian tersebut juga menemukan setidaknya ada empat alasan mengapa banyak orang mengakses pornografi di Twitter, yakni kemudahan akses, variasi konten, gratis, dan dorongan seksual.

Pornhub, portal media penyedia konten pornografi asal Kanada, merilis laporan tahunan sejak 2013. Hingga 2023, nama Indonesia hanya disinggung dua kali dalam laporannya. Indonesia pertama kali disebut pada 2014, yakni ketika menjadi negara dengan milenial pengakses pornografi terbesar kedua dunia.

Di tahun berikutnya, nama Indonesia kembali muncul sebagai negara kedua dengan pertumbuhan akses Pornhub tertinggi di platform mobile. Meski begitu, sejak 2013 hingga kini Indonesia tak pernah masuk ke dalam daftar 20 negara pengakses Pornhub terbanyak yang menyumbang 78-79% trafik tahunan.

Data yang dihimpun dari Similarweb menunjukkan, ada 4 dari 50 situs paling banyak diakses masyarakat Indonesia pada Juni 2024 masuk dalam kategori situs dewasa. Secara peringkat, situs-situs pornografi tersebut berada di peringkat di atas 20. 

Media sosial berada di peringkat atas dalam daftar 50 situs yang paling banyak diakses pada Juni  2024. Untuk diketahui, data ini hanya merekam kunjungan website dan tidak termasuk aplikasi. 

Puji Prihandini, dkk (2020) dalam “Comparison Study Pornography Consumption Behaviour Among Adolescent Based on Sex Difference” menemukan media sosial cukup dominan digunakan untuk mengakses konten pornografi. Penelitian yang dilakukan di salah satu SMP Kota Bandung ini menemukan bahwa 52,63% dari 57 orang mengaku menggunakan media sosial untuk mengakses pornografi.

Sementara, penelitian Fitri Fujiana,dkk (2023) dalam “Gambaran Paparan Pornografi pada Mahasiswa di Kota Pontianak” dengan responden yang lebih dewasa juga menyebutkan 37,9% dari 375 responden mengaku menggunakan media sosial sebagai sumber utama mengakses pornografi.

Nenden Sekar Arum, Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), menilai penggunaan media sosial sebagai akses ke pornografi memang sangat mungkin terjadi. Hal ini selaras dengan migrasi pola konsumsi informasi yang kini banyak beralih ke media sosial. 

“Jadi sangat mungkin juga kalau pola konsumsi pornografi ini ikut dalam pola konsumsi informasi di Indonesia. “ ujar dia.  

Hasil survei Reuters Institute 2024 pun menyebutkan 68% dari 2.008 responden di Indonesia mengatakan media sosial menjadi sumber utama untuk konsumsi informasi. 

Bahkan kata Nenden, distribusi konten pornografi di platform yang sering dinilai bersih seperti LinkedIn pun sangat mudah. Alhasil, menutup sebuah platform tidak akan pernah menjadi sebuah solusi.

“Kalau orang sudah berbisnis di industri pornografi, bisa saja link-nya disebar via DM (pesan langsung). Sehingga memutuskan untuk memblokir satu platform aku rasa tidak akan mengatasi masalah utamanya,” kata dia. 

Wacana pemblokiran Twitter alias X, menurut Nenden justru bakal kontraproduktif. Ini sama halnya analogi mencari tikus, tapi membakar lumbungnya. Pemblokiran Twitter akan memberikan lebih banyak kerugian ketimbang keuntungan.

Twitter saat ini menjadi platform yang sangat powerful untuk menuntut ketidakadilan. Sampai ada kebijakan di-hold. Kalau Twitter diblokir, hal-hal tersebut jadi hilang,” kata dia.

Ketimbang memblokir, pemerintah dapat menjalankan diplomasi untuk mengetatkan konten pornografi di media sosial. Apalagi pornografi di Twitter sudah marak sebelum Elon Musk mengizinkan distribusi konten.

Editor: Aria W. Yudhistira


Button AI Summarize