Pertamina Butuh Rp 94 Triliun Kembangkan Energi Terbarukan
PT Pertamina (Persero) memperkirakan kebutuhan dana investasi di sektor energi baru terbarukan hingga tahun 2040 mencapai US$ 7 miliar atau sekitar Rp 94 triliun. Dana itu akan digunakan untuk membangun pembangkit listrik tenaga surya dan angin.
Direktur Utama Pertamina Elia Massa Manik mengatakan ke depan, bisnis energi baru terbarukan akan tumbuh semakin pesat. “Tahun 2017 hingga 2040 diperkirakan akan ada dana sebesar US$ 7 miliar dalam rangka pengembangan pembangkit tenaga surya dan angin," kata Elia dalam pembukaan Pertamina Energy Forum 2017 di Jakarta, Selasa (12/12).
Menurut Elia, pengembangan energi baru terbarukan ini juga sejalan dengan target bauran energi yang ditetapkan pemerintah. Adapun, pemerintah menargetkan penggunaan energi baru terbarukan bisa mencapai 23% dari total seluruh energi di tahun 2025.
Pengembangan energi baru terbarukan ini juga sejalan dengan rencana Presiden Joko Widodo mengurangi emisi rumah kaca hingga 29% tahun 2030. “Dengan berkurangnya bahan bakar fosil dan meningkatnya kepedulian terhadap isu pemanasan global, hampir dapat dipastikan bahwa renewable energy will be our future," kata Elia.
Elia mengatakan di sisi hulu, biaya pembangkit untuk energi baru terbarukan juga semakin murah. Banyak pebisnis yang ikut bermain di bidang baterai. Bahkan baru-baru ini pembangunan kompleks baterai sebesar 100 MW di Australia telah rampung. Sedangkan di hilir, perkembangan kendaraan listrik ataupun hybrid juga signifikan.
Adapun, saat ini Pertamina sudah mengembangkan pembangkit EBT seperti panas bumi hingga 587 Megawatt (MW). Jumlah ini meningkat sejak adanya penambahan kapasitas terpasang dari pembangkit panas bumi Ulubelu Unit 4 sebesar 55 MW. "Sektor panas bumi juga akan menjadi fokus pengembangan energi terbarukan di Pertamina dalam jangka menengah, " kata Elia.
Elia mengaku pihaknya juga akan berpartisipasi di sektor EBT lainnya seperti mikro hidro, green diesel. Tidak hanya itu, tapi juga ke bisnis storage (penyimpanan listrik) yang dihasilkan dari pembangkit EBT.
Pertamina juga membuka kesempatan menggandeng mitra yang sudah berpengalaman di sektor EBT. Alasannya mereka belum ada keahlian di energi baru terbarukan. "Untuk mengejar ketertinggalan ini kami tidak gak mulai dari nol," kata dia.
Pertamina menargetkan pengembangan pembangkit listrik berbasis EBT sebesar 1,13 GW dan produksi biofuel sebesar 1,28 juta KL pada tahun 2019. Peningkatan kapasitas produksi pembangkit listrik EBT akan bersumber utama dari panas bumi, yaitu sebesar 907 MW, solar photovoltaic dan energi angin masing-masing 60 MW, biomassa 50 MW dan mini/mikro hidro dan ocean energy masing-masing 45 MW dan 3 MW.
(Baca: Pertamina Bangun PLTS Senilai Rp 67 Miliar di Kalimantan Timur)
Adapun, untuk biofuel terdiri dari green diesel dengan kapasitas 0,58 juta KL per tahun, co-processing green diesel 0,14 juta KL per tahun, co-processing green gasoline 0,23 juta KL per tahun, bioavtur 257.000 KL per tahun, bioethanol sebesar 76.000 KL/tahun, dan 10 ton per hari bio LNG plant.