Induk Usaha Migas Memberikan Banyak Manfaat

JAKARTA – Merespons rencana pembentukan perusahaan induk (holding) badan usaha milik negara (BUMN) sektor minyak dan gas (migas) yang diinisiasi Kementerian BUMN, Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) menyelenggarakan seminar nasional bertajuk "Apakah Pembentukan Perusahaan Holding Migas Sebuah Solusi?"
Acara yang berlangsung pada 31 Mei 2016 lalu di Ballroom Mezzanine Kantor Pusat Pertamina ini dihadiri oleh Presiden KSPMI (Konfederasi Serikat Pekerja Migas Indonesia) Faisal Yusra dan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Dwi Soetjipto. Hadir pula Pengamat Energi Marwan Batubara dari Indonesian Resources Studies (IRESS) dan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Juajir Sumardi.
Dalam sambutannya, Presiden FSPPB Noviandri mengatakan, pembentukan perusahaan induk diharapkan bisa memenuhi keinginan masyarakat sebagai pihak yang merasakan manfaat dari murahnya harga migas.
Sementara itu, Dwi menuturkan, pembentukan perusahaan induk dilakukan untuk menjawab tantangan industri migas nasional. Sebagai gambaran, saat ini produksi Pertamina baru mencapai 26 persen dari total produksi nasional. Pun, Pertamina masih menjadi net importir di mana 50 persen kebutuhan harian bahan bakar minyak (BBM) masih dipenuhi dari luar negeri.
Oleh karenanya diperlukan pembentukan induk usaha sebab menghadirkan sejumlah manfaat. Di antaranya, Dwi mengungkapkan, peningkatan produksi domestik melalui sumber pendapatan baru dari transmisi dan distribusi yang telah dibangun oleh PGN (Perusahaan Gas Negara) dan percepatan pengembangan coal bed methane (CBM). Selain itu, peningkatan sumber liquefied natural gas (LNG), peningkatan kapasitas investasi perusahaan, peningkatan pendapatan sekitar US$ 150 juta-US$ 250 juta per tahun, sinergi kontribusi pajak, sinergi biaya modal (capital expenditure), serta peningkatan total aset perusahaan.
"Tentu dari seluruh dampak positif ini kita perlu memperhatikan proses hukum yang harus dilalui tidaklah mudah, tetapi sesungguhnya manfaatnya akan luar biasa. Tentu hal ini sangat mudah dipahami," ujarnya.
Hal tersebut berkaca dari pengalamannya dalam memimpin pelaksanaan holding tiga perusahaan semen di Indonesia. Ketika masing-masing perusahaan melakukan kegiatan bisnis secara terpisah total laba bersih yang dihasilkan Rp500 miliar.
"Setelah kira-kira delapan tahun perusahaan ini melakukan holding, menghasilkan laba bersih sekitar Rp 5,5 triliun. Jadi, lebih dari 10 kali peningkatan dalam kurun waktu delapan tahun," tuturnya.
Dari prespektif akademisi, Juajir menekankan, pembentukan perusahaan induk BUMN migas harus sesuai dengan amanah Undang-Undang Dasar 1945 yakni mendorong pertumbuhan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Pemahamannya harus dilandasi bahwa migas adalah sumber daya alam strategis bagi negara yang menguasai hajat hidup orang banyak.
"Negara sebagai pemegang otoritas migas, penguasaan dan kepemilikan migas di wilayah Indonesia harus dikelola oleh bangsa sendiri,” katanya.
Adapun Marwan mengatakan, seharusnya sudah tidak ada lagi perdebatan mengenai perlu atau tidaknya pembentukan induk usaha migas. Menurutnya, pembentukan holding sudah jelas memberikan manfaat dan telah sesuai dengan konstitusi sehingga perlu didukung.
Menindaklanjuti seminar ini, FSPPB mengeluarkan enam poin rekomendasi nasional pembentukan induk usaha migas di antaranya pembentukannya harus sesuai UUD 1945 dan merupakan perpaduan pure holding dan operating holding company.