Darurat Investasi Migas, Pemerintah Dinilai Perlu Terbitkan Perppu

Anggita Rezki Amelia
28 Februari 2018, 18:02
Rig
Katadata

Kondisi industri minyak dan gas bumi/migas dianggap sudah masuk dalam tahap darurat. Untuk itu, perlu ada terobosan untuk menggairahkan kembali kondisi tersebut.

Direktur Utama PT Pertamina (Persero) periode tahun 2006 hingga 2009 Ari Soemarno mengatakan iklim investasi memburuk sejak terbitnya Undang-undang Nomor 22 tahun 2001 tentang Migas. Terbitnya aturan itu mengubah kontrak yang awalnya menggunakan skema antar pelaku bisnis (business to business/b to b) menjadi pemerintah dan pelaku bisnis (government to business/ g to b).

Dengan berubahnya subyek dalam kontrak tersebut, kontraktor juga menjadi sasaran pajak. Kemudian, kontraktor mengurus sendiri mengenai perizinan. Hukum perdata juga menjadi tidak berlaku, sehingga bisa menciptakan kriminalisasi.

Sejak saat itu, investasi sektor migas di Indonesia menjadi tidak menarik. Ujungnya, tahun lalu, investasi untuk eksplorasi hanya US$ 180 juta. Ini menunjukkan kepercayaan investor di Indonesia turun.

Menurut Ari, pemerintah tidak bisa beralasan menurunnya eksplorasi akibat anjloknya harga minyak dunia. Buktinya ketika harga minyak dunia masih berada di level US$ 100 per barel tahun 2014, investasi eksplorasi turun 21% menjadi US$ 1,1 miliar dibandingkan tahun 2013 yang harga minyaknya masih US$ 90 per barel. “Jadi memang sudah kondisi darurat investasi," kata dia di Jakarta, Rabu (28/2).

Menurunnya minat eksplorasi itu berpengaruh terhadap tingkat penemuan cadangan. Indonesia menjadi negara dengan tingkat penemuan cadangan baru migas terendah di ASEAN sejak tahun 2003 hingga 2013. Capaian itu bahkan lebih rendah dari Brunei Darussalam.

Rasio sukses penemuan cadangan migas juga menjadi lebih lama. Empat puluh tahun lalu, satu blok migas hanya membutuhkan waktu empat tahun mulai eksplorasi hingga produksi. Saat ini, butuh 10 hingga 15 tahun untuk mencari migas.

Belum lagi cadangan migas Indonesia kini didominasi gas. Sehingga perlu infrastuktur gas yang mumpuni untuk dapat mengolah gas seperti fasilitas gas alam cair (LNG) dan pipa agar dapat dinikmati masyarakat.

Produksi minyak di Indonesia, saat ini hanya di kisaran 800 ribu barel per hari/bph. Ini pun tertolong adanya Lapangan Banyu Urip di Blok Cepu yang produksinya sekitar 200 ribu bph.  

Tak hanya hulu, kondisi hilir migas juga tidak berkembang setelah UU Nomor 22 tahun 2001 terbit. Ini terlihat dari kapasitas tanki BBM yang tidak mengalami peningkatan. "Ini sudah darurat, hilir ini untuk menjaga ketahanan energi," kata Ari.

Untuk menggairahkan kembali iklim investasi, Ari mengajukan sejumlah solusi. Pertama, revisi UU Migas tidak boleh sama dengan yang lama. Terkait Badan Usaha Khusus Migas yang ada di RUU Migas, Ari menyerahkannya kepada Dewan Perwakilan Rakyat/DPR. Namun tidak tertutup peluang Pertamina menjadi perusahaan yang memimpin BUK Migas. 

Halaman:
Reporter: Anggita Rezki Amelia
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...