Advertisement
Advertisement
Analisis | Mengapa Pemerintah Harus Terus Membangun Jalan? - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Mengapa Pemerintah Harus Terus Membangun Jalan?

Foto: Joshua Siringo ringo/ Ilustrasi/ Katadata
Infrastruktur jalan merupakan urat nadi untuk meningkatkan perekonomian. Kualitas jalan yang baik dapat memperpendek jarak tempuh dari satu kota ke kota lain. Pada 2015, waktu tempuh per 100 km rata-rata 2,7 jam, kemudian berkurang menjadi 2,2 jam pada 2019. Pemerintah menargetkan bisa menurunkan lagi hingga 1,9 jam. Salah satunya melalui pembangunan jalan tol.
Andrea Lidwina
30 Mei 2023, 08.18
Button AI Summarize

Jalan merupakan infrastruktur penting untuk mendukung daya saing, produktivitas, dan pertumbuhan ekonomi suatu daerah, bahkan negara. Namun, apakah sudah tepat dan efektif kebijakan menggenjot pembangunan jalan tol di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo ini?

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), total panjang jalan di Indonesia tercatat sebesar 548.573 km pada 2021. Terdiri dari jalan nasional sepanjang 47.017 km, jalan provinsi 54.551 km, jalan kabupaten/kota 444.548 km, dan jalan tol 2.457 km.

Empat jenis jalan tersebut beroperasi sesuai tingkat kewenangan pemerintah. Jalan nasional dan jalan tol menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, sementara jalan provinsi dan jalan kabupaten/kota diurus oleh pemerintah daerah.

Artinya, pemerintah pusat punya wewenang atas 9,1% jalan di Indonesia. Laporan Bank Dunia bertajuk “Indonesia Public Expenditure Review: Spending for Better Results” (2020) mengatakan jalan nasional dan jalan tol tersebut “memuat hampir 40% lalu lintas” di dalam negeri.

Penggunaan Jalan Nasional dan Jalan Tol

Jalan nasional lebih dulu beroperasi ketimbang jalan tol di Indonesia. Salah satunya, Jalur Pantai Utara (Pantura) yang dibangun pada masa kolonial dan masih digunakan sampai sekarang. Menurut data BPS, panjang jalan nasional di Indonesia mencapai 47.017 km (8,6% total jalan) pada 2021.

Angka total tersebut mencakup dua aspek. Pertama, jalan nasional yang baru dibangun. Kedua, jalan existing yang berubah status dari jalan daerah menjadi jalan nasional (upgrade).

Namun, Bank Dunia mencatat pertambahan jalan nasional didominasi perubahan status jalan, bukan hasil dari pembangunan jalan baru. Sebagai gambaran, lembaga itu mengatakan 86% tambahan jalan nasional berasal dari perubahan status pada 2014, sedangkan pembangunan jalan baru hanya 3%.

“Jaringan jalan nasional tidak dapat mengimbangi pertumbuhan permintaan (transportasi darat), yang menyebabkan penumpukan (kemacetan) pada jaringan jalan,” tulis Bank Dunia.

Karena itu, pemerintah membangun jalan tol. Melansir Historia, pembangunan jalan tol yang berbayar pertama kali diusulkan oleh Wali Kota Jakarta Sudiro pada 1955. Tujuannya, mendapat dana tambahan untuk pembangunan kota.

Usulan ini sempat ditolak, lantaran dianggap malah menghambat lalu lintas dan sistem jalan berbayar merupakan pajak kuno. Pembangunan jalan tol perdana dengan rute Jakarta-Bogor-Ciawi (Jagorawi) akhirnya dimulai pada 1973. Jalan berbayar sepanjang 59 km itu mulai beroperasi pada 1978.

Pada tahun-tahun berikutnya, jalan tol yang beroperasi di Indonesia pun semakin panjang hingga ke luar Pulau Jawa.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mencatat ada 15 ruas jalan tol dengan total panjang 564,9 km beroperasi di Indonesia pada era Orde Baru. Lalu, bertambah dua ruas jalan tol sepanjang 12,8 km pada masa kepemimpinan BJ Habibie (1998-1999).

Jumlah jalan tol yang beroperasi baru bertambah lagi pada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Pertambahannya sebanyak 14 ruas jalan tol dengan total panjang 352,2 km pada periode 2004-2014.

Jokowi juga menambah 36 ruas jalan tol siap beroperasi sepanjang 1.569,2 km sejak awal memimpin hingga Februari 2022. Dengan begitu, jalan tol yang kini dapat digunakan masyarakat Indonesia sudah mencapai lebih dari dua ribu kilometer.

Menurut pengamat perkotaan Universitas Trisakti Nirwono Yoga, pembangunan jalan tol jadi prioritas pemerintah karena biaya pembangunannya dibebankan pada pihak ketiga atau melalui skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), seperti dilansir dari Bisnis.

Dengan begitu, pemerintah tidak menggunakan dana dari APBN maupun menanggung kerugian dari pembangunan jalan tol. Sejalan dengan itu, situs Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) pun mengatakan jalan tol bertujuan “meringankan beban dana pemerintah melalui partisipasi pengguna jalan.”

Meski berbayar, jalan tol sebetulnya juga memberikan dampak positif terhadap kepentingan ekonomi dan sosial masyarakat—tidak hanya bertujuan mencari dana untuk pembangunan kota, seperti usulan awal Sudiro.

Halaman:

Editor: Aria W. Yudhistira