Advertisement
Advertisement
Analisis | Mengapa Covid-19 Kembali Menghantui DKI Jakarta? - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Mengapa Covid-19 Kembali Menghantui DKI Jakarta?

Foto: Ilustrasi: Joshua Siringoringo
Kapasitas testing Covid-19 Jakarta sudah di atas standar WHO, tapi tidak diimbangi dengan kemampuan pelacakan kontak erat per kasus. Rendahnya kapasitas pelacakan menunjukkan masih ada kasus yang “tersembunyi”.
Author's Photo
7 September 2020, 07.30
Button AI Summarize

Jakarta masih menjadi episentrum pandemi Covid-19 di tanah air. Hingga 3 September 2020, tercatat sebanyak 10.032 kasus aktif. Angka ini setara dengan 22,6% dari total nasional, atau yang tertinggi di Indonesia.

 Angka penularan pun terus meningkat. Dalam sehari, rata-rata terdapat 1.035 kasus baru pada periode 28 Agustus-3 September 2020. Gubernur Anies Baswedan mengatakan, lonjakan kasus terjadi seiring dengan upaya pemerintah provinsi melakukan testing.  

Dengan kapasitas tes yang tinggi, pemerintah dapat menemukan orang yang tertular, sekaligus mengetahui kondisi pandemi yang dihadapi dan kebijakan yang bakal dilakukan. “Jadi kami punya data yang cukup lengkap memberi tingkat keyakinan atas kondisi wabah di Jakarta,” ujarnya seperti dikutip dari Tempo.co.

Berdasarkan data, kapasitas testing di Jakarta mencapai 5 orang per 1.000 penduduk dalam sepekan. Angka rasio tersebut lebih tinggi dari standar WHO sebanyak 1 orang per 1.000 penduduk tiap pekan. Namun upaya untuk menemukan kasus bisa tak berjalan efektif jika tidak dibarengi dengan pelacakan kontak erat.

KawalCOVID19 mencatat, kapasitas pelacakan di Jakarta masih rendah yakni hanya sekitar  dua orang dari setiap kasus positif. Padahal Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 menargetkan ada 30 orang kontak yang terlacak dari setiap kasus. Rendahnya kapasitas pelacakan ini menunjukkan bahwa masih ada kasus yang “tersembunyi” karena tidak diketahui.

Halaman:

Editor: Aria W. Yudhistira