Advertisement
Advertisement
Analisis | Potensi Besar Energi Terbarukan Turunkan Emisi di Indonesia - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Potensi Besar Energi Terbarukan Turunkan Emisi di Indonesia

Foto:
Indonesia memiliki potensi energi baru dan terbarukan (EBT) yang besar, tapi pemanfaatannya masih sangat rendah. Padahal energi terbarukan merupakan kontributor utama untuk mencapai target penurunan emisi karbon 2030.
Dimas Jarot Bayu
19 Maret 2021, 16.00
Button AI Summarize

Indonesia mematok target tinggi untuk menurunkan emisi karbon. Namun rendahnya pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) menghambat pemenuhan target tersebut, terutama di sektor energi.

 Dalam Perjanjian Paris 2016, Indonesia menargetkan penurunan emisi karbon dioksida (CO2) sebesar 29% dengan usaha sendiri (CM1) pada 2030. Sedangkan jika mendapatkan bantuan internasional (CM2) sebesar 41%.

Pada tahun itu, emisi yang dihasilkan Indonesia diperkirakan mencapai 2.869 juta ton CO2. Artinya, volume emisi yang perlu diturunkan mencapai 834 juta ton setara CO2 (CO2e) jika dilakukan sendiri dan 1.081 juta ton CO2e jika mendapatkan bantuan internasional (CM2).

Seperti terlihat dalam tabel di bawah, target penurunan emisi di sektor energi sebesar 314 juta CO2e (CM1) dan 398 juta ton CO2e (CM2). Adapun hingga 2020, realisasi penurunannya baru 20,5%. Pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT) dapat mempercepat penurunan emisi. Apalagi EBT menjadi kontributor utama penurunan emisi di dalam negeri.

Pada 2020, misalnya, penurunan emisi dari pemanfaatan EBT mencapai 34,3 juta ton CO2e. Jumlah tersebut mencapai 53% dari total penurunan emisi di sektor energi yang mencapai 64,4 juta ton CO2e. 

Padahal Indonesia memiliki potensi besar EBT. Data Kementerian ESDM menyebutkan, potensinya mencapai total 417,8 gigawatt (GW). Namun pemanfaatannya masih sangat rendah, yakni hanya 2,5% atau sekitar 10,4 GW.

Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan, salah satu kendala dalam pemanfaatan EBT terkait biayanya yang besar. Untuk bisa mencapai target pada 2030, Indonesia setidaknya membutuhkan dana sebesar US$ 167,2 miliar atau sekitar Rp 2.400 triliun untuk pengembangan EBT sejak 2019.

Masalahnya, daya tarik investasi EBT di Indonesia masih rendah. Bahkan, kalah dari beberapa negara di Asia Tenggara, seperti Filipina, Vietnam, dan Thailand. Berdasarkan Indeks Daya Tarik Negara Energi Terbarukan (RECAI) yang dikeluarkan EY pada November 2020, Indonesia tak masuk dalam daftar 40 negara teratas. Padahal, Indonesia sempat menempati peringkat 38 dengan skor sebesar 49,9 pada November 2019.

Kondisi inilah membuat Indonesia kesulitan berkompetisi dengan negara lain dalam menggaet investasi EBT. “Di sektor energi terbarukan, maka kompetisinya adalah masalah pendanaan,” ujar Menteri ESDM Arifin Tasrif dalam acara Katadata Future Energy: Tech and Innovation 2021 pada Senin, 8 Maret 2021.

Halaman:

Editor: Aria W. Yudhistira