PLN Isyaratkan Batal Ikut Lelang Aset Panas Bumi Chevron
PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) mengisyarakatkan akan mundur dari proses lelang dua aset panas bumi Chevron. Aset itu berada di wilayah kerja panas bumi (WKP) Salak di Gunung Salak, Bogor, dan WKP Darajat di Gunung Darajat, Garut, Jawa Barat. Alasannya, PLN menilai data di dua WKP tersebut belum lengkap.
Direktur Utama PLN Sofyan Basir mengkhawatirkan laporan keuangan milik Chevron selaku pemilik aset tersebut. Sampai saat ini, PLN belum menerima laporan keuangan yang telah diaudit. Padahal, laporan keuangan audit itu penting bagi PLN untuk mengevaluasi kedua aset tersebut. (Baca: Enam Perusahaan Berebut Aset Panas Bumi Chevron)
Secara finansial, Sofyan mengatakan, PLN belum puas jika belum melacak secara menyeluruh hasil audit laporan keuangan Chevron untuk dua aset panas bumi tersebut. Apalagi, perusahaan asal Amerika Serikat ini masih memiliki urusan perpajakan berupa Pajak Penghasilan (PPh), yang juga menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Sesuai jadwal, Senin ini (31/10) merupakan batas akhir pemasukan dokumen lelang untuk mengikuti tender panas bumi Chevron. Tapi, Sofyan tidak mempermasalahkan jika PLN akhirnya tidak dapat memasukkan penawaran.
Menurut dia, PLN tidak ingin memasukkan penawaran jika data lengkap terkait aset tersebut belum terpenuhi. "Kami tidak punya data konkrit sehingga belum mau ambil sikap kalau data-data ini belum ada," kata dia di kantor PLN Pusat, Jakarta, Senin (31/10). (Baca: Pertamina Kalah, Investor Turki Gaet Blok Panas Bumi di Sumatera Barat)
Direktur Perencanaan Korporat PLN Nicke Widyawati menambahkan, selama ini PLN hanya menerima laporan keuangan tidak diaudit milik Chevron. Laporan ini tidak bisa mendukung langkah PLN.
Tak hanya soal data keuangan yang belum lengkap, PLN juga belum mendapatkan kepastian terkait masa perizinan yang dikantongi Chevron di dua aset tersebut. Apalagi, Chevron akan hengkang dari aset tersebut sehingga penting mengetahui masa perizinannya. "Dengan ini akan habis (Chevron) apakah perlu diperpanjang," katanya.
PLN saat ini masih memiliki kontrak Power Purchase Agreement (PPA) atau perjanjian jual-beli listrik dengan Chevron di kedua aset tersebut. PPA tersebut habis pada 2013, lalu diperpanjang kembali hingga 2040. (Baca: Cadangan Minyak Habis 12 Tahun Lagi, Pemerintah Fokus Energi Baru)
Namun, ke depan, PLN tidak dapat menjamin perpanjangan kontrak PPA di dua aset tersebut. "PPA tetap jalan secara kontraktual, memang PLN tidak berkewajiban memanjang setelah 2040," kata Sofyan.