Cek Data: Benarkah Radikalisme Meningkat di Tahun Politik?

Reza Pahlevi
27 Oktober 2022, 14:32
radikalisme, terorisme, penerobos istana, moeldoko
ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/wsj.
Sejumlah karangan bunga diletakkan di Monumen Bom Bali saat peringatan 20 tahun tragedi bom Bali di Badung, Bali, Rabu (12/10/2022).

Seorang perempuan bercadar tanpa identitas mencoba menerobos masuk Istana Negara, Jakarta Pusat, pada Selasa, 25 Oktober 2022. Perempuan tersebut lalu ditangkap setelah menodongkan senjata api kepada seorang anggota Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres). 

Penerobos istana tersebut lalu diketahui bernama Siti Elina. Saat ini, Polda Metro Jaya masih melakukan pemeriksaan intensif terhadap perempuan yang tinggal di Koja, Jakarta Utara itu.

Kontroversi: 

Kejadian ini terjadi beberapa hari setelah Kepala Staf Presiden Moeldoko memperingatkan radikalisme akan meningkat mendekati tahun politik 2024. Dia mengutip survei yang dilakukan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) pada 2020. 

Survei tersebut menunjukkan potensi radikalisme di Indonesia mencapai 14% pada 2020. Meski begitu, mantan Panglima TNI ini memprediksi angkanya dapat bertambah.

“Tahun politik pada 2023-2024 ada kecenderungan (radikalisme) akan meningkat,” kata Moeldoko di Istana Kepresidenan Jakarta yang dikutip dari CNNIndonesia pada Kamis 20 Oktober lalu.

Menurutnya, peningkatan radikalisme dipicu dinamika politik. Begitu pula dengan politik identitas yang kemungkinan muncul menjelang pemilu.

Meski menyinggung politik identitas, Moeldoko tidak menjawab soal kelompok atau kandidat presiden yang akan memainkan isu tersebut. Dia juga membantah pemerintah sengaja melabeli sejumlah kelompok dengan cap radikalisme.

Faktanya:

Moeldoko mengutip “Survei Indeks Potensi Radikalisme” yang dikerjakan BNPT bersama Alvara Strategi Indonesia, The Nusa Institute, Nasaruddin Umar Office, dan Litbang Kementerian Agama.

Potensi radikalisme yang dikutip Moeldoko sesuai hasil survei tersebut, yaitu 14% pada 2020. Masalahnya, survei ini tidak dilakukan berkala setiap tahun. Data potensi radikalisme tercatat sebesar 55,12% pada 2017, kemudian 38,4% pada 2019, dan 14% pada 2020. 

Jika melihat data tersebut, potensi radikalisme justru turun pada 2017 ke 2019 yang berbarengan dengan pemilu. Persoalannya, survei yang tidak berkala setiap tahun membuatnya kurang representatif untuk membandingkan situasi tahun ke tahun.

Radikalisme kerap dikaitkan dengan tindakan terorisme. BNPT juga menduga pelaku penerobosan istana tersebut berhubungan dengan kelompok Islam radikal. Namun, tidak semua orang yang terpapar paham Islam radikal melakukan aksi terorisme.

Salah satu matriks terkait terorisme adalah Global Terrorism Index yang dilakukan Institute for Economics and Peace (IEP) sejak 2011. Indeks ini diukur lewat empat indikator terorisme, yaitu jumlah kasus, kematian, korban luka, dan kerusakan properti.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...