Kisah Perawat Terpapar Corona dari Pasien yang Alami Stigma Covid-19

Dini Hariyanti
7 Maret 2021, 14:15
Warga melintas di bawah poster penolakan tempat karantina di objek wisata Rembangan, Desa Kemuning Lor, Arjasa, Jember, Jawa Timur, Selasa (31/3/2020). Warga Desa Kemuning Lor menolak dijadikannya Hotel Rembangan di lokasi wisata tersebut sebagai tempat k
ANTARA FOTO/Seno/wsj.
Warga melintas di bawah poster penolakan tempat karantina di objek wisata Rembangan, Desa Kemuning Lor, Arjasa, Jember, Jawa Timur, Selasa (31/3/2020). Warga Desa Kemuning Lor menolak dijadikannya Hotel Rembangan di lokasi wisata tersebut sebagai tempat karantina Orang Dalam Pemantauan (ODP) COVID-19 karena tempat itu bersuhu dingin, berada di ketinggian dan dikhawatirkan limbah medisnya mencemari air.

Banyak cerita seputar pengalaman penderita dan penyintas Covid-19. Salah satunya datang dari Faranisa, seorang perawat di Yogyakarta. Kepada Kawalcovid19.id dia bercerita, dirinya terpapar virus corona lantaran ketidakjujuran keluarga salah satu pasien ICU yang positif Covid-19, tetapi keluarganya tidak memberi tahu perawat.

Faranisa bekerja sebagai perawat di rumah sakit rujukan Covid-19 dan bertugas di ICU. Di rumah sakit tempatnya mengabdi, pasien terpapar virus corona akan ditempatkan di bangsal dengan petugas kesehatan terpisah. Namun seorang pasien dan keluarganya berbohong kepada pihak rumah sakit.

Advertisement

Pada 26 Mei 2020, pasien tersebut dipindahkan dari bangsal ke ICU karena kondisi memburuk dan kemungkinan membutuhkan intubasi serta ventilator. Lantaran dinyatakan tak ada indikasi Covid-19, dan baru dua hari di bangsal, perawat hanya mengenakan APD level dua.

Ketika si pasien sudah di ICU, dokter memutuskan untuk langsung intubasi dan memasang ventilator. Yang bertugas untuk intubasi ada tiga orang, salah satunya adalah Faranisa. Keesokan hari, 27 Mei, barulah keluarga pasien datang memberi kabar bahwa sebetulnya pasien dinyatakan positif Covid-19 berdasarkan hasil swab di RS lain.

Dan singkat cerita, perawat yang bertugas intubasi termasuk Faranisa seketika langsung menjalani isolasi mandiri. Benar, akhirnya perawat asal Bandung ini dinyatakan positif Covid-19. Dari petugas intubasi kemudian berganti menjadi pasien yang harus diintubasi dan dipasangi ventilator.

“Saya ingin mengimbau teman-teman agar tidak berbohong ketika periksa ke pelayanan kesehatan terutama pada masa pandemi seperti ini. Ketika pasien positif Covid-19 berbohong, pasien tersebut dapat menulari banyak orang,” ujar Faranisa.

Di dalam salah satu jurnal kesehatan masyarakat dari Universitas Negeri Gorontalo bertajuk “Stigma terhadap Orang Positif Covid-19” dikemukakan, salah satu penyebab mereka (pasien) berbohong adalah arus informasi mengenai virus corona yang sangat masif. Ada informasi negatif, dan ada informasi positif.

Lebih jauh dipaparkan bahwa, “secara psikologis, manusia lebih mudah menyerap informasi negatif dan membuat hal itu menjadi sesuatu yang kita percaya. Hal ini berkaitan erat dengan minimnya literasi mengenai kesehatan. Ketidakmampuan menyeimbangkan informasi positif dan negatif serta minimnya literasi kesehatan menimbulkan apa yang disebut sebagai stigma”.

Stigma yang muncul dalam kasus ini adalah pasien yang positif Covid-19 akan dijauhi, diisolasi, jauh dari keluarganya, dan lain-lain. Selain itu juga pertanyaan; apakah pasien akan sembuh sepenuhnya, atau akan menginfeksi orang terdekatnya.

Halaman:

Masyarakat dapat mencegah penyebaran virus corona dengan menerapkan 3M, yaitu: memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak sekaligus menjauhi kerumunan. Klik di sini untuk info selengkapnya.
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #cucitangan

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement