Advertisement
Advertisement
Analisis | Rebutan Kursi di Perguruan Tinggi dan Problem Kampus Swasta - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Rebutan Kursi di Perguruan Tinggi dan Problem Kampus Swasta

Foto: Ilustrasi: Joshua Siringo ringo/ Katadata
Perguruan Tinggi Swasta (PTS) menjadi opsi masyarakat memperoleh pendidikan tinggi. Persoalannya, biaya kuliah di PTS tergolong mahal dan kualitasnya belum optimal. Perlu upaya memperbaiki kondisi pendidikan tinggi di tanah air.
Dwi Hadya Jayani
29 Maret 2021, 17.02
Button AI Summarize

Hasil Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) baru saja diumumkan pada Senin 22 Maret 2021 lalu. Ini merupakan seleksi pertama masuk PTN. Sekurangnya ada dua jalur lagi, yakni SBMPTN dan seleksi mandiri.

Kuliah di PTN mungkin impian sebagian lulusan SMA. PTN dinilai memiliki kualitas yang lebih baik dan biayanya yang relatif lebih murah daripada kampus swasta. Namun tak semua impian dapat terwujud. Selain terpentok biaya, daya tampung PTN pun terbatas. Perguruan Tinggi Swasta (PTS) semestinya menjadi alternatif akses menempuh pendidikan tinggi.

Statistik Perguruan Tinggi 2019 mencatat, hanya terdapat 122 PTN atau 2% dari total 4.621 perguruan tinggi di tanah air. Dari sekitar 2,13 juta mahasiswa baru, PTN hanya menampung sekitar 683,9 ribu atau 32% dari total mahasiswa. Sementara dari 50% mahasiswa baru ditampung di kampus swasta.


Ini menunjukkan, PTS dapat menjadi alternatif masyarakat untuk mengenyam pendidikan tinggi. Namun dalam laporan Bank Pembangunan Asia (ADB) “Private Higher Education Across Asia” pada 2012, terdapat sejumlah persoalan yang dihadapi institusi pendidikan tinggi swasta, seperti mahalnya biaya kuliah, minim pendanaan, hingga rendahnya kualitas pengajar.

Soal biaya kuliah, ADB mencatat rata-rata biaya kuliah PTS di Indonesia lebih mahal dibandingkan negara Asia. Berdasarkan data tahun ajaran 2009/2010, rata-rata biaya kuliah di PTS Indonesia mencapai US$ 10.168 atau sekitar Rp 142 juta per mahasiswa. Sementara di Malaysia berkisar US$ 5.496-8.765 (Rp 77-123 juta) per mahasiswa.

Tingginya biaya kuliah tersebut menyebabkan peluang masyarakat mengakses pendidikan tinggi menjadi terbatas. Apalagi rata-rata biaya pendidikan di dalam negeri cenderung naik setiap tahun.


Mahalnya biaya kuliah merupakan dampak dari minimnya sumber pendanaan PTS. Banyak kampus swasta yang mengandalkan pendanaan dari kantong pribadi pemilik yayasan. Alhasil iuran mahasiswa menjadi satu-satunya sumber pendanaan PTS, sehingga biaya kuliah dipatok tinggi.

Akibatnya, ketika ada PTS yang menawarkan biaya kuliah murah menimbulkan kekhawatiran kampus swasta lain. Hal ini terjadi di Serang, Banten baru-baru ini, ketika Yayasan Sasmita Jaya Grup berencana membuka Universitas Sutomo di sana.

Yayasan yang juga memiliki Universitas Pamulang (Unpam) tersebut menawarkan biaya kuliah S1 sebesar Rp 150 ribu per bulan. Rencana ini kemudian diprotes Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Wilayah IV-B/Banten ke walikota Serang.

Halaman:

Editor: Aria W. Yudhistira