Cek Data: Benarkah 90% Tambang Nikel Indonesia Dikuasai Cina?
Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Demokrat Zulfikar Hamonangan mengatakan, tambang dan smelter nikel di Indonesia 90%-nya dikuasai oleh Cina. Pernyataan tersebut dikemukakan dalam rapat kerja dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada Senin, 21 November 2022.
Dia menyinggung hal ini ketika membahas kekalahan Indonesia dalam sidang sengketa pembatasan ekspor nikel di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
“90% tambang nikel yang ada di Indonesia itu dikuasai Cina, Pak Menteri. Bahkan, benar atau tidaknya, pajaknya pun dibebaskan 30%,” kata Zulfikar dalam rapat tersebut.
Kontroversi
Pernyataan Zulfikar tersebut diamplifikasi oleh mantan wakil menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Muhammad Said Didu melalui akun Twitter.
Dengan hanya menikmati 10%-nya, Said memperhitungkan, Indonesia hanya memperoleh Rp50 triliun dari total nilai ekspor nikel yang bisa mencapai Rp450 triliun per tahun.
Mnrt @DPR_RI bhw ktr 90% nikel sdh dikuasai China dan mnrt @FaisalBasri bhw sktr 90% hasil nikel dinikmati oleh China artinya dari nilai nikel sktr Rp 450 t/thn, China menikmati sktr Rp 400 t
Artinya program "menjual" negara hampir tuntas. Silakan simak
https://t.co/fqz7tddvMH— Muhammad Said Didu (@msaid_didu) November 24, 2022
“Artinya program ‘menjual’ negara hampir tuntas,” katanya di akun Twitter @msaid_didu, Kamis, 24 November 2022.
Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri sebelumnya sempat mengomentari hasil nikel yang 90%-nya dinikmati oleh Cina ini. Faisal beropini Indonesia sangat merugi karena menggunakan sumber dayanya untuk mendukung industrialisasi di Cina.
“Warga kita kelas 2, sedangkan warga kelas satunya adalah pengusaha Cina. Jadi nilai tambahnya memang terbentuk, tapi 90% nilai tambahnya ke Cina,” kata Faisal dalam sebuah wawancara di CNBC Indonesia, pada Desember 2021.
Dalam blog pribadinya, Faisal sempat menyinggung kembali produk nikel Indonesia yang diekspor ke Cina untuk kebutuhan industri negara tersebut. Katanya, hampir semua produk smelter nikel itu diekspor ke Cina.
Faisal juga mengatakan, Cina mendatangkan ratusan ribu pekerja yang menggunakan visa turis untuk bekerja di smelter nikel. Padahal, pekerja-pekerja yang didatangkan ini kebanyakan bukan tenaga ahli.
“Berulang kali penguasa mengumbar bahwa ekspor naik ratusan persen, tetapi devisanya terbang semua. Jadi, apa yang penguasa banggakan?” kata Faisal di blog pribadinya, Februari 2022.
Faktanya
Banyak hal yang bisa diperiksa dari perdebatan ini. Pertama, apakah benar tambang dan smelter nikel di Indonesia dikuasai 90% oleh Cina?
Kami mengacu data Kementerian ESDM yang menunjukkan ada 10 pemegang izin usaha pertambangan (IUP) dan 1 pemegang kontrak karya nikel yang masih beroperasi pada 2020. Tidak ada perusahaan yang dimiliki Cina di antara 11 perusahaan ini.
Di antara 11 perusahaan tambang ini, kontrak karya PT Vale Indonesia Tbk memiliki area tambang terluas yaitu 118.017 hektare (ha). Kemudian PT Aneka Tambang Tbk (Antam) memiliki total 72.144 ha tambang lewat 11 IUP terpisah.
Meski begitu, jika melibatkan industri smelternya, industri nikel Indonesia memang didominasi Cina. Hal ini karena nilai pemurnian nikel memiliki nilai tambah yang jauh di atas bijih nikel.
Data Wood Mackenzie yang dikutip Kementerian ESDM menunjukkan, mayoritas nilai industri nikel kini sudah dikuasai Cina lewat PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) dan PT Virtue Dragon Nickel Indonesia (VDNI) pada 2018.
IMIP memiliki kontribusi sebesar 50% terhadap total nilai industri nikel. Sementara VDNI memiliki kontribusi 11%. Meski begitu, total 61% penguasaan ini masih di bawah klaim 90% seperti pernyataan politisi Partai Demokrat di awal tulisan ini.
Posisi ini berbeda jauh jika dibandingkan dengan 2014 ketika Indonesia baru melarang ekspor bijih nikel. Saat itu, nilai industri nikel dikuasai 77% oleh PT Vale Indonesia Tbk, anak usaha Vale S.A. perusahaan multinasional asal Brazil. Sedangkan PT Aneka Tambang Tbk masih berkontribusi 19% dari total nilai industri nikel.