Advertisement
Advertisement
Analisis | Alarm Bahaya Perubahan Iklim dari Siklon Tropis di Indonesia - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Alarm Bahaya Perubahan Iklim dari Siklon Tropis di Indonesia

Foto: Ilustrasi: Joshua Siringo ringo/ Katadata
Indonesia merasakan dampak perubahan iklim, yakni naiknya suhu permukaan laut. Alhasil, semakin sering badai tropis terjadi di kawasan khatulistiwa. Jika tidak diantisipasi, siklon tropis ini dapat menyebabkan bencana banjir atau tanah longsor.
Andrea Lidwina
8 April 2021, 07.46
Button AI Summarize

Banjir bandang dan tanah longsor melanda 11 daerah di Nusa Tenggara Timur (NTT). Bencana terbesar dalam satu dekade terakhir itu merenggut sedikitnya 84 orang tewas dan 103 lainnya hilang. Kondisi terparah terjadi di Kabupaten Flores Timur, Lembata, dan Alor.

Penyebab bencana ini adalah siklon tropis Seroja yang menyebabkan cuaca ekstrem dan hujan deras selama empat hari pada pekan pertama April 2021. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sebetulnya telah mendeteksi bibit badai di Laut Sawu, Nusa Tenggara Timur pada 2 April 2021. Namun informasi tersebut tidak segera menjadi perhatian publik sehingga terlambat terantisipasi.

Siklon tropis merupakan badai dengan kecepatan angin di atas 63 km/jam dan radius rata-rata 150-200 km. Alhasil, siklon tropis dapat menimbulkan cuaca ekstrem hingga bencana hidrometeorologi. Adapun penamaan badai sesuai urutan nama siklon tropis dari BMKG yang menggunakan nama bunga dan buah-buahan.

Berada di garis khatulistiwa, seharusnya daratan Indonesia tidak menjadi perlintasan siklon tropis. Badai ini cukup sering terjadi di perairan di sekitar Indonesia, baik di sisi utara atau selatan khatulistiwa. Namun jarang mencapai ke daratan, meski badai di lautan memberikan dampak tidak langsung pada kondisi cuaca di tanah air.

Menurut catatan BMKG, siklon tropis mulai rutin terjadi di Indonesia sejak 2017. Sebelumnya taifun yang pertama kali dicatat adalah pada 2008, yakni siklon tropis Durga. Badai ini terjadi selama empat hari di perairan barat daya Bengkulu. Selanjutnya, ada siklon tropis Anggrek dengan kecepatan 110 km/jam pada akhir 2010 dan siklon tropis Bakung berkecepatan 75 km/jam di penghujung 2014.

Pada 2017, untuk kali pertama siklon tropis terjadi dua kali dalam setahun, yakni siklon tropis Cempaka pada 26-29 November dan siklon tropis Dahlia pada 27 November-2 Desember. Peneliti oseanografi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dewi Surinati dalam jurnal Oseana (2018) mengatakan, siklon tropis ini merupakan anomali.

Selain waktu kejadian yang berdekatan, keduanya terbentuk di rentang yang semakin dekat dengan garis khatulistiwa, berbeda dari kejadian-kejadian sebelumnya. Sejak 2017, siklon tropis mulai rutin terjadi setiap tahun di Indonesia. Siklon tropis Flamboyan dan Kenanga pada 2018, siklon tropis Lili pada 2019, siklon tropis Mangga pada tahun lalu, dan yang terbaru siklon tropis Seroja.

Halaman:

Editor: Aria W. Yudhistira