Covid-19, Momentum Kalbar Menjaga Mangrove Melalui Kepiting

Hanna Farah Vania
Oleh Hanna Farah Vania - Tim Riset dan Publikasi
17 Desember 2020, 10:49
Lokasi keramba indukan kepiting untuk pemijahan alami, saat ini dialihfungsikan untuk budidaya ikan tirus.
Pesona Kalbar Hijau
Lokasi keramba indukan kepiting untuk pemijahan alami, saat ini dialihfungsikan untuk budidaya ikan tirus.

Hutan mangrove terbentang luas sepanjang pesisir Bentang Pesisir Padang Tikar, Kubu Raya, Kalimantan Barat. Hutan mangrove ini salah satu terlengkap di dunia. Lebih dari 80 persen total jenis mangrove di dunia ada di hutan seluas 30 ribu hektare (Ha) ini. Kawasan ini memiliki ekosistem yang tak hanya berfungsi sebagai penahan abrasi pantai, tapi juga andalan nelayan menangkap ikan.

Sebelum ada kesadaran terhadap pentingnya hutan mangrove, masyarakat setempat kerap mengambil kayu pohon mangrove untuk bahan pembuatan arang bakau. Namun, belakangan muncul kekhawatiran terjadi kerusakan lingkungan jika kayu terus menerus dirambah.

Advertisement

Pada akhirnya kegiatan merambah pohon mangrove tidak lagi dilakukan. Sejak keluarnya Surat Keputusan Hutan Desa (HD) di Desa Batu Ampar pada awal 2018, terbentuklah enam kelompok usaha perhutanan sosial (KUPS). Salah satunya KUPS Silvofishery Budidaya Kepiting Bakau Kelompok 1 yang menjadi penyelamat mangrove agar tetap lestari.

Izin hutan desa yang diberikan seluas 33.140 Ha, 80 persen kawasannya berada di hutan bakau. Alhasil, pembesaran kepiting menjadi pilihan. Sebanyak 45 anggota KUPS bergotong royong membentuk 45 keramba sepanjang pohon mangrove, hingga awal Januari 2020 bertambah menjadi 90 unit.

“Untuk membuat keramba, kami tidak menebang bakau. Justru itu yang kami jaga agar tidak rusak,” ujar Ketua KUPS Silvofishery Budidaya Kepiting Bakau Kelompok 1 Aliansyah kepada Tim Riset Katadata melalui wawancara daring, Jumat (11/12).

Tahun 2019 menjadi keberkahan bagi para anggota KUPS. Pasalnya mereka mampu melebarkan sayap bisnis hingga ke mancanegara. Kelompok ini sudah menggaet kriteria Platinum yang ditetapkan oleh Bina Usaha Perhutanan Sosial dan Hutan Adat (BUPSHA) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Kelompok ini bahkan mendapat pinjaman lunak dari Badan Layanan Umum (BLU) KLHK lebih dari Rp160 juta per anggota. Usahanya ini berhasil setelah empat bulan gagal tebar benih. Hingga pada Oktober 2019 mampu menebar 1.000 ekor benih kepiting. Lalu panen raya berhasil diadakan pada pertengahan Desember.

Area Hutan Desa di Pulau Bentang Pesisir Padang Tikar untuk rehabilitasi mangrove.
Area Hutan Desa di Pulau Bentang Pesisir Padang Tikar untuk rehabilitasi mangrove. (Pesona Kalbar Hijau)

Dihadang Pandemi

Upaya menunggu panen tiga bulan membuahkan hasil hingga dapat mengekspor hampir 1 ton ke Tiongkok dan Singapura pada awal Januari 2020. Total produksinya mencapai 2,4 ton dengan jumlah pemasukan hingga Rp495,8 juta. Namun, tantangan mulai muncul saat memasuki awal Februari.

“Kami sudah siapkan 300 kg kepiting untuk diekspor, lalu tiba-tiba agen di Jakarta membatalkan,” ujar Aliansyah. Ternyata momentum tersebut bersamaan dengan merebaknya pandemi Covid-19 di Tiongkok, sehingga kegiatan ekspor dan impor ditutup. Keputusan ini sangat berdampak bagi KUPS di Batu Ampar. Sejak saat itu, kelompok ini pemasukannya menurun drastis. Beralih dari kegiatan ekspor, mereka mulai mencari agen lokal untuk konsumsi seafood di sekitar Kota Pontianak dan Kabupaten Kubu Raya.

Namun, adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di kawasan Kota Pontianak membuat penjualan kepiting segar pun sedikit lantaran kebanyakan restoran tutup. Tak hanya beralih ke penjualan lokal, mereka juga mencari peluang dengan memasarkan secara daring. Tak patah semangat, kelompok ini terus berembug mencari jalan keluar.

“Karena dapat pinjaman dana itu, kami jadi semangat. Kalau mulai dari awal budidaya kepiting lagi, takutnya tidak berhasil, jadi kami cari terobosan baru agar pinjaman dana digunakan sebaik mungkin,” kata Aliansyah. Komunikasi yang kuat antar anggota menjadi kuncinya. Mereka akhirnya sepakat untuk meninggalkan sejenak budidaya kepiting dan memanfaatkan kepiting yang sudah ada.

Kepiting segar itu disulap menjadi kerupuk. Dari terobosan ini, usaha KUPS mampu bertahan dengan menghasilkan 50-100 kg kerupuk per bulannya. Pemasukannya pun lumayan untuk bertahan, mencapai Rp 4-8 juta setiap bulannya.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement