Cek Data: Untung atau Rugi Pembedaan Tarif KRL?

Vika Azkiya Dihni
12 Januari 2023, 14:28
KRL, tarif KRL, penumpang KRL
ANTARA FOTO/Fauzan/tom.
Sejumlah penumpang kereta listrik (KRL) Commuterline berjalan menuju pintu keluar Stasiun Tangerang, Banten, Kamis (29/12/2022).

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mewacanakan perubahan skema tarif kereta rel listrik (KRL) atau KA Commuter. Nantinya, tarif KRL akan dibedakan antara orang kaya dan miskin. 

“Harga tiket KRL tidak akan naik, Insya Allah hingga 2023 tidak naik. Tapi yang berdasi atau kemampuan finansialnya tinggi mesti membayar dengan tarif yang lain,” ujar Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi dalam jumpa pers akhir tahun Kemenhub, 28 Desember 2022.

Menhub belum menjelaskan secara detail skema tersebut. Namun, pemerintah yang bakal menentukan golongan masyarakat mampu dan yang perlu disubsidi.

Kontroversi

Juru bicara Kemenhub Adita Irawati mengatakan, pembedaan tarif agar penyaluran subsidi tepat sasaran. “Saat ini kami tengah mengkaji pilihan-pilihan kartu perjalanan yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sesuai dengan kemampuan membayar,” kata dia. 

Menurut dia, selama ini tarif KRL masih disubsidi oleh negara sehingga dapat terjangkau masyarakat. Namun seiring biaya operasional yang meningkat, besaran subsidi public service obligation (PSO) juga terus meningkat.

“Dengan adanya kenaikan biaya operasional dan belum ada rencana kenaikan tarif, maka perlu dilakukan berbagai upaya agar besaran PSO tetap dapat dikelola dengan baik dan tepat sasaran untuk masyarakat yang membutuhkan,” ujar dia.

Wacana ini memunculkan kontroversi. Warganet banyak yang mengkritisi wacana ini. Selain implementasinya yang dinilai sulit, pembedaan tarif akan berdampak luas karena dikhawatirkan bakal mengurangi minat masyarakat menggunakan transportasi publik. 

Fakta

Salah satu alasan pemerintah membedakan tarif KRL adalah agar subsidi tepat sasaran sekaligus mengurangi beban anggaran PSO.  

Namun jika membandingkan dengan alokasi subsidi pemerintah lainnya, subsidi PSO tercatat paling kecil. Pada 2021, alokasi anggarannya hanya Rp6 triliun. Dari jumlah itu, yang disalurkan untuk PT KAI, induk perusahaan KCI hanya Rp3,7 triliun. Alokasi ini jauh lebih kecil dibandingkan subsidi energi, seperti BBM, LPG, dan listrik.

Alokasi PSO pada pelayanan angkutan kereta api meliputi KA ekonomi jarak sedang, KA ekonomi jarak dekat, jarak jauh, jarak sedang, KA ekonomi lebaran, serta KRL Jabodetabek dan Yogyakarta Solo. Adapun untuk KRL Jabodetabek dan Yogyakarta-Solo, realisasi penyaluran PSO hanya Rp1,9 triliun pada 2021.

Gali Lubang Tutup Lubang

Wacana mengurangi subsidi KRL berbarengan dengan rencana pemerintah memberikan subsidi pembelian kendaraan listrik. 

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita melalui keterangan pers yang ditayangkan akun Youtube Sekretariat Presiden RI mengatakan, pemerintah akan memberikan subsidi hingga Rp8 juta untuk pembelian motor listrik dan Rp5 juta untuk konversi motor listrik. 

Bagi pembeli mobil hybrid, pemerintah akan memberikan subsidi hingga Rp40 juta. Sementara untuk pembelian mobil listrik murni, subsidi dari pemerintah mencapai Rp80 juta.

Di satu sisi ingin mengurangi subsidi, tetapi di sisi lain pemerintah memberikan subsidi untuk program yang lain. Menurut Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, subsidi kendaraan listrik membutuhkan dana Rp7,8 triliun untuk target 1,2 juta unit motor listrik hingga 2024.

Ini artinya, kebutuhan dana subsidi kendaraan listrik setara dengan PSO tarif KRL selama empat tahun (jika tahun 2021 sebagai basis). Namun perbedaannya adalah subsidi tarif KRL dinikmati lebih banyak orang.  

Berdasarkan data KCI, jumlah penumpang KRL mencapai 127,8 juta orang pada 2021, turun 17,3% dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan ini seiring kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) akibat pandemi Covid-19. 

Jumlah penumpang ini sudah termasuk penumpang KRL Jabodetabek dan Yogyakarta-Solo. KCI baru melayani operasional pelayanan perjalanan KRL di wilayah Yogyakarta-Solo mulai Februari 2021.

Meski jumlah penumpang KRL turun, pendapatan KCI naik 27% menjadi Rp2,4 triliun pada 2021. Pendapatan terbesar berasal dari subsidi PSO yang senilai Rp1,74 triliun, naik sekitar 46%. Pendapatan pada segmen ini naik karena ada peningkatan volume penumpang KA lokal sebesar 322,76% dari 2020.

Hingga kini, pemerintah belum memutuskan skema pembedaan tarif. Namun, Dirjen Perkeretaapian Kemenhub Risal Wasal menjelaskan, penumpang dengan kategori mampu akan membayar harga tiket KRL sesuai keekonomiannya. Ini artinya, tarif KRL untuk penumpang yang dianggap mampu bisa mencapai Rp15 ribu.

Angka ini sesuai perhitungan KCI, bahwa dana operasional KRL sebesar Rp14.981 per penumpang. Pemerintah memberikan subsidi sebesar Rp11.981 per penumpang. Adapun tarif yang dibayarkan setiap penumpang sebesar Rp3.000 untuk 25 kilometer pertama dan Rp1.000 untuk setiap 10 kilometer berikutnya.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...