Advertisement
Advertisement
Analisis | Pidato Megawati 2019-2023: Apa Topik yang Dibahas dan yang Tak Disinggung? - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Pidato Megawati 2019-2023: Apa Topik yang Dibahas dan yang Tak Disinggung?

Foto: Joshua Siringo ringo/ Ilustrasi/ Katadata
Tak ada tokoh kuat dan punya kekuasaan sebesar Megawati Soekarnoputri di Indonesia. Dia memimpin PDIP, partai politik terbesar saat ini, yang bahkan menyebut Presiden Joko Widodo sebagai “petugas partai”. Katadata menganalisis 10 pidato mantan presiden ke-5 ini selama kurun 2019-2023. Total durasinya sepanjang 583 menit. Analisis ini untuk mengetahui: apa yang dibicarakan Megawati, dan mengapa itu dibicarakan?
Andrea Lidwina
20 Maret 2023, 16.11
Button AI Summarize

Di Indonesia barangkali tidak ada tokoh sekuat dan memiliki kekuasaan sebesar Megawati Soekarnoputri. Bukan hanya di kalangan perempuan, tokoh laki-laki pun tak ada yang menyamai posisi mantan presiden ke-5 tersebut.

PDIP, partai yang telah dipimpinnya selama lebih dua dekade, merupakan partai terbesar di tanah air. PDIP menempatkan 128 kadernya atau 22,26% dari total kursi parlemen saat ini. Sekaligus membuat partai berlambang banteng moncong putih ini menjadi satu-satunya partai yang dapat mencalonkan presiden dalam pemilihan umum (Pemilu) 2024. 

Presiden Joko Widodo yang saat ini berkuasa adalah kader PDIP. Megawati pernah menyebut Jokowi, panggilan akrab Joko Widodo, sebagai petugas partai. Sebutan yang sekaligus ingin menunjukkan bahwa Jokowi adalah bawahannya.

Begitu kuat kuasanya membuat Megawati sangat percaya diri saat berbicara di depan publik. Dia dapat berbicara tentang apa saja, termasuk saat berbicara mengenai dirinya maupun topik-topik lain, tanpa khawatir ada yang menginterupsi. Meskipun tak jarang pernyataannya memunculkan kontroversi dan menjadi buah bibir di media sosial. 

“Ketika saya mau punya menantu, saya sudah bilang sama anak saya, awas lho kalau carinya yang kayak tukang bakso.”

Kalimat itu disampaikan sebagai guyonan saat berpidato dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) II Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan pada 21 Juni 2022. Hadirin pun tertawa setelah mendengar ucapan Megawati.

Namun, pernyataan itu lantas menjadi sorotan dan buah bibir di media sosial. Dia dinilai tidak memiliki sensitivitas sosial, terutama terhadap kalangan wong cilik yang selama ini menjadi konstituennya.

Ini bukan satu-satunya pernyataan Megawati yang menuai kontroversi. Di webinar “Cegah Stunting untuk Generasi Emas” pada 17 Maret 2022, dia mempertanyakan kebiasaan ibu-ibu menggoreng sampai harus mengantre dan berebut minyak goreng yang sedang langka.

Mengapa Megawati kerap menyampaikan pandangan yang memunculkan polemik? Apa dan siapa yang dia bicarakan? Apa tujuannya?

Katadata.co.id menonton dan mencatat isi berbagai pidato Megawati selama kurun 2019-2023 untuk menjawab sejumlah pertanyaan tersebut. Seluruhnya ada 10 pidato dengan total durasi mencapai 583 menit. 

Kami menghitung berapa lama Megawati membicarakan suatu isu, kemudian mengelompokkannya ke dalam topik-topik besar. Misalnya, politik, perempuan, dan riset. Alhasil, kami mengetahui topik-topik yang menjadi perhatian utama Megawati.

Apa yang Dibicarakan Megawati?

Politik adalah topik utama yang kerap dibahas Megawati. Dia bisa menghabiskan lebih 50% dari total durasi berpidato ketika membicarakan persoalan ini. Meskipun pada saat berpidato, dia lebih sering mengikuti naskah yang telah disiapkan. 

Namun saat menjadi pembicara kunci di luar acara politik, isu politik hanya mengambil sekitar 20-30% dari total durasi. Biasanya ini merupakan hasil ‘improvisasi”. Salah satunya, keheranan dan kritik Megawati terhadap kebiasaan wong cilik seperti pada kasus ibu pengajian.

Megawati mengangkat atau menyisipkan topik politik dalam pidatonya seolah ingin mengingatkan kembali atau mengukuhkan kekuasaan dan kekuatan yang dimilikinya. Pada topik ini, ada dua subtopik yang paling sering dibahas atau hampir selalu muncul dalam pidato-pidatonya. 

Pertama, sejarah pembentukan PDIP dan karier Megawati di dunia politik, yang keduanya tidak bisa dipisahkan dari warisan sang ayah, Sukarno. Megawati kerap memaparkan jasa dan pemikiran Sukarno bagi Indonesia, dibarengi cerita sebagai anak kandung dan anak ideologisnya.

“Sudah ada Konferensi Asia-Afrika, Konferensi Non-Blok. Sampai hari ini, mana ada dunia membuat sebuah konferensi yang sebesar itu? Coba saja lihat,” kata Megawati di HUT PDI Perjuangan ke-49 pada 10 Januari 2022.

Gregory Coles (2018) dalam artikel “What Do I Lack as a Woman?: The Rhetoric of Megawati Sukarnoputri” di jurnal Rhetorica mengatakan, penyebutan Sukarno secara ekstensif dalam pidato-pidato Megawati tidaklah mengherankan. Sebab, pengaruh Sukarno sangat besar dalam ingatan kolektif masyarakat. 

Artinya, dia memiliki fondasi yang lebih kuat daripada tokoh politik lain untuk mengklaim perpanjangan gagasan Sukarnoisme, nasionalisme, atau yang berhubungan dengan wong cilik. Coles bahkan menyebut Megawati sebagai representasi simbolis dari Sukarno yang mungkin tak bisa dipisahkan dari gagasan “Indonesia” itu sendiri.

Meski begitu, Megawati tetap menggambarkan dirinya sebagai sosok yang pantas duduk di kursi pemimpin, bukan sekadar mewarisi apa yang telah dicapai ayahnya. Megawati biasanya menceritakan konteks ini kepada situasi pasca-kejatuhan Sukarno dan sebelum terjun ke dunia politik.

“Pada waktu itu, karena keadaan politik, bapak saya dilengserkan. Jadi, kami ini, kalau ada di roda atas, langsung diturunkan ke bawah, hidup sebagai rakyat biasa. Tapi, fighting spirit saya dan keluarga tidak hilang. Akhirnya, saya sekarang diakui,” ujarnya di acara Sarasehan “Indonesia Muda Membaca Bung Karno” pada 29 Juni 2021.

Kedua, instruksi Megawati kepada para kader PDI Perjuangan. Misalnya, kader harus mau turun ke bawah agar mendapatkan suara dan tidak melupakan janjinya pada masyarakat. Kemudian, harus mengikuti proses kaderisasi dan struktur kerja di partai, bukan hanya haus kekuasaan.

Megawati juga mengatakan tidak segan memecat kader yang melawan instruksinya. “Jadi, jangan bikin ibu ini untuk melakukan itu (pemecatan),” katanya di HUT PDI Perjuangan ke-50 pada 10 Januari 2023.

Instruksi semacam ini juga diberikan kepada Presiden Jokowi yang bagi Megawati, tetaplah sebagai “petugas partai,” sebagaimana pernah dilontarkannya dalam pidato pada 2015.

Di Kongres V PDI Perjuangan pada 8 Agustus 2019, misalnya, Megawati meminta partainya “masuk ke dalam kabinet dengan jumlah menteri yang harus terbanyak.” Permintaan ini disampaikan kepada Jokowi yang saat itu tengah mempersiapkan susunan kabinet di periode pemerintahannya yang kedua. Saat ini, ada lima menteri di Kabinet Indonesia Maju yang berasal dari PDI Perjuangan, terbanyak dibandingkan partai politik lain.

Pada kesempatan yang sama, Megawati juga meminta Jokowi untuk membentuk sebuah badan riset nasional. Permintaan ini pun berulang kali disampaikannya dalam pidato di acara-acara lain.

Jokowi kemudian membentuk Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pada 2019, yang terintegrasi dengan Kementerian Riset dan Teknologi. Lalu, Jokowi memisahkan BRIN dan menjadikannya lembaga yang berdiri sendiri pada 2021. Dia lalu menunjuk Megawati sebagai Ketua Dewan Pengarah BRIN.

Sementara itu, subtopik politik lain yang dibahas Megawati dalam pidatonya bergantung pada kondisi dan peristiwa yang terjadi ketika pidatonya berlangsung. Baru-baru ini, Megawati menyinggung partai politik lain yang mengusung kader PDIP pada Pemilu 2024.

Halaman:

Editor: Aria W. Yudhistira