Kembangkan Energi Baru Tanpa Subsidi, Pemerintah Buat Aturan Tarif

Anggita Rezki Amelia
21 Desember 2016, 15:03
Direktorat ESDM
Arief Kamaludin | Katadata

Pemerintah sedang menyusun regulasi mengenai tarif listrik dari pembangkit berbasis energi baru terbarukan (EBT). Harapannya, aturan tersebut bisa mendongkrak pengembangan EBT tanpa tergantung subsidi dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). 

Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan, tarif listrik dari pembangkit berbasis EBT di Indonesia masih mahal dibandingkan negara lain. Di Indonesia, harga jual EBT bisa mencapai US$ 10 sen per kwh. “Pengembangan EBT bisa mundur kalau harganya mahal,” katanya di Jakarta, Rabu (21/12).

Advertisement

(Baca: Pengusaha Desak Pemerintah Beri Insentif Energi Terbarukan)

Sementara itu, tarifnya di Uni Emirat Arab hanya US$ 2,29 sen per kwh untuk pembangkit berkapasitas 150 MW, dan US$ 2,40 sen per kwh untuk pembangkit tenaga surya berkapasitas 200 MW. Bahkan, di Amerika Serikat, harganya juga lebih rendah yakni US$ 2,5 sen per kwh. 

Salah satu penyebab mahalnya harga EBT di Indonesia adalah pembangunan pembangkit listrik yang tidak sesuai dengan potensi di daerah. Dengan karakteristik negara kepulauan, Indonesia tidak bisa menganut sistem harga yang sama rata seluruh Indonesia. (Baca: DPR Minta Pemerintah Bentuk BUMN Khusus Panas Bumi)

Pembangunan pembangkit listrik berbasis EBT harus sesuai dengan potensi yang ada di daerah masing-masing. Jadi, biaya produksinya lebih efisien. "Misalnya pembangunan pembangkit berbasis gas tidak bisa dibangun di gunung, karena harus mengangkut LNG pakai pesawat dan berisiko besar," ujar Jonan.

Jika hal tersebut diterapkan, pengembangan EBT juga tidak perlu lagi tergantung subsidi, karena harga sudah murah. Apalagi, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tidak merestui anggaran subsidi sebesar Rp 1,3 trilliun dalam APBN 2017.

Menurut Jonan,  ada beberapa jenis sumber energi baru terbarukan yang tidak perlu lagi subsidi, yakni pembangkit tenaga surya, angin, air, biomassa, hingga panas bumi. "Feed in tarifnya akan ditinjau, saya akan minta harganya kompetitif termasuk panas bumi," kata dia.

Sedangkan untuk pengembangan biodiesel tetap mendapat subsidi dari pemerintah karena implementasinya sudah kompetitif. Bahkan untuk pengembangan biodiesel tahun depan tetap dengan formula B20. Alasannya, Jonan  ingin melihat hasil dari penerapan B20 yang sudah berjalan dalam tahun ini, termasuk dampaknya ke mesin kendaraan.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement