Dua Isu Lingkungan Pengganjal Transaksi Saham Freeport

Arnold Sirait
19 Oktober 2018, 19:08
Freeport
ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Sejumlah Haul Truck dioperasikan di area tambang terbuka PT Freeport Indonesia di Timika, Papua.

Hingga kini transaksi saham divestasi PT Freeport Indonesia masih belum tuntas. Salah satu penyebabnya adalah belum selesainya pelanggaran lingkungan yang diduga dilakukan PT Freeport Indonesia. Adapun, Badan Pemerika Keuangan (BPK) yang menemukan adanya pelanggaran lingkungan senilai Rp 185 triliun.

Vice President Corporate Communication PT Freeport Indonesia Riza Pratama mengatakan dari delapan rekomendasi BPK, perusahannya sudah menindaklanjuti enam. “Dua yang tersisa adalah adalah Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup (DELH) dan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPH),” kata dia kepada Katadata.co.id, Jumat (19/10).

DELH dan IPPKH ini memang menjadi temuan dari BPK. Dalam temuan tersebut, kegiatan yang tidak sesuai untuk dikategorikan dalam DELH adalah kegiatan tambang bawah tanah DMLZ (Deep Mill Level Zone).

DELH ini wajib dimiliki perusahaan tambang yang memiliki izin usaha atau telah melakukan konstruksi sebelum Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 berlaku. DELH wajib bagi yang kegiatan yang menggunakan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).

Adapun AMDAL Freeport tahun 2017 tidak memasukkan DMLZ. Jadi, kegiatan tambang bawah itu bisa disamakan dengan belum memiliki izin lingkungan. Padahal, Freeport telah memproduksi DMLZ per September 2017 menggunakan metode blok cave.

Kegiatan produksi itu mengacu laporan Freeport Mc-Moran Inc yang tertuang dalam Form 10-K per 31 Desember 2015, yang ditujukan ke Komisi Sekuritas dan Bursa Amerika Serikat. Sementara itu dalam laporan PT Freeport Indonesia kuartal IV 2015 ke Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara, DMLZ masih proses persiapan produksi dan pengembangan.

Mengenai IPPKH, BPK menemukan kalau ada areal tambang Freeport yang masuk dalam kawasan hutan. Namun, perusahaan asal Amerika Serikat itu belum memiliki IPPKHnya. Jadi, jika IPPKH terbit sebenarnya ada potensi penerimaan negara Rp 33,85 miliar.

Halaman:
Reporter: Michael Reily
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...