Cek Data: Bagaimana Rapor Toleransi Anies Selama Memimpin Jakarta?

Reza Pahlevi
11 September 2023, 10:58
Bakal calon presiden Anies Baswedan menyampaikan pendapatnya dalam acara Anies Baswedan Bicara Kebudayaan: Tentang Kini dan Nanti di Teater Wahyu Sihombing, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Kamis (24/8/2023). Acara yang diselenggarakan oleh Jogja Disability
ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/rwa.
Bakal calon presiden Anies Baswedan menyampaikan pendapatnya dalam acara "Anies Baswedan Bicara Kebudayaan: Tentang Kini dan Nanti" di Teater Wahyu Sihombing, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Kamis (24/8/2023).

Komitmen Anies Baswedan terhadap kebebasan beragama kerap dipertanyakan. Anies yang akan maju sebagai calon presiden (capres) pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 dianggap memiliki kedekatan dengan kelompok Islam garis keras. Stigma ini melekat sejak dia bertarung dalam Pemilihan Gubernur Jakarta pada 2017.

Kontroversi

Beberapa waktu lalu, bakal capres Anies Baswedan kembali ditanya soal kedekatannya dengan Front Pembela Islam (FPI) pada Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017. Kedekatan tersebut ditunjukkan saat dia berkunjung ke markas FPI, Petamburan pada 1 Januari 2017. 

FPI adalah kelompok Islam yang kerap mempertontonkan aksi razia terhadap kegiatan yang dianggap bertentangan dengan nilai-nilai Islam, terutama saat Ramadan. Karena aksinya tersebut, FPI dianggap sebagai salah satu kelompok intoleran. Pemerintah membubarkan FPI melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) enam menteri pada 30 Desember 2020.

Di bawah pimpinan Rizieq Shihab, FPI memiliki andil memenangkan mantan Menteri Pendidikan tersebut menjadi Gubernur DKI Jakarta. Berkaca dari situasi pada pemilihan gubernur tersebut, Anies pun sering ditanya apakah akan mendukung kembali FPI jika terpilih sebagai presiden pada 2024.

Dalam program “Desak Anies” yang diselenggarakan di Pos Bloc pada 15 Agustus 2023, Anies menjelaskan selama menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta dirinya dekat dengan semua organisasi berbasis agama.

“Baik yang berbasis agama Islam, Kristen, Hindu, Buddha, semua saya jangkau,” kata dia dalam program yang ditayangkan di akun Youtube Kompas TV.

Anies juga mengatakan, dirinya tidak hanya berkunjung ke FPI pada saat itu. Dia juga datang ke tokoh-tokoh agama lain ketika kampanye pada 2016 - 2017. Namun, kunjungan ke FPI yang paling mendapat sorotan besar.

Pertanyaan ini bukan kali pertama ditujukan kepada Anies. Saat acara Indonesia and Data Economic Conference (IDE) Katadata 2023, dia mendapatkan pertanyaan serupa dari CEO Katadata Metta Dharmasaputra.

Metta bertanya karena banyak tudingan yang menyebutnya tokoh yang antipluralisme. Merespons hal tersebut, Anies mengaku hanya berdoa agar diberikan umur panjang untuk menepis berbagai tuduhan itu.

“Ketika saya bertugas di Jakarta saya bisa menunjukkan apakah Jakarta menjadi sebuah kota yang antipluralisme,” jawab Anies dalam IDE Katadata, pada 20 Juli lalu.

Anies pun mengeklaim dirinya telah memberikan ruang kebebasan beragama saat menjabat sebagai gubernur. Ini termasuk membangun rumah ibadah untuk masyarakat Hindu Tamil di Jakarta Barat. Dia juga memberi tempat kepada warga Nasrani merayakan malam menjelang Natal di jalanan utama Jakarta.

(Baca: Seberapa Besar Efek Cak Imin Bisa Dongkrak Elektabilitas Anies?)

Terkait intoleransi, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas sempat meminta masyarakat tidak memilih pemimpin yang memecah belah umat. “Harus dicek betul. Pernah nggak calon pemimpin kita, calon presiden kita ini, memecah-belah umat. Kalau pernah, jangan dipilih,” ujar Yaqut di Garut, Minggu, 3 September 2023.

Meski tidak menyebutkan nama, tetapi pernyataan tersebut diduga menyindir pasangan Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar yang baru mendeklarasikan diri sebagai pasangan capres dan cawapres sehari sebelumnya. 

Pernyataan tersebut kemudian ditanggapi Cak Imin, panggilan Muhaimin. Dia mengatakan, bersama Anies dirinya berkomitmen takkan memainkan politik identitas yang dapat memecah belah bangsa. 

“Mas Anies pada dasarnya sama persis dengan saya. NKRI harga mati, Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, UUD 1945, itu sudah final,” kata Cak Imin di Kantor PB PMII, Jakarta, Rabu, 6 September. 

Faktanya

Tidak gampang bagi Anies untuk melepaskan diri dari citra kedekatannya dengan FPI. Meskipun organisasi ini telah dibubarkan pada 2020. Citra tersebut melekat saat kampanye Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017. Anies adalah satu-satunya calon gubernur yang datang dan berbicara langsung di markas FPI, Petamburan, Jakarta Pusat. 

Ketika pasangan Anies dan Sandiaga Uno diumumkan sebagai pemenang dalam hitung cepat putaran kedua, Rizieq Shihab pun memimpin acara sujud syukur. Rizieq juga meminta kalangan habaib untuk mendukung Anies memimpin ibu kota.

“Para habaib wajib untuk memberikan dukungan sepenuhnya kepada Bapak Anies Baswedan dalam memimpin Jakarta,” kata Rizieq lewat rekaman suara pada Juni 2017.

Tuduhan antipluralisme tambah kencang lantaran Anies menggunakan istilah “pribumi” saat menyampaikan pidatonya yang pertama sebagai Gubernur DKI Jakarta. “Dulu kita semua pribumi ditindas dan dikalahkan. Kini telah merdeka, kini saatnya menjadi tuan rumah di negeri sendiri,” kata Anies pada Oktober 2017.

Anies beralasan penggunaan kata pribumi berada dalam konteks kolonialisme. Meski begitu, peneliti ISEAS Yusof Ishak Institute, Ahmad Najib Burhani mengatakan penyebutan tersebut dapat diartikan Anies membedakan WNI pribumi dan WNI beretnis Cina.

Bagaimana Kondisi Kebebasan Beragama Selama Anies Menjabat?

Setara Institute – organisasi yang bergerak di bidang pluralisme, kemanusiaan, demokrasi, dan hak asasi manusia – merilis Indeks Kota Toleran (IKT) sejak 2015. Indeks ini memeringkatkan 94 kota, termasuk DKI Jakarta, berdasarkan kemampuan kota tersebut menaungi kebebasan beragama.

Sejak pertama kali rilis, Setara Institute telah enam kali menerbitkan IKT, yakni pada 2015, 2017, 2018, 2020, 2021, dan 2022. Pada edisi pertama, Jakarta berada di peringkat 65 dari 94 kota, lalu merosot ke posisi buncit yakni 94 dari 94 kota pada edisi 2017.

“Hal itu disebabkan oleh penguatan intoleransi dan politisasi identitas keagamaan di DKI menjelang, saat, dan setelah Pilkada 2017,” tulis Halili Hasan, peneliti Setara, dalam laporannya pada 2017.

Selama Anies menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, Setara Institute mencatat peringkat IKT Jakarta mengalami perbaikan. Dari 94 pada 2017 menjadi 92 pada 2018, 82 pada 2020, dan 40 pada 2021. Peringkat ke-40 ini sekaligus posisi tertinggi Jakarta sejak IKT pertama kali dirilis.

Setara mengapresiasi penguatan peran Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) DKI Jakarta. Begitu pula konflik pendirian tujuh gereja dapat terselesaikan pada 2021.

Namun peringkat IKT kembali turun ke posisi 48 pada 2022. Meski begitu, peringkat ini masih lebih tinggi dari peringkat 65 pada 2015. 

Pembangunan Rumah Ibadah

Jika dilihat dari jumlahnya, rumah ibadah seperti gereja Protestan dan Katolik, serta pura bertambah selama masa kepemimpinan Anies. Ini dilihat dari jumlah rumah ibadah pada 2017 dibandingkan dengan jumlahnya pada 2022.

Sementara jumlah musala justru turun dari 5.769 pada 2017 ke 3.550 pada 2022. Jumlah vihara juga menurun, tapi perlu dicatat BPS turut memasukkan rumah ibadah Cetiya (rumah peribadatan umat Buddha yang lebih kecil dari vihara) dan Miao (rumah ibadah umat Konghucu) dalam perhitungan pada 2017.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga menyalurkan bantuan operasional tempat ibadah (BOTI) sejak 2019. Dana bantuan tersebut berupa hibah sebesar Rp2 juta per bulan untuk masjid, gereja, pura, dan vihara. Sementara, musala mendapat Rp1 juta per bulan.

Pada 2019, dana BOTI mencapai Rp87,55 miliar yang baru disalurkan ke masjid dan musala. Perluasan ke gereja, vihara, dan pura baru dilakukan pada 2020 meski nilainya dikurangi menjadi Rp67,4 miliar karena pandemi Covid-19.

Pada 2021, dana BOTI kembali normal dan mencapai Rp134,59 miliar. Jumlah dana ini naik menjadi Rp149,35 miliar pada 2022.

Meski ada perbaikan indeks toleransi dan kemudahan penduduk melakukan ibadah sesuai agamanya, tetapi masih terjadi sejumlah kasus kebebasan beragama dan berkeyakinan di DKI Jakarta. Pada 2022, Setara Institute mencatat terdapat 24 kasus, sekaligus menjadikan Jakarta sebagai provinsi dengan jumlah kasus terbanyak ketiga.

Kasus kebebasan beragama di DKI Jakarta memang selalu berada di peringkat 10 teratas sejak 2010. Saat Anies menjabat, jumlah kasus dapat turun menjadi 13 kasus pada 2019 dan 2020. Namun, kembali naik pada 2021 dan 2022.

Referensi

Detik.com. 1 Januari 2017. “Temui Habib Rizieq, Anies Baswedan Bantah Berbagai Fitnah” (Akses 5 September 2023)

CNN Indonesia. 19 April 2017. “Anies-Sandi Menang, Rizieq Shihab Sujud Syukur di Istiqlal” (Akses 5 September 2023)

CNN Indonesia. 6 September 2023. "Cak Imin soal Imbauan Menag Yaqut: Mas Anies Sama Persis dengan Saya" (Akses 11 September 2023)

Detik.com. 27 Juni 2017. “Habib Rizieq: Habaib Wajib Dukung Anies Pimpin Jakarta” (Akses 5 September 2023)

BBC. 17 Oktober 2017. “Mengapa istilah 'pribumi' dalam pidato Anies Baswedan memicu kontroversi?” (Akses 5 September 2023)

Burhani, Ahmad Najib. 2020. “Anies Baswedan: His Political Career, COVID-19, and the 2024 Presidential Election” (Akses 5 September 2023)

Kemenag. 3 September 2023. "Menag: Jangan Pilih Pemimpin yang Gunakan Agama sebagai Alat Politik" (Akses 11 September 2023)

Setara Institute. Indeks Kota Toleran. (Akses 1 September 2023)

Setara Institute. Kondisi Kebebasan Beragama/Berkeyakinan di Indonesia. (Akses 1 September 2023)

BPS. 2018. DKI Jakarta dalam Angka 2018. (Akses 4 September 2023)

BPS. 2023. DKI Jakarta dalam Angka 2023. (Akses 4 September 2023)

---------------

Jika Anda memiliki pertanyaan atau informasi yang ingin kami periksa datanya, sampaikan melalui email: cekdata@katadata.co.id.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...