Dampak Moderasi Kebijakan The Fed bagi Ekonomi Indonesia

Suryaputra Wijaksana
Oleh Suryaputra Wijaksana
20 Desember 2022, 11:11
Opini_Suryaputra Wijaksana
Katadata/ Joshua Siringo-ringo

Bank sentral AS, the Fed akhirnya memoderasi kebijakan moneternya yang sangat agresif. Komite pasar terbuka the Fed (FOMC) memutuskan hanya menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 bps ke 4,25%-4,50% pekan lalu. 

Keputusan ini sejalan dengan pola historis, di mana the Fed akan mengetatkan kebijakan moneter hingga biaya pembiayaan lebih tinggi dibandingkan inflasi. Pada awal pekan lalu biaya kredit kepemilikan rumah di AS, bentuk kepemilikan dengan jaminan yang paling umum di AS, telah melewati 7%. Angka ini hampir setara dengan inflasi sebesar 7,1%.

Kebijakan moneter ketat the Fed berdampak meningkatkan sinyal resesi global beberapa bulan terakhir. Seperti terlihat di data PMI dan pemesanan ekspor baru (new export orders) AS dan dunia yang memburuk. Ini dibarengi dengan ambruknya indeks harga produsen (producer price index/PPI).

Namun kelesuan ini belum meresap ke dalam pasar tenaga kerja. AS mengklaim angka pengangguran rendah dan pertumbuhan upah yang masih tinggi. Kemungkinan besar perlu waktu beberapa bulan kelesuan di sektor manufaktur merembet ke pasar tenaga kerja.

Di sisi lain, penuaan masyarakat AS dan upah reservasi yang lebih tinggi dapat mengurangi peningkatan pengangguran dibandingkan siklus resesi 2008-2009. 

Faktor global juga mendukung penurunan tren inflasi. Harga minyak dan komoditas global merosot. Ini seiring dengan penetapan pembatasan harga minyak Rusia oleh negara G7. Namun faktor yang kian penting adalah pelemahan permintaan global. 

Pelonggaran restriksi Covid-19 di Tiongkok malah menyebabkan pelemahan permintaan pada jangka pendek. Penyebaran virus kian mendisrupsi aktivitas konsumen dan bisnis. Inventori barang yang menumpuk di Tiongkok dan penurunan biaya kargo laut global juga akan meningkatkan deflasi barang.

Namun, dampak perkembangan global terhadap perekonomian dan inflasi dalam negeri diprediksi minim. Harga BBM domestik belum akan berubah seiring penurunan harga minyak global. 

Stok makanan yang masih cukup dan fenomena La Nina mengurangi inflasi makanan. Sementara dampak depresiasi rupiah diimbangi oleh penurunan harga barang produksi Tiongkok dan penurunan harga kargo laut. 

Di sisi lain perkembangan global dan kebijakan the Fed yang lebih longgar memengaruhi pasar finansial global. Pasar saham akan melanjutkan sentimen “bull market” setelah performa terburuk sejak krisis finansial. 

Sementara itu pelonggaran kebijakan the Fed dibarengi dengan inflasi yang masih tinggi akan meningkatkan kinerja pasar surat berharga, terutama yang imbal hasilnya di atas inflasi. 

Halaman:
Suryaputra Wijaksana
Suryaputra Wijaksana
Ekonom di Bank Swasta Nasional

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...