Advertisement
Advertisement
Analisis | Mengapa Perempuan Lebih Banyak Menderita Gangguan Mental? - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Mengapa Perempuan Lebih Banyak Menderita Gangguan Mental?

Foto: Joshua Siringo ringo/ Ilustrasi/ Katadata
Tren penderita gangguan kesehatan jiwa di Indonesia meningkat dalam tiga dekade terakhir. Depresi dan kecemasan berlebihan adalah dua kasus gangguan mental terbesar. Diperkirakan ada sekitar 12 juta penduduk yang mengalami gangguan mental. Mengapa perempuan lebih rentan mengalami penyakit kejiwaan?
Vika Azkiya Dihni
4 Juli 2023, 09.04
Button AI Summarize

Sebagaimana tubuh atau fisik yang dapat terkena penyakit, kondisi psikis seseorang juga dapat terganggu. Gangguan kesehatan jiwa atau mental ini dapat menyerang siapa saja, lelaki atau perempuan. Orang dewasa hingga anak-anak. Secara tren, gangguan kesehatan mental di Indonesia meningkat dalam tiga dekade terakhir.

Data menunjukkan, perempuan lebih rentan menderita gangguan mental, seperti depresi hingga kecemasan berlebihan, daripada laki-laki. Kendati begitu, jika ditangani dengan tepat penderita penyakit jiwa dapat hidup dan beraktivitas normal. 

Dalam definisi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), penyakit kejiwaan ditandai dengan gangguan yang terjadi secara klinis pada kognisi, pengaturan emosi, atau perilaku seseorang. Gangguan kesehatan mental ini mencakup banyak bentuk, termasuk depresi, kecemasan, bipolar, gangguan makan, dan skizofrenia.

Riset dari Institute for Health Metrics and Evaluation University of Washington terkait Global Burden of Disease (GBD) 2019 menunjukkan, tingkat prevalensi gangguan mental di Indonesia beragam. Prevalensi terbesar adalah depresi dan kecemasan. 

Dari riset tersebut terlihat, prevalensi perempuan yang mengalami depresi di Indonesia sebesar 2,9% dari populasi. Artinya, sekitar 8 juta perempuan dari sekitar 270 juta penduduk mengalami gangguan depresi. Angka ini lebih tinggi dari prevalensi laki-laki dengan gangguan serupa yakni hanya 2% atau sekitar 5 juta orang.

Sementara itu, prevalensi gangguan kecemasan pada perempuan di Indonesia mencapai 4,5%. Jumlahnya hampir dua kali lipat dibandingkan laki-laki. Begitu pula perempuan memiliki prevalensi gangguan makan lebih tinggi. 

Dilihat dari trennya, gangguan kesehatan mental di Indonesia mengalami peningkatan, terutama pada perempuan yang mengalami depresi, kecemasan, dan gangguan makan.

Ada beragam gejala gangguan mental, mulai dari rasa sedih berlebihan, kehilangan semangat melakukan kegiatan yang menyenangkan, bahkan melukai diri sendiri, hingga muncul keinginan bunuh diri. Beratnya gejala bisa tergantung pada kondisi psikis seseorang. 

Belum lama ini terjadi kasus bunuh diri yang menimpa seorang ibu berinisial HK (31 tahun) di Jember, Jawa Timur. Dia ditemukan gantung diri, sementara kedua anaknya yang berusia 7 tahun dan 8 bulan juga ditemukan tidak bernyawa. 

Kapolres Jember AKBP Nur Hidayat mengatakan, HK mengalami depresi sejak 2018. “Dari keterangan suami, istrinya mengalami depresi dan halusinasi,” kata dia Sabtu, 17 Juni 2023 seperti dikutip dari Antara. Kasus bunuh diri ini sebetulnya dapat dicegah jika segera mendapatkan penanganan.

Perempuan Lebih Rentan

Nancy Schimelpfening dalam “Why Depression Is More Common in Women Than in Men” mengungkapkan sejumlah alasan perempuan lebih mudah mengalami gangguan kesehatan mental seperti depresi ketimbang laki-laki. 

Pertama, alasan biologis. Pada perempuan, perubahan kadar hormon, seperti estrogen dan progesteron, bisa memengaruhi bagian sistem saraf yang berhubungan dengan gangguan suasana hati (mood). Perubahan kadar hormon ini biasanya terjadi ketika menstruasi, hamil, melahirkan, dan menopause.

Kedua, alasan sosial budaya. Perempuan pada umumnya disosialisasikan untuk bisa mengasuh dan mendidik, serta peka terhadap pendapat orang lain. Hal ini rentan membuat perempuan mendefinisikan dirinya melalui pendapat orang lain sehingga berpengaruh terhadap kesehatan mentalnya.

Tuntutan perempuan yang harus bisa berperan ganda juga turut berpengaruh. Misalnya, perempuan yang hanya menjadi ibu rumah tangga mungkin menganggap peran mereka diremehkan oleh masyarakat. 

Sementara itu, perempuan yang berkarier merasakan konflik antara peran mereka sebagai istri dan ibu dengan pekerjaan. Peran ganda tanpa dukungan dari keluarga ini bisa memicu gangguan mental pada perempuan.

Halaman:

Editor: Aria W. Yudhistira