Perempuan, Aktor Penting Keberhasilan Program Perhutanan Sosial

Fitria Nurhayati
Oleh Fitria Nurhayati - Tim Riset dan Publikasi
22 Desember 2020, 17:00
Kelompok tani perempuan memanen sayuran, perhutanan sosial
Program Peduli Kemitraan
Kelompok tani perempuan memanen sayuran

Waktu menunjukkan pukul 10.00 WIB pagi. Setelah selesai dengan urusan rumah tangga, perempuan adat Kasepuhan Cirompang, Lebak, Banten, berjalan menuju perkebunan sayur. Sambil bercengkerama, mereka  menapaki jalanan kecil di antara petak-petak kebun. Terdapat beragam jenis sayur dan rempah ditanam di sana. Sebagian hasil panennya untuk keperluan sehari-hari, sebagian lainnya dijual.

Kegiatan ini berjalan sejak 2015 lalu. Sebelumnya, perempuan adat Kasepuhan hanya dianggap sebagai pendamping laki-laki. Perempuan di posisi ketiga setelah suami, ayah, saudara laki-laki dan anak-anak. Tugasnya mengurus rumah, menjaga anak. Dalam kegiatan masyarakat, perempuan hanya bertugas menyiapkan makanan dan minuman. Di dunia pendidikan, hanya laki-laki yang boleh bersekolah. Di dunia kerja, hanya laki-laki yang boleh bekerja.

Menyadari peran perempuan lebih dari sekadar mengurus rumah tangga, Titin Yulianti perempuan adat Kasepuhan Cirompang, memutuskan untuk berperan lebih besar bagi keluarga dan lingkungan sekitarnya. Ia pun mengajak perempuan adat lainnya bergabung untuk tidak mengandalkan laki-laki dalam kegiatan apapun. Ia mengetuk pintu hati perempuan adat lainnya untuk turut berpartisipasi lebih dalam kehidupan sehari-hari.

“Selama ini kami tidak diberi kesempatan untuk bicara. Padahal banyak hal yang ingin kami sampaikan. Kami harus ngomong. Kalau kami tidak diberi kesempatan, bagaimana mau menyampaikan?” ujar Titin seperti dilansir dari video Kemitraan.

Titin beserta perempuan adat lainnya kemudian mendiskusikan niatnya kepada pemangku adat. Setelah berdiskusi, akhirnya para perempuan adat diberikan ruang untuk beraktivitas di luar urusan mengurus rumah tangga. “Zaman sudah berubah, kebutuhan hidup juga berbeda. Selama tidak melanggar nilai-nilai adat, kami persilakan perempuan berkegiatan,” ujar Ateng Wahyudin, anak ketua adat Cirompang, seperti yang dilansir dari DAAI TV.

Perempuan adat yang diketuai Titin kemudian membentuk kelompok tani perempuan Cirompang. Nama kelompoknya Sindang Sari. Mereka mengambil peluang memanfaatkan lahan dan tumbuhan yang sebelumnya belum dijamah. Pemanfaatan lahan jadi kebun sayur bukan tanpa sebab. Puluhan tahun, masyarakat adat Cirompang hanya punya daun singkong. Kalau mau sayuran lainnya, masyarakat harus membeli dari warga luar wilayah adat.

Dari sini, akhirnya kelompok tani perempuan memutuskan untuk mengelola lahan menjadi perkebunan sayur dan rempah. Bayam, kangkung, tomat, di antaranya. Setelah memiliki perkebunan sayur sendiri, masyarakat bisa memenuhi keperluan dapur. Hasil tanam juga malah menghasilkan pundi-pundi rupiah, karena sebagiannya bisa mereka jual ke desa tetangga.

Perempuan adat juga tidak lagi hanya mendapat tugas menyediakan makanan dan minuman saat rapat adat atau kegiatan warga berlangsung. Kini mereka mendapat ruang untuk memberi pendapat. “Kami bisa menyampaikan pendapat di rapat adat. Seneng banget, jadi punya semangat buat beraktivitas,” ujar Titin. Perempuan adat Kasepuhan Cirompang kemudian menjadi bagian dari aktor penting dalam pembangunan desa.

Hasil panen yang dikumpulkan perempuan adat.
Hasil panen yang dikumpulkan perempuan adat. (Program Peduli Kemitraan)

Perempuan dalam Perhutanan Sosial

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...