Advertisement
Analisis | 100 Hari Prabowo-Gibran: Tenaga Kurang Mengejar 3 Juta Rumah - Analisis Data Katadata
ANALISIS

100 Hari Prabowo-Gibran: Tenaga Kurang Mengejar 3 Juta Rumah

Foto: Katadata/ Bintan Insani
Presiden Prabowo mematok pembangunan 15 juta rumah dalam satu periode kepresidenannya. Maruarar Sirait, Menteri PKP, mengaku sudah membangun 40 ribu rumah sepanjang 80 hari bekerja. Realisasinya masih rendah dari target Presiden.
Muhammad Almer Sidqi
4 Februari 2025, 16.17
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Presiden Prabowo Subianto menggelontorkan target pembangunan 3 juta rumah per tahun selama masa pemerintahannya. Program ambisius ini dapat dibilang sebagai kelanjutan Program Sejuta Rumah (PSR) yang diinisiasi presiden sebelumnya, Joko Widodo. Namun, Prabowo mengerek targetnya hingga tiga kali lipat.

Tingginya backlog perumahan di Indonesia memaksa pemerintah memutar otak menyediakan hunian layak buat warganya yang merupakan amanat Undang-undang Dasar 1945. Backlog adalah krisis kepemilikan rumah, dan merupakan indikator untuk mengukur kesenjangan antara kebutuhan dan pasokan rumah. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia rata-rata mengalami backlog kepemilikan rumah sekitar 13 juta unit sejak 2010. 

Di sisi lain, jumlah rumah tangga terus meningkat secara gradual. Data terakhir mencatat ada 70 juta rumah tangga. Artinya, pada 2023, terdapat sekitar 12,7 juta rumah tangga atau setara 18,14% yang belum memiliki akses ke perumahan yang layak atau belum memiliki rumah sendiri. 

Angka backlog yang besar juga menunjukkan bahwa upaya pemerintah dan pihak swasta dalam menyediakan perumahan selama ini masih belum cukup. Ada banyak faktor yang memengaruhi hal ini, seperti keterbatasan lahan, tingginya biaya pembangunan, dan kurangnya akses pembiayaan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Di sisi lain, tingginya harga rumah terhadap pendapatan juga menjadi masalah. Data Numbeo, sebuah platform daring yang menyimpan informasi tentang berbagai aspek perkotaan, menunjukkan, rumah di kota-kota besar di Indonesia memiliki harga berbelas bahkan berpuluh kali lipat dari pendapatan tahunan warganya. 

Kesenjangan harga di Kota Medan, misalnya, adalah yang tertinggi. Rata-rata harga rumah di kota itu sama dengan 23,5 kali pendapatan tahunan rata-rata warganya. Harga rumah di DKI Jakarta, yang menempati posisi kelima, sama dengan 19,76 kali pendapatan tahunan warganya. Artinya, jika rata-rata gaji warga yang bekerja di Jakarta, menurut data BPS, berkisar Rp5,2 juta, maka rata-rata harga rumah di kota tersebut berkisar sekitar Rp1,2 miliar. Adapun Malang menjadi kota yang paling rendah dalam daftar itu. 

Sesuai namanya, Program 3 Juta Rumah membidik pembangunan rumah hingga 3 juta per tahun. Artinya, harus terbangun sekitar 8.219 rumah dalam sehari atau sekitar 250 ribu rumah dalam sebulan. Pemerintah mengklaim program ini akan diperuntukkan untuk MBR. Kalau ini tercapai, backlog di Indonesia boleh jadi akan berkurang signifikan. 

Pada 7 Januari lalu, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait mengaku sudah merampungkan 40 ribu rumah. “Itu juga akan bertambah terus,” katanya. 

Jika menghitung sejak dimulainya Kabinet Merah Putih bekerja,  Ara—sapaan Maruarar—berarti sudah 80 hari bekerja saat menyampaikan keterangan itu. 

Akan tetapi, jika dihitung lebih rinci, capaian Ara itu masih jauh di bawah target. Sebab, Ara dan timnya hanya sanggup membangun 500 rumah per hari. Itu baru sekitar 6% dari target harian. Adapun 40 ribu rumah berarti baru sekitar 1,3% dari target 3 juta rumah setahun.

Demi menjaga ritmenya, dalam rentang yang sama, Ara seharusnya sudah merampungkan 657.520 rumah. Masalahnya, ritme itu gagal terjaga. Akibatnya, target harian Ara justru membengkak menjadi 10.385 rumah per hari demi mencapai target yang diinginkan Presiden. Dengan sisa waktu yang ada, Ara berarti harus merampungkan sekitar 328 ribu rumah tiap bulan. 

Jika berkaca pada kemampuan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dalam mengeksekusi PSR tahun 2023, kementerian sanggup membangun 183 ribu rumah dalam tiga bulan. Pada 2023, kementerian yang saat itu dipimpin Basuki Hadimuljono itu berhasil membangun 1,2 juta rumah. Setiap bulan, mereka rata-rata membangun 100 ribu rumah. 

Program 3 Juta Rumah juga dibayangi persoalan anggaran. Dengan target yang ambisius, Kementerian PKP hanya dibekali dana Rp5,07 triliun. Keterbatasan fiskal juga menjadi tantangan pemerintahan Prabowo-Gibran. Anggaran Kementerian PKP bahkan lebih sedikit ketimbang anggaran Direktorat Jenderal Perumahan di bawah Kementerian PUPR dalam nomenklatur lama. Pada 2024, Ditjen Perumahan bahkan mendapat anggaran senilai Rp9,25 triliun. 

Kendati begitu, pemerintah mengungkapkan beberapa negara sudah berjanji akan membantu memuluskan program tersebut. Ketua Satuan Tugas Perumahan Hashim Djojohadikusumo menyebut negara seperti Uni Emirat Arab, Singapura, dan Turki akan membangun hunian masing-masing sebanyak 1 juta, 100 ribu, dan 50 ribu unit. Lalu Qatar membantu sekitar 4 sampai 6 juta rumah. “Dalam tiga bulan kira-kira sudah dapat komitmen untuk 7 juta unit lebih,” katanya, 20 Januari 2025. 

Made with Flourish 

==========

Artikel ini merupakan bagian dari edisi khusus 100 Hari Pemerintahan Prabowo-Gibran yang memotret perkembangan program-program kunci dan unggulan pemerintah. Liputan disajikan dalam format analisis data, yang memotret dan menakar perkembangan program tersebut berdasarkan riset dan data.

Editor: Aria W. Yudhistira