Advertisement
Analisis | Tren Menuanya Populasi Mengancam Ekonomi Asia - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Tren Menuanya Populasi Mengancam Ekonomi Asia

Foto: Joshua Siringo Ringo/Katadata
Populasi sejumlah negara Asia kian berkurang dan menua. Kondisi ini akan semakin menambah beban perekonomian.
Andrea Lidwina
28 Januari 2021, 15.16
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Populasi Korea Selatan turun untuk pertama kalinya pada 2020. Angkanya sebesar 51.829.023 jiwa, lebih rendah 20.838 jiwa atau 0,04% dibandingkan tahun sebelumnya. Penyebabnya, jumlah kematian yang melampaui jumlah kelahiran, yakni 307.764 jiwa berbanding 275.815 jiwa.

Hong Kong dan Taiwan mengalami hal serupa. Melansir South China Morning Post, jumlah kematian lebih banyak 5.500 jiwa di Hong Kong dan 10.246 jiwa di Taiwan dari jumlah kelahiran pada Januari-November 2020.

Sementara populasi Jepang terus menurun dalam 10 tahun terakhir di kisaran 0,1-0,2% per tahun.

(Baca Juga: Mengapa Kasus Covid-19 di Jawa Bali Naik saat Pembatasan Kegiatan?)

Tren penurunan tersebut menunjukkan populasi negara-negara berpendapatan tinggi di Asia mulai menua. Struktur usia bergeser semakin berat ke penduduk lanjut usia, sedangkan usia produktif kian menipis. Akibatnya, beban ekonomi dan ketergantungan akan bertambah.

Menurut Kepala Ekonom untuk Asia Pasifik di Natixis, Alicia Garcia Herrero, berkurangnya populasi usia produktif yang mengisi angkatan kerja berimbas pada penurunan produktivitas dan daya saing, seperti dikutip dari Asia Times. Penurunan ini juga akan “meningkatkan upah tenaga kerja dan menghambat pertumbuhan ekonomi karena jumlah orang dewasa yang produktif lebih sedikit.”

(Baca Juga: Wabah Pernikahan Dini di Tengah Pandemi dan Dampak Buruknya)

Selain itu, Bank Pembangunan Asia (ADB) dalam laporan Why Does Population Aging Matter So Much for Asia? Population Aging, Economic Growth, and Economic Security in Asia (2011) menyebutkan lansia sangat bergantung pada pajak yang dibayarkan penduduk usia produktif untuk dana pensiun dan program jaminan kesehatan. Populasi usia produktif yang terus menyusut menyebabkan rasio ketergantungan itu semakin tinggi, bahkan lama-kelamaan tidak mampu diandalkan lagi.

Meski begitu, negara-negara tersebut relatif kaya serta memiliki pemerintahan yang stabil dan efisien, sehingga program pensiun dan jaminan kesehatan setidaknya telah terbentuk dan dikelola dengan baik. Sedangkan, negara-negara berkembang di Asia belum punya sistem dan program hari tua yang ajeg. Mereka pun dianggap kurang siap menghadapi populasi yang menua.

“Padahal, laju penuaan populasi terjadi lebih cepat dibandingkan pembangunan. Karena itu, mereka (negara-negara berkembang di Asia) akan menjadi tua sebelum menjadi kaya,” tulis laporan tersebut.

(Baca Juga: Rapuhnya Nasib Lansia Indonesia di Masa Pagebluk)

Populasi negara berkembang di kawasan ini memang masih tumbuh dalam 30 tahun terakhir, tetapi dengan laju yang lebih lambat. Tiongkok, misalnya, mencatatkan pertumbuhan populasi sekitar 0,5% per tahun dalam 10 tahun terakhir. Angka itu hanya setengah dari rata-rata pertumbuhan pada 1990-1999 yang sebesar 1,1% per tahun.

Begitu pula di India dan Indonesia. Populasi keduanya masih tumbuh di kisaran 1,1-1,3% per tahun sepanjang 2010-2019. Namun, persentase itu lebih rendah dari periode 20 tahun sebelumnya yang hampir mencapai 2% di India dan 1,6% di Indonesia.

Bersamaan dengan hal tersebut, rasio ketergantungan penduduk berusia 65 tahun ke atas terhadap mereka yang produktif (15-64 tahun) terus meningkat. Angkanya masing-masing sekitar 9% di India dan Indonesia, bahkan sudah sampai 16,2% di Tiongkok pada 2019.

Oleh karena itu, Herrero mengatakan semakin cepat perekonomian suatu negara mengantisipasi tantangan ini, proses penuaan populasinya akan berlangsung kian baik pula.

Herrero mengusulkan dua langkah yang bisa diambil pemerintah. Pertama, mengarahkan investasi pada industri padat modal. Penggunaan mesin dan teknologi tinggi (automation) dalam berproduksi akan mempertahankan produktivitas, meski jumlah tenaga kerja berkurang di masa mendatang. Sejalan dengan itu, kualitas sumber daya manusia pun perlu ditingkatkan.

Kedua, meningkatkan penggunaan layanan e-commerce. Layanan ini akan bersifat esensial karena bisa menghemat biaya dan tenaga kerja, namun tetap memutar roda ekonomi. Ketiga, mengakomodasi perubahan pola konsumsi penduduk lansia sehingga menjadi kesempatan ekonomi baru. Misalnya, penyediaan layanan dana pensiun, investasi, dan manajemen aset karena kebutuhan akan kesehatan di masa depan meningkat.

(Baca Juga: Sulitnya Berinvestasi Properti Residensial saat Pandemi)

Di samping itu, pemerintah tetap perlu menerapkan kebijakan yang mampu mendorong peningkatan angka kelahiran, seperti subsidi biaya pendidikan dan kesehatan anak. Lalu, membangun program pensiun dan jaminan hari tua yang memadai guna mengurangi ketergantungan lansia terhadap usia produktif.

ADB dalam laporan yang sama mengatakan meski sejumlah negara berkembang di Asia kini masih mengutamakan kesempatan dan keuntungan dari bonus demografi, persiapan menghadapi populasi yang menua juga perlu dimulai. Sebab, kebijakan yang diambil pemerintah saat ini akan berdampak pada kemampuan tenaga kerja menyiapkan masa pensiunnya, sistem yang mampu memberikan jaminan finansial, dan kestabilan pertumbuhan ekonomi hingga tahun-tahun mendatang.

Editor: Muhammad Ahsan Ridhoi