Sebagaimana tubuh atau fisik yang dapat terkena penyakit, kondisi psikis seseorang juga dapat terganggu. Gangguan kesehatan jiwa atau mental ini dapat menyerang siapa saja, lelaki atau perempuan. Orang dewasa hingga anak-anak. Secara tren, gangguan kesehatan mental di Indonesia meningkat dalam tiga dekade terakhir.
Data menunjukkan, perempuan lebih rentan menderita gangguan mental, seperti depresi hingga kecemasan berlebihan, daripada laki-laki. Kendati begitu, jika ditangani dengan tepat penderita penyakit jiwa dapat hidup dan beraktivitas normal.
Dalam definisi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), penyakit kejiwaan ditandai dengan gangguan yang terjadi secara klinis pada kognisi, pengaturan emosi, atau perilaku seseorang. Gangguan kesehatan mental ini mencakup banyak bentuk, termasuk depresi, kecemasan, bipolar, gangguan makan, dan skizofrenia.
Riset dari Institute for Health Metrics and Evaluation University of Washington terkait Global Burden of Disease (GBD) 2019 menunjukkan, tingkat prevalensi gangguan mental di Indonesia beragam. Prevalensi terbesar adalah depresi dan kecemasan.
Dari riset tersebut terlihat, prevalensi perempuan yang mengalami depresi di Indonesia sebesar 2,9% dari populasi. Artinya, sekitar 8 juta perempuan dari sekitar 270 juta penduduk mengalami gangguan depresi. Angka ini lebih tinggi dari prevalensi laki-laki dengan gangguan serupa yakni hanya 2% atau sekitar 5 juta orang.
Sementara itu, prevalensi gangguan kecemasan pada perempuan di Indonesia mencapai 4,5%. Jumlahnya hampir dua kali lipat dibandingkan laki-laki. Begitu pula perempuan memiliki prevalensi gangguan makan lebih tinggi.
Dilihat dari trennya, gangguan kesehatan mental di Indonesia mengalami peningkatan, terutama pada perempuan yang mengalami depresi, kecemasan, dan gangguan makan.
Ada beragam gejala gangguan mental, mulai dari rasa sedih berlebihan, kehilangan semangat melakukan kegiatan yang menyenangkan, bahkan melukai diri sendiri, hingga muncul keinginan bunuh diri. Beratnya gejala bisa tergantung pada kondisi psikis seseorang.
Belum lama ini terjadi kasus bunuh diri yang menimpa seorang ibu berinisial HK (31 tahun) di Jember, Jawa Timur. Dia ditemukan gantung diri, sementara kedua anaknya yang berusia 7 tahun dan 8 bulan juga ditemukan tidak bernyawa.
Kapolres Jember AKBP Nur Hidayat mengatakan, HK mengalami depresi sejak 2018. “Dari keterangan suami, istrinya mengalami depresi dan halusinasi,” kata dia Sabtu, 17 Juni 2023 seperti dikutip dari Antara. Kasus bunuh diri ini sebetulnya dapat dicegah jika segera mendapatkan penanganan.
Perempuan Lebih Rentan
Nancy Schimelpfening dalam “Why Depression Is More Common in Women Than in Men” mengungkapkan sejumlah alasan perempuan lebih mudah mengalami gangguan kesehatan mental seperti depresi ketimbang laki-laki.
Pertama, alasan biologis. Pada perempuan, perubahan kadar hormon, seperti estrogen dan progesteron, bisa memengaruhi bagian sistem saraf yang berhubungan dengan gangguan suasana hati (mood). Perubahan kadar hormon ini biasanya terjadi ketika menstruasi, hamil, melahirkan, dan menopause.
Kedua, alasan sosial budaya. Perempuan pada umumnya disosialisasikan untuk bisa mengasuh dan mendidik, serta peka terhadap pendapat orang lain. Hal ini rentan membuat perempuan mendefinisikan dirinya melalui pendapat orang lain sehingga berpengaruh terhadap kesehatan mentalnya.
Tuntutan perempuan yang harus bisa berperan ganda juga turut berpengaruh. Misalnya, perempuan yang hanya menjadi ibu rumah tangga mungkin menganggap peran mereka diremehkan oleh masyarakat.
Sementara itu, perempuan yang berkarier merasakan konflik antara peran mereka sebagai istri dan ibu dengan pekerjaan. Peran ganda tanpa dukungan dari keluarga ini bisa memicu gangguan mental pada perempuan.
Ketiga, alasan psikologis. Dalam menghadapi masalah, perempuan cenderung menggunakan gaya koping yang lebih berfokus pada emosi dan ruminatif—merenungkan masalah mereka dalam pikiran. Sementara laki-laki cenderung menggunakan gaya koping yang lebih berfokus pada masalah dan mengalihkan perhatian untuk membantu melupakan masalah mereka.
Berdampak pada Produktivitas
Salah satu dampak yang timbul dari gangguan kesehatan mental turunnya produktivitas. Jika kesehatan mentalnya baik, seseorang cenderung lebih fokus, produktif, dan kreatif dalam menjalankan tugas-tugasnya.
Adanya peran ganda yang tinggi menjadi penyebab menurunnya kinerja perempuan yang mengalami depresi, peningkatan keluhan fisik dan tingkat energi yang rendah.
Dari hasil penelitian Sianturi dan Zulkarnain (2013) menunjukkan banyak konsekuensi negatif yang disebabkan oleh konflik peran ganda yang dijalani seseorang. Konsekuensi ini tidak hanya berakibat pada dirinya sendiri tapi juga berdampak pada sikap kerja, keluarga, dan kehidupan sosialnya.
WHO memperkirakan, secara global ada 12 miliar hari kerja yang hilang karena depresi dan kecemasan setiap tahun. Total kerugian diperkirakan mencapai US$1 triliun akibat penurunan produktivitas ini.
Karena itu, gangguan kesehatan mental tidak bisa diremehkan. Namun, kesadaran masyarakat dalam penanganan gangguan mental masih kurang.
Masih ada stigma negatif dan diskriminasi terhadap penderita gangguan mental. Orang dengan gangguan jiwa di Indonesia justru masih diperlakukan dengan salah, misalnya dengan pemasungan.
Dari data Riskesdas 2018 menunjukkan, proporsi rumah tangga yang pernah memasung anggota keluarga dengan gangguan jiwa berat sebesar 14%. Mayoritas terjadi di pedesaan.
Selain itu masih minimnya pelayanan dan fasilitas kesehatan mental di berbagai daerah membuat banyak penderita yang tidak tertangani. Hanya 9% penduduk yang mendapatkan pengobatan untuk gejala depresi dan 91% tidak menjalani pengobatan. Padahal depresi adalah awal dari gejala gangguan jiwa yang lebih berat.
Bagaimana Mengatasi Masalah Kesehatan Mental?
Tidak hanya kesehatan fisik, kesehatan mental juga memiliki pengaruh besar dalam kehidupan seseorang. Dengan menjaga kesehatan mental, seseorang akan merasakan efek positif seperti suasana hati yang membaik sehingga bisa menikmati hidup secara keseluruhan.
Selain terapi spiritual, terdapat beberapa cara untuk meningkatkan kesehatan mental. Pertama, penelitian menunjukkan bahwa cara berpikir yang positif memiliki efek yang kuat pada kejiwaan. “Ketika kita memandang diri kita dan hidup kita secara negatif, maka kita juga merasakan efek negatifnya,” seperti dikutip dari Psychology Today.
Kedua, rasa syukur juga berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan, kesehatan mental dan kebahagiaan. Cara sederhana untuk meningkatkan rasa bersyukur adalah menuliskan berbagai hal yang patut disyukuri setiap harinya.
Ketiga, fokus pada satu tujuan akan melepaskan emosi negatif. Keempat, olahraga. Tubuh akan melepaskan endorfin yang membantu menyingkirkan stres dan meningkatkan suasana hati.
Kelima, nutrisi yang baik dapat meningkatkan suasana hati. Karbohidrat dalam jumlah sedang meningkatkan serotonin yaitu bahan kimia yang terbukti memiliki efek menenangkan pada suasana hati. Sementara itu makanan kaya protein membantu tetap waspada.
Keenam, belajar terbuka kepada orang lain menjadikan seseorang lebih mampu berpikir positif dan semakin mengenal diri sendiri. Ketujuh, penelitian menunjukkan bahwa membantu orang lain memiliki efek menguntungkan pada perasaan.
Kedelapan, istirahat yang cukup. Kesembilan, tidur pada waktu yang teratur setiap hari dan berkualitas memberikan efek yang baik pada suasana hati.
Editor: Aria W. Yudhistira