Advertisement
Advertisement
Analisis | Menimbang Waktu Tepat Vaksin Booster Berbayar - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Menimbang Waktu Tepat Vaksin Booster Berbayar

Foto: Joshua Siringo Ringo/ Ilustrasi/ Katadata
Hingga kini cakupan vaksinasi penuh Covid-19 di Indonesia masih sekitar 20% dari total penduduk. Meski cakupannya masih minim, pemerintah sudah memunculkan wacana komersialisasi vaksin booster.
Dimas Jarot Bayu
5 Oktober 2021, 15.44
Button AI Summarize

Pemerintah ingin memperluas jangkauan vaksin Covid-19 dosis ketiga atau booster melalui skema berbayar mulai tahun depan. Akan disiapkan sebanyak 101,4 juta dosis vaksin berbayar dengan target 93,7 juta jiwa.

Sebagai pengimbang, pemerintah juga menyiapkan vaksin booster gratis untuk 87,4 juta Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS Kesehatan. Kemudian 27,2 juta Pekerja Bukan Penerima Upah kelas III (PBPU III) dan 4,4 juta anak usia 12 tahun.

“Tentunya (booster) ini diperlukan untuk menahan terhadap apabila ada gelombang ketiga terjadi,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers hasil rapat terbatas pada Senin, 27 September 2021.

Wacana komersialisasi vaksin booster ini menuai penolakan. Berdasarkan survei Katadata Insight Center (KIC), Change.org, dan Kawal Covid-19, mayoritas atau 70% masyarakat tak setuju jika mereka harus membayar vaksin booster.

“Sementara, responden yang setuju dengan vaksin berbayar itu hanya 20,2%. Sisanya (9,8%) tidak tahu,” kata Head of Katadata Insight Center Adek Media Roza dalam diskusi virtual pada Rabu, 29 September 2021.

Survei tersebut melibatkan 8.299 responden yang tersebar di seluruh Indonesia. Survei dilakukan secara daring pada 6-22 Agustus 2021.

Penolakan terbesar karena 73,9% responden menganggap vaksin menjadi hak warga negara dalam kondisi kedaruratan. Kondisi ini lantaran corona masih menjadi pandemi dan mengancam kesehatan masyarakat.

Epidemiolog dari Universitas Indonesia Tri Yunis Miko menilai vaksin perlu ditetapkan sebagai barang publik selama ada ancaman pandemi. Bila corona sudah dipastikan tidak berpotensi menjadi wabah, masyarakat dapat membayar jika ingin mendapatkan vaksinasi.

“Harusnya vaksin gratis diberikan hingga wabah menjadi endemi dan tidak menimbulkan ancaman,” kata Yunis kepada Katadata.co.id.

Dalam survei tersebut sebanyak 67,2% responden yang menolak vaksin berbayar menilai wacana tersebut tak adil bagi orang yang tidak mampu. Dalam survei yang sama, penolakan terhadap vaksin berbayar memang semakin tinggi jika status ekonomi sosialnya (Social Economic Status/ SES) kian rendah.

Responden pada SES A yang menolak vaksin berbayar tercatat mencapai 61,2%. Kemudian meningkat menjadi 72,5% pada responden SES B.

Pada SES C, responden yang menolak vaksin berbayar sebesar 76,4%. Sedangkan, responden dengan SES D-E sebanyak ada 75,6%.

Selain itu, 39,3% responden yang menolak wacana vaksinasi berbayar karena menganggap pasokan masih langka, sehingga banyak yang belum mendapatkan vaksin hingga saat ini.

Bila mengacu kepada data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), total orang yang telah menerima vaksinasi baru mencapai 93,9 juta jiwa untuk dosis pertama hingga Senin, 4 Oktober 2021. Jumlah itu setara dengan 34,75% dari total penduduk Indonesia yang sebanyak 270,2 juta jiwa.

Halaman:

Editor: Aria W. Yudhistira