Mematut Potensi India, Pasar Raksasa Gas Dunia

Sampe L. Purba
Oleh Sampe L. Purba
21 November 2017, 19:57
No image
Ilustrator: Betaria Sarulina

India merupakan salah satu negara yang memiliki potensi pasar energi sangat besar. Data BP Stastitical Review Energy Outlook yang dirilis tahun ini, menempatkan India sebagai negara kedua setelah Tiongkok yang mengalami peningkatan konsumsi energi hingga 2035.

Pertumbuhan permintaan energi di negara tersebut bisa mencapai 129% hingga tahun 2035 atau 9% dari total konsumsi energi global. Padahal, pertumbuhan produksinya hanya 122% atau 5% dari produksi global. Alhasil, mengacu draf National Energy Policy 2017, peluang untuk mengekspor energi fosil, termasuk gas, ke India masih sangat terbuka. 

Jika dirinci lebih lanjut, ada beberapa pemasok dan konsumen gas alam cair (LNG) di India.  Artikel yang ditulis CEO Petronet LNG Ltd, A, K Balyan mengungkapkan, permintaan gas di India pada tahun 2029-2030 mencapai 713,49 mmscfd.

Yang paling besar untuk pemakaian pembangkit listrik yang mencapai 352,26 mmscfd. Kemudian pupuk sebesar 110,05 mmscfd, dan gas kota 85,61 mmscfd. Namun, gas kota dan pupuk mendapatkan subsidi, sehingga penting back-to-back dengan kemampuan beli dan harga yang ditetapkan oleh Pemerintah.  

Gas Demand Projection
 

Di sisi lain, untuk memasok kebutuhan gas, India masih mengandalkan impor. Hingga tahun 2030 diproyeksikan 42% kebutuhan gas India adalah LNG. Adapun, impor gas pipa diproyeksikan hanya 6 – 7 %. Salah satu sebabnya, ketidakjelasan nasib proyek pipa gas yang melintasi empat negara sepanjang 1.418 kilometer: Turkmenistan – Afganistan – Pakistan – India.

Meski kontraknya sudah ditandatangani tahun 1995, proyek yang didukung Bank Pembangunan Asia (ADB) ini baru memulai titik pembangunannya di Turkmenistan 10 tahun kemudian. Situasi geopolitik dan gangguan keamanan menyebabkan ketidakpastian proyek pipa gas jalur sutera tersebut.

Saat ini, kapasitas terminal penerima regasifikasi di seluruh India adalah 16,50 mmtpa, masing masing dioperasikan oleh Petronet LNG dan Shell & Total di pantai barat negara itu.  Berdasarkan proyeksi perhitungan keekonomian, kapasitas dan kebutuhan yang tinggi, maka terminal penerima LNG memerlukan tambahan kapasitas hingga 60,50 mmtpa.  Dalam waktu dekat ada satu terminal regasifikasi LNG di pantai timur India (Gangavaram LNG Terminal) yang akan beroperasi dengan kapasitas 5 mmtpa.

Sementara itu, beberapa pola khas dalam struktur kontrak LNG di India adalah harganya dikaitkan dengan harga minyak jenis Brent. Adanya kompetisi efisiensi domestik dengan sumber energi lain, seperti batu bara untuk tenaga kelistrikan atau gas untuk transportasi perkotaan, serta tingkat efisiensi antara mengimpor pupuk atau mengolahnya di dalam negeri dari bahan baku gas, menyebabkan harga gas menjadi  yang sangat dominan.

Penurunan harga minyak hingga 50% dalam 2 – 3 tahun terakhir serta belum adanya tanda kebangkitan harganya dalam beberapa tahun ke depan, mendorong perusahaan pembeli LNG di India menegosiasikan ulang harga gas yang telah disepakati. Dalam kunjungan Perdana Menteri Narendra Modi ke Amerika Serikat belum lama ini, masalah ini disampaikan kepada Presiden Donald Trump.

India saat ini memiliki beberapa kontrak jangka panjang 20 tahunan. Petronet LNG dan RasGas Qatar sebesar 7,5 mtpa, Petronet LNG dan Mobil Australia sebesar 1,44 mtpa dari Gorgon Project, GAIL dan Chenniere Energy (AS) sebesar 3,5 mtpa dan GAIL dengan Gazprom Rusia sebesar 2,5 mtpa. Sisanya, kontrak jangka pendek dan spot.

Neraca gas Indonesia

Kondisi berbeda dialami Indonesia. Neraca gas negara ini menunjukkan dalam waktu dekat akan terjadi defisit gas. Namun asumsi tersebut bersifat sangat makro dan agregat.

Dari sisi permintaan, terutama untuk kelistrikan diasumsikan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi 6–7%. Atas asumsi itu, peningkatan permintaan LNG untuk mendukung proyek listrik 35 ribu MW sebesar 2–3%. Namun, fakta menunjukkan pertumbuhan ekonomi tidak seoptimistis proyeksi tersebut, serta pembangunan proyek kelistrikan tidak sesuai jadwal.

Alhasil gas yang dialokasikan untuk kelistrikan masih bersifat makro tanpa ada rincian volume dan jadwal penyerapan yang pasti. Penyerapan tahunan LNG domestik untuk kelistrikan dalam 5 tahun terakhir rata-rata hanya 77%.

LNG yang tidak terserap ini dapat mengganggu reservoir, fasilitas penyimpanan atau menjadi stress cargo yang harus dijual spot secara eceran terdesak. Tahun 2017, alokasinya sebesar 62 kargo, baik secara langsung ke PLN maupun melalui Pertamina.

Halaman:
Sampe L. Purba
Sampe L. Purba
Praktisi Energi Global. Managing Partner SP-Consultant

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...