Mendadak Hijau, Tren Industri Membuat Kendaraan Listrik

Ade Febransyah
Oleh Ade Febransyah
25 November 2022, 08:30
Ade Febransyah
Ilustrator: Betaria Sarulina

Tak punya pengalaman di industri mobil, Vingroup, konglomerasi Vietnam berhasil membuat mobil nasional pertama di negara tersebut. Anak usaha Evergrande, raksasa properti Tiongkok, mengumumkan segera meluncurkan mobil listrik. Saudi Arabia juga memiliki merek mobil listrik “Ceer” yang dibuat di pabrikan Foxconn asal Taiwan. Di era ini, non-producer dapat mengusung merek kendaraan listrik sendiri tanpa harus membuatnya. 

Di tanah air, Indika Energy (INDY) memperkenalkan sepeda motor listrik Alva, selanjutnya juga akan membuat mobil dan bus listrik. Pembuatannya diserahkan kepada Foxconn. Cara yang sama dilakukan TBS Energi Utama (TOBA) bersama Gojek Tokopedia (GOTO) memproduksi sepeda motor listrik dengan menggandeng Gogoro asal Taiwan. 

Advertisement

Jalan Membuat

Membuat sepertinya mudah saja sekarang ini. Inisiatif non-producer menjadi “pembuat” akan terus bermunculan. Kenapa fenomena ini tidak terjadi di era kendaraan internal combustion engine (ICE)? 

Penjelasan sederhananya adalah barriers to entry yang tinggi diciptakan pabrikan besar. Tak ada pembuat lokal yang head to head dengan produk pabrikan besar. Adu murah? Pendatang baru tidak memiliki ruang kemampuan dan kapasitas untuk bisa efisien sehingga sulit menembus jejaring bisnis raksasa. Adu mahal dan gengsi? Masih ada “underdog mentality” di masyarakat Asia yang tidak percaya merek lokal (Meyer dan Garg, 2005). 

Sementara di era kendaraan listrik, kesempatan bagi pendatang baru terbuka. Arsitektur produk yang modular, bukan integral seperti di mobil konvensional, memungkinkan proses pembuatan/ perakitan mobil listrik lebih sederhana. 

Ditambah adanya “keengganan” pabrikan mobil ICE bertransformasi langsung ke EV. Keberhasilan Tesla mengomersialkan kendaraan listrik (nyatanya kendaraan listrik sudah diperkenalkan lebih dari 100 tahun lalu) menginspirasi kemunculan startup-startup baru pembuat EV di Amerika Serikat, beberapa negara Eropa, dan Tiongkok. 

Para pembuat tersebut berupaya menawarkan “novel match” antara problem dan solution yang menciptakan nilai bagi pelanggan dan perusahaan (Terwiesch & Ulrich, 2009). Problem-solution fit menjadi pintu masuk bagi siapapun untuk jadi pembuat. 

Startup Arrival dari Inggris memproduksi van listrik sebagai solusi biaya delivery UPS. Rivian dari Amerika Serikat membuat electric truck karena masyarakat di sana terobsesi dengan truk. Sementara Zoox juga dari Amerika Serikat mengembangkan self-autonomous EV untuk transportasi publik. Hukum besi dalam berbisnis tetap berlaku: buatlah apa yang penting di masyarakat yang belum terselesaikan dengan baik. 

Di tanah air, GOTO-TOBA menawarkan motor listrik untuk ekosistem bisnis mereka. Motor listrik adalah solusi untuk menurunkan biaya operasional armada sekaligus meningkatkan nilai hijau perusahaan. INDY juga demikian, memilih motor listrik karena pasarnya sudah ada. Selanjutnya tinggal tawarkan keunggulan motor listrik dibandingkan motor konvensional. Pilihan INDY untuk mengadakan bus listrik juga sesuai dengan kebutuhan pemda menyediakan layanan transportasi publik yang lebih efisien dan bercitra ramah lingkungan. 

Total cost of ownership kendaraan listrik tetap bisa lebih tinggi dari kendaraan konvensional. Namun, ada potensi kenaikan manfaat emosional yang diberikan kepada pengguna. Artinya solusi baru harus dapat memenuhi peningkatan rasio manfaat terhadap biaya. Adanya problem-solution fit menjelaskan adanya desirability dari masyarakat. Jika terpenuhi, hal tersebut menjadi modal penting bagi pembuat. 

Namun adanya problem-solution fit belum berarti bisnis pantas dijalankan. Solusi perlu dikonsepkan, didetailkan, dan direalisasikan menjadi produk jadi. Di sini setiap pembuat bisa memiliki jalannya sendiri-sendiri. 

Vingroup tentu belum memiliki kemampuan desain kendaraan. Namun dengan kekuatan pendanaan, mereka dapat menyerahkan ke powerhouse rumah desain asal Italia, Pininfarina. Lisensi teknologi diperoleh dari BMW. Sedangkan fasilitas produksi ada di Vietnam karena yang dibuat adalah mobil nasional. 

Kemampuan non-producer dalam teknologi produksi kendaraan masih terbatas. Pengadaan teknologi otomatisasi dan robotik untuk merakit kendaraan harus didatangkan dari luar. Cara ini juga sepertinya dipakai oleh INDY dan GOTO-TOBA.  

Apa yang dilakukan non-producer ini menjelaskan money talks. Uang adalah salah satu bentuk kekuasaan sepanjang peradaban manusia (Toffler, 1990). Dengan kemampuan modal, para non-producer ini dapat mewujudkan diri menjadi pembuat. 

Startup EV justru kebalikannya. Pendanaan mereka memang terbatas, tapi para pendirinya memiliki latar belakang teknologi dari industri otomotif sehingga mampu mengintegrasikan desain-engineering-produksi. Kemampuan ini yang membuka kesempatan startup mereka memperoleh pendanaan. 

Halaman:
Ade Febransyah
Ade Febransyah
Guru Inovasi Prasetiya Mulya Business School

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement