Persaingan merebut kursi gubernur Jakarta semakin ketat. Tingkat elektabilitas pasangan Pramono Anung-Rano Karno semakin melaju mendekati Ridwan Kamil (RK)-Suswono. Popularitas Rano alias si Doel dinilai berhasil mendongkrak suara pasangan yang diusung PDIP.
Hasil sigi Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada 10-17 Oktober, yakni setelah acara debat pertama, elektabilitas Pramono-Rano bahkan berhasil unggul. Pasangan tersebut memiliki tingkat keterpilihan sebesar 41,6%, sedangkan RK-Suswono memperoleh 37,4%.
“Salah satu faktor yang menjelaskan mengapa Pram-Rano bisa menyaingi dan mengungguli RK-Suswono adalah faktor wakil gubernurnya,” kata Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan, di kanal Youtube LSI, Rabu, 23 Oktober.
Namun hasil berbeda ditunjukkan oleh Poltracking Indonesia yang melakukan survei pada 10-16 Oktober. Elektabilitas RK-Suswono masih sebesar 51,6% dibandingkan Pramono-Rano Karno sebesar 36,4%. Kendati begitu, elektabilitas mantan Sekretaris Kabinet dan mantan Gubernur Banten tersebut meningkat dibandingkan September yang sebesar 31,5%.
Popularitas RK memang tersaingi oleh Rano Karno. Bahkan pemeran karakter Doel dalam sinetron “Si Doel Anak Betawi” tersebut lebih disukai dibandingkan RK. Analisis Drone Emprit terhadap performa debat Cagub-Cawagub pada 6 Oktober lalu, RK menjadi calon gubernur yang paling tidak disenangi. Salah satunya karena dianggap gagal memimpin Jawa Barat.
Menurut pengamat politik dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Nicky Fahrizal, Rano Karno sebagai sosok Doel memiliki potensi lebih besar dalam menggunakan budaya populer untuk menggaet anak muda dan masyarakat Betawi.
Masyarakat Betawi mencakup sekitar 27% sampai 28% penduduk Jakarta. Menurut survei Katadata Insight Center, elektabilitas Pramono-Rano Karno juga unggul di kalangan pemilih yang religius dan kultural.
Nicky mengatakan, pasangan calon peserta Pilkada Jakarta 2024 tidak cukup populer dibandingkan gubernur-gubernur sebelumnya. Begitu pula dengan kinerja mereka yang dianggap belum memiliki rekam jejak yang lebih baik.
“Sejak era (kepemimpinan) Jokowi, Ahok, hingga Anies, Jakarta mulai berbenah besar-besaran. Jakarta ini episentrumnya pusat perekonomian dan episentrum politik. Wajar jika Jakarta menjadi medan tempur untuk menguji layak atau tidak memimpin Indonesia di masa depan,” kata Nicky kepada Katadata.co.id, Senin, 21 Oktober.
PKS vs PDIP
Partai politik selalu mendapatkan efek ekor jas (coattail effect) dari Pilkada Jakarta. PDIP berhasil meraih suara terbanyak dalam dua kali Pemilu, yakni pada 2014 dan 2019, berkat kemenangan Joko Widodo (Jokowi), calon yang mereka dukung.
Hal yang sama dirasakan PKS yang mendukung Anies Baswedan dalam Pemilihan Gubernur (Pilgub) 2017 dan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Pada Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024, PKS berhasil mengalahkan PDIP dan menjadi partai terbesar Jakarta dengan perolehan 18 kursi DPRD.
PKS merupakan partai politik yang memiliki akar kuat di Jakarta. Sejak Pilkada 2007, partai ini tidak pernah absen mengusung pasangan calonnya sendiri. “PKS itu memang basis konstituennya Islam perkotaan, kelas menengah, dan terpelajar. Karakteristik seperti itu memang banyak sekali di Jakarta dan Jabodetabek,” kata Nicky Fahrizal.
Jika dibedah berdasarkan kemenangan Pemilihan Legislatif (Pileg) DPRD Jakarta 2024, PKS tampak menguasai Jakarta Pusat, Jakarta Timur, dan Jakarta Selatan. Sedangkan PDIP, yang berada di nomor dua, terlihat memenangi daerah Jakarta Utara dan Jakarta Barat.
Jakarta Selatan memang selalu dikuasai PKS. Sedangkan PDIP selalu merajai suara di Utara dan Barat pada beberapa Pileg terakhir. Pada putaran pertama Pilgub Jakarta 2017, pasangan yang diusung PDIP, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Djarot Saiful Hidayat, juga unggul di Utara dan Barat sebelum kalah telak pada putaran kedua.
“Selatan itu lebih modern tetapi juga konservatif. Basis PKS itu sangat tinggi di Selatan. Jakarta Barat dan Utara lebih plural karena setiap suku bangsa di sana. Masyarakat yang lebih inklusif ada di sana. PDIP memimpin salah satunya karena mereka lebih dipercaya masyarakat Tionghoa di daerah Utara dan Barat,” kata Nicky.
Dalam hal elektabilitas, sebelum memasuki era kampanye dan debat, RK-Suswono melesat merajai suara di seluruh wilayah, terutama Jakarta Selatan dan Jakarta Timur. Tidak heran, sebab mereka tidak hanya didukung koalisi pemenangan Prabowo-Gibran dalam Pilpres Februari lalu, tetapi juga didukung PKS sebagai penguasa Jakarta.
Namun, seiring berjalannya waktu, penguasaan RK-Suswono melemah. Selain di Jakarta Selatan yang memang basis kuat PKS, Pramono-Rano Karno perlahan-lahan memperkuat suaranya di Utara dan Barat, sembari merebut suara di Timur dan Pusat.
“Mengapa Pramono-Rano Karno bisa menyusul? Karena tidak solidnya suara partai-partai yang sangat banyak mendukung RK-Suswono,” kata Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) Djayadi Hanan.
Penentu: Menjaring Suara Anak Abah
Tidak solidnya suara partai Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus dalam mendukung RK-Suswono, dinilai akibat perpecahan suara di tubuh PKS dan PKB. Kedua partai merupakan pendukung Anies Baswedan dalam Pilpres 2024. Survei LSI menunjukkan, partai-partai koalisi masih cukup solid mendukung RK-Suswono. Namun, pendukung kedua partai justru menunjukkan kebalikannya.
“Saya duga ini karena faktor Anies Baswedan. Dari survei, 16,7% base PKS di Jakarta itu sekitar 12%-nya adalah pemilih Anies,” kata Djayadi Hanan.
Dia mengatakan, pergerakan pendukung di tingkat bawah menunggu arah yang ditunjukkan Anies Baswedan. “Anies tidak secara tegas menunjukkan dukungannya kepada paslon yang diusung PKS. Ini yang menyebabkan para pemilih PKS terbelah,” kata dia.
Awalnya, PKS sempat mengajukan nama Anies sebagai calon gubernur dalam Pilkada Jakarta 2024. Ketika itu, nama Gubernur Jakarta periode 2017-2022 tersebut memiliki elektabilitas tertinggi. Anies adalah top of mind dengan elektabilitas 39,7% jauh mengungguli RK yang hanya 13,1%.
Batalnya PKS mengusung Anies diduga menyebabkan suara PKS tidak solid. Lalu ke mana suara pendukung “Anak Abah”, yakni sebutan mereka yang mendukung dan puas dengan kinerja Anies, akan berlabuh? Arah dukungan suara Anak Abah ini memang disebut-sebut menjadi salah satu kunci kemenangan dalam Pilkada Jakarta 2024.
Saat ini, pasangan calon yang paling gencar dalam menjaring suara Anak Abah adalah Pramono-Rano Karno. Salah satunya lewat program menjaring aspirasi anak muda yang dipopulerkan Anies pada Pilpres 2024 yaitu “Desak Anies” yang diikuti Pramono lewat “Nyalain Pram.” RK-Suswono juga melakukan teknik kampanye yang sama lewat “Bongkar Aspirasi Ridwan Kamil.”
Pramono-Rano Karno juga menggaet dua mantan tim pemenangan Anies dalam Pilpres 2024 sebagai juru bicara. Hasilnya, beberapa kelompok relawan Anies mendeklarasikan dukungannya untuk Pramono-Rano Karno. Arah dukungan pemilih Anies-Muhaimin pada Pilpres 2024 lambat laun terlihat berpindah ke Pramono-Rano Karno.
Meski begitu, peta Pilkada Jakarta 2024 masih dinamis. Potensi sekali maupun dua kali putaran masih ada. Dengan masa kampanye yang kurang dari satu bulan lagi dan tersisa dua kali proses debat, akan jadi momen krusial untuk masing-masing paslon memenangkan suara warga Jakarta.
“Peluang menangnya masih sama kuat (antara RK-Suswono dan Pramono-Rano Karno), karena belum ada yang unggul signifikan,” kata Djayadi Hanan.
Editor: Aria W. Yudhistira